Rohayat melestarikan kain sasirangan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Oleh
Soelastri Soekirno
·4 menit baca
Lima tahunan lalu, tak banyak warga suku Banjar di Kalimantan Selatan peduli kepada kain sasirangan, kain khas daerah mereka. Berkat usaha keras Rohayat (25), sekarang berbagai kalangan dan usia mengenal dan belajar membuat kain sasirangan.
Rohayat, yang biasa dipanggil Hayat, ingat saat kawan-kawannya mencibir usahanya belajar membuat kain sasirangan. Mengapa memilih mengurus kain, kamu kan cowok, demikian antara lain kata teman-temannya yang menganggap upaya Hayat melestarikan kain sasirangan sebagai hal aneh.
Beruntung ia tak peduli omongan orang. Sekarang Hayat sukses menjadi pengusaha kain sasirangan dan sering mendapat permintaan melatih membuat kain khas daerahnya tersebut.
Sejak masih sekolah di madrasah aliyah (setingkat SMA), Hayat sudah mulai belajar tentang kain sasirangan dari para ahli kain itu di Kalsel. Keinginannya untuk mengetahui asal muasal kain sasirangan begitu kuat karena ia sadar sebagai orang suku Banjar, pengetahuan akan budaya terutama kain wastranya sendiri sangat minim.
”Setelah itu saya mulai menjual kain sasirangan. Ternyata laku terjual. Saya bisa punya penghasilan sendiri dan makin bersemangat menguasai sejarah serta pembuatan kain itu,” ujar Hayat lewat telepon dari Banjarmasin pada Kamis (28/10/2021).
Tambahan uang dari usaha kain sasirangan bisa menutup kebutuhan hidupnya saat tinggal di panti asuhan di Barito Kuala, Kalsel. Saat itu kehidupan Hayat yang berkekurangan bergantung kepada pemilik panti asuhan. Ayahnya sudah meninggal, sementara sang ibu tak bisa memenuhi biaya sekolah.
Anak panti asuhan
Agar bisa bersekolah, sejak masuk SD hingga madrasah aliyah, Hayat yang anak tunggal harus masuk panti asuhan. ”Dengan masuk panti, saya bisa bersekolah,” katanya. Ketika mulai belajar membuat kain, kemudian menjualnya, mulailah Hayat mendapat uang untuk menambah biaya hidup hingga bisa kuliah di Jurusan Pendidikan Guru Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Antasari (sekarang Universitas Islam Negeri) Banjarmasin.
Sambil kuliah ia menawarkan mengajar cara membuat kain itu kepada kenalannya. Demi bisa mendapat kesempatan mengajar ke banyak orang, Hayat datang ke kantor-kantor pemerintah. ”Awal mengajar saya tak mengutip uang jasa, hanya minta mereka mengganti biaya bahan pelatihan,” tutur Hayat.
Setiap kali mengajar, ia mendokumentasikan kegiatan lalu mengunggahnya ke akun media sosialnya. Orang makin tahu apa yang ia lakukan, tetapi ia masih terus berupaya menambah ilmu.
Tahun 2017, ia mengikuti pelatihan kewirausahaan dan membuat kain sasirangan yang diadakan Bank Indonesia di Banjarmasin. Dari 40 mahasiswa peserta pelatihan, hanya ia yang kemudian mempraktikkan hasil pelatihan. Hayat kini tak hanya mampu membuat kain sasirangan dari pewarna sintetis, tetapi juga menguasai pembuatan kain tersebut dengan pewarna alam yang lebih ramah lingkungan.
Ia juga mulai mencoba membuat kain sasirangan yang cara membuatnya memakai teknik jelujur, dipadu dengan batik agar tercipta inovasi baru tanpa merusak pakem kain batik maupun sasirangan.
”Membuat kain dari pewarna alam jauh lebih sulit sebab harus mencari dan memproses bahan pewarna dari daun, akar dan lainnya untuk mencelup kain. Kerumitan itu membuat harga kain sasirangan pewarna alam dua kali lipat dari harga kain dengan pewarna sintetis,” kata Hayat.
Namanya makin dikenal khalayak. Selain sibuk memenuhi permintaan mengajar ke sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan, Hayat juga tetap meneruskan usaha pembuatan kain sasirangan di rumahnya di Kabupaten Tanah Laut, Kalsel.
Di sela kesibukan sebagai pengajar dan berwirausaha, Hayat mengajarkan pembuatan kain sasirangan kepada para difabel yang tinggal di sekitar rumahnya. Kepada mereka, ia tak mengutip biaya jasa mengajar. Bahkan Hayat merekrut warga difabel yang masih bisa menggerakkan tangan dan tubuhnya sebagai karyawan di rumahnya.
Hayat kini memetik hasil dari usaha kerasnya selama bertahun-tahun. Anak muda di daerahnya mulai senang memakai baju dari kain sasirangan, para orangtua tak hanya memakai kain sasirangan untuk ke pesta atau acara resmi, tetapi juga untuk busana sehari-hari. Selain itu, ia pun terpilih menjadi Pemuda Pelopor Kalimantan Selatan bidang agama, sosial, dan budaya 2021.
Rohayat
Lahir: Sei Tinggiran, 1994
Pendidikan: UIN Antasari Banjarmasin
Prestasi: Pemuda Pelopor Kabupaten Tanah Laut (Kalsel) 2021
Terbaik II Pemuda Pelopor Kalimantan Selatan Bidang Agama, Sosial, dan Budaya 2021