Para siswa yang mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) seakan tak percaya bisa meraih prestasi di bidang seni.
Oleh
Putu Fajar Arcana
·4 menit baca
Puluhan ribu siswa yang mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) seakan tak percaya bahwa mereka bisa berprestasi. Beberapa siswa bahkan menangis tersedu ketika menyaksikan penampilannya secara daring lewat layar video yang disaksikan langsung oleh dewan juri. Siswa lainnya melakukan ”ritual” aneh untuk mencapai prestasi yang mereka inginkan.
Novian, siswa kelas 12 SMA Negeri 10 Pandeglang, Banten, tersedu-sedu menyaksikan dirinya mampu memainkan naskah monolog berjudul ”Jangan Terlalu Dalam” karya Iswadi Pratama. Menurut dia, ia sama sekali tidak menduga dirinya bisa menembus perlombaan sampai ke tingkat nasional.
”Berlomba di kabupaten saja bagi saya, sudah tinggi, apalagi ini menembus nasional,” katanya sesenggukan. Ketika namanya diumumkan sebagai Juara III Bidang Monolog itu membuatnya seperti histeris menangis sejadi-jadinya.
”Saya sama sekali tidak percaya bisa berprestasi. Sebagai anak buruh tani, saya telah membuktikan bisa,” kata Novian, Jumat (3/9/2021) dari Pandeglang, Banten. Atas prestasinya itu, Novian ingin memperoleh kepercayaan diri untuk meneruskan studinya sampai ke tingkat yang bisa ia lakukan.
Juara I Bidang Monolog, Annastasya Putri Bachtiar, yang sedang belajar di SMA Negeri 1 Lembang, Kabupaten Bandung, berkali-kali harus menutup wajahnya ketika melihat aksinya di layar video. Begitu juga dengan Anak Agung Ayu Ngurah Jessika Nareswari, siswa SMA Negeri 1 Tabanan, Bali. Jessika bahkan tertawa lebar ketika melihat aksinya melompat-lompat di atas tempat tidur. ”Enggak percaya aja bisa begitu kelakuannya,” katanya.
Selain itu, Jessika juga mengatakan tak percaya mampu meraih pretasi yang tinggi karena ia cuma berlatih total untuk memainkan monolog ”Jangan Terlalu Dalam” sekitar 5-6 hari sebelum perekaman. ”Cuma lima hari, tapi berlatih dari jam pagi sampai sore, terkadang juga malam,” katanya.
Annastasya mengatakan, selama ini ia tidak bermimpi meraih prestasi tinggi. “”Pokoknya bisa ikut final nasional sudah cukup,” katanya.
Hal yang menarik dilakukan Setia Himnastitis Ibrahim, siswa SMA Negeri 1 Kota Ternate, Maluku Utara. Karena terlambat mengetahui pendaftaran lomba monolog, ia juga terlambat memulai latihan. ”Karena dituntut menghafal naskah, setiap latihan saya membasahi rambut agar otak saya lebih terbuka mengingat,” katanya. Cara itu, tambahnya, cukup membantu mempercepat proses penghafalan naskah. ”Pokoknya tiap latihan basahi rambut, ha-ha-ha…” kata Setia.
Sedangkan, Zainal Aldiansyah dari SMA Negeri 1 Tanjung Palas Timur, Kalimantan Utara, harus berlatih sampai subuh karena ia cuma punya waktu seminggu. ”Saya latihan dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore, istirahat, setelah itu bisa sampai subuh,” katanya. Oleh sebab itu, ia merasa bangga, kerja kerasnya dalam latihan mendapat apresiasi, sehingga mewakili Kalimantan Utara di tingkat nasional.
Peserta meningkat
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Prestasi Nasional Asep Sukmayadi mengatakan, dalam dua tahun terakhir FLS2N dilakukan secara daring dengan basis platform digital. Jika pada tahun pertama, perlombaan masih dalam tahap pencarian bentuk yang tepat, pada tahun kedua di masa pandemi sistem penyelenggaraannya sudah mulai ketemu. Inilah yang menyebabkan terjadinya lonjakan peserta secara lebih tajam.
”Seluruh peserta tahun 2021 berjumlah 16.346 dengan pengunggah karya 14.656 orang. Sementara tahun sebelumnya jumlah total 14.446 dengan pengunggah karya 12.835 orang,” ujar Asep Sukmayadi.
Peningkatan ini, tambah Asep, menjadi petunjuk bahwa semakin banyak siswa terlibat semakin terbuka peluang untuk menemukan bakat-bakat yang terpendam di berbagai daerah. ”Kita juga bisa terus mengkampayekan hastag #jujuritujuara. Tahun ini tema spesifik kita ’Seni Pulihkan Negeri’,” kata Asep.
Menurut dia, seni juga bisa memberikan dampak pemulihan terhadap berbagai dampak yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 selama hampir dua tahun terakhir. Selain itu, katanya, prestasi di bidang seni juga harus bisa menginternasional seperti bidang-bidang sains yang selama ini mengharumkan nama Indonesia.
Ketua Dewan Juri Bidang Monolog Imam Soleh mengatakan, pada saat para siswa melakukan proses latihan bermain monolog, mereka sebenarnya sedang melatih sensitivitasnya terhadap karakter manusia-manusia di sekitarnya.
”Tentu sensitivitas bermain monolog berkaitan dengan rasa empati. Jadi teater melatih kita untuk berempati, apalagi di masa pandemi seperti saat ini,” kata Imam.
Ia mencatat terdapat peningkatan kualitas penghayatan dan permainan dari para siswa peserta monolog yang jumlahnya mencapai 1.055 orang. ”Dan itu datang dari seluruh Indonesia. Saking banyaknya, kami melibatkan puluhan orang juri di tingkat provinsi. Jadi sangat antusias,” kata Imam Soleh.
Juri Tari Kreasi Maria Darmaningsih mengatakan, tari berkaitan dengan ekspresi tubuh, yang barangkali selama masa pandemi begitu tertekan. Sebagai penyintas Covid-19, ia bisa merasakan bagaimana tubuh mengalami tekanan bertubi-tubi, apalagi bagi mereka yang pernah menjalani isolasi. ”Jadi dengan tari, kita membebaskan tubuh dari tekanan. Dan ini penting buat para siswa,” katanya.
Prestasi, menurut Maria, hanya bonus dari kerja keras dan pembebasan diri dari tekanan yang telah dilakukan tahap demi tahap. Jadi, katanya, kalau kemudian memperoleh juara, itulah yang menjadi simbol dari keberhasilan membebaskan diri dari tekanan yang tidak mudah dilalui selama ini.