Rasa Empati Mahasiswa Berujung Inovasi di Tengah Pandemi
Mahasiswa berusaha menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk mencari solusi dari berbagai persoalan di tengah pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 menginspirasi kaum muda untuk membantu penanganan wabah tersebut. Sebagian mahasiswa berjibaku menciptakan inovasi untuk menyelesaikan persoalan yang muncul saat pandemi.
Empat mahasiswa Institut Teknologi Telkom Surabaya membuat crane untuk mengangkat peti berisi jenazah korban Covid-19 dari kamar jenazah ke mobil ambulans, lalu ke liang lahat dalam waktu singkat. Inovasi itu meringankan beban petugas pemakaman. Sementara itu, di kampus Universitas Indonesia, Almer Hafiz Yusuf dan kawan-kawan membuat permainan bernama Corona Go untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya virus Korona.
Inovasi yang diciptakan mereka berawal dari rasa empati. Mereka prihatin dengan berbagai persoalan di tengah masyarakat dan kemudian mencari solusinya. Beragam kejadian membuat para mahasiswa itu tergerak hatinya.
Koordinator tim Crane ITTelkom Surabaya Riyo Oktavian Pradana (21), mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro ITTelkom Surabaya dan kawan satu jurusan, Irfansah Wardhana (21) sering termangu ketika melihat tayangan banyak korban meninggal akibat terinfeksi virus SARS-CoV-2.
“Setiap hari selalu ada berita tentang korban pandemi. Bahkan, ada petugas pemakaman terinfeksi Covid-19. Sedih melihatnya,” ujar Riyo dalam wawancara lewat aplikasi Zoom pada Selasa (9/3/2021).
Sekitar November 2020, Irfan mengajak Riyo ke tempat pemakaman umum khusus untuk korban Covid-19 di Pakal, Kota Surabaya. Dua mahasiswa semester empat itu kasihan melihat para petugas harus bekerja keras mengangkat peti dari mobil jenazah lalu memasukkannya dengan liang lahat hanya dengan bantuan tali.
Dalam satu hari rata-rata satu tim petugas harus memakamkan hingga enam jenazah. “Tak hanya beban berat yang harus diangkat, mereka itu harus pakai baju hazmat. Tahu sendiri Surabaya panas sekali kan, waktu pemakaman harus cepat. Saya melihat mereka dari jauh, petugas pemakaman korban Covid-19 kasihan sekali,” lanjut Riyo.
Rasa empati kepada petugas pemakaman, membuat Riyo dan Irfan berpikir bagaimana cara meringankan beban para petugas pemakaman dan proses pemakaman bisa lebih cepat. Jawabannya membuat alat semacam derek.
Keduanya membawa ide itu ke dosennya di kampus. Walau di masa pandemi ini perkuliahan dilakukan secara daring tetapi diskusi mengenai usulan atau ide bisa terus berjalan di luar pembelajaran resmi dan dilakukan secara daring.
Para dosen sampai rektor ITTelkom Surabaya menyambut baik ide itu. Dengan cepat rektorat menunjuk tim yang terdiri dari para mahasiswa Jurusan Teknik Elektro dengan pendamping dosen dari berbagai jurusan baik teknik maupun non teknik.
Mereka bahu membahu bekerja di laboratorium kampus dibantu dosen. Sedangkan, dosen lain yang juga anggota tim, Ully Asfari menawarkan inovasi itu ke berbagai instansi pemerintah.
Dalam tempo satu bulan, terciptalah crane generasi pertama. Selain Riyo dan Irfan, tim Crane beranggotakan Siti Amina dan Robin Addwiyansah Alvaro S. Saat mempraktekkan pembuatan crane yang pertama, mereka merasa masih banyak bagian yang perlu diperbaiki.
Menurut Riyo, kekurangan paling mengganggu adalah baterai penggerak crane tidak bertahan lama dan kerja katrol belum seimbang sehingga kurang stabil saat mengangkat peti. Tim terus bekerja untuk menemukan titik gerak yang sesuai dan baterai yang lebih tahan lama.
“Tim desain dan mekanik terus bekerja sampai menemukan titik katrol yang pas sehingga katrol mengangkat peti jenazah dengan mulus, tidak goyang dan cepat. Kalau di generasi pertama baterai crane hanya bisa dipakai untuk tiga kali mengangkat peti jenazah, sekarang bisa 14 kali,” jelas Rifki Dwi Putranto, staf Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITTelkom yang mendampingi Tim Crane.
Tak hanya itu, crane berbentuk tempat tidur hidrolik dengan alat katrol itu saat ini bisa menjalankan tugas menaikkan lalu menurunkan peti jenazah dengan berat hingga 200 kilogram dalam tempo sangat cepat, 38 detik saja. Kampus ITTelkom Surabaya sejak akhir tahun 2020 hingga 12 Maret 2021 sudah menghibahkan alat tersebut ke Pemerintah Kota Surabaya, RSU Unair dan RSUD Sidoarjo untuk membantu pemulasaraan jenazah korban Covid-19.
Edukasi masyarakat
Inovasi lainnya datang dari kampus Universitas Indonesia Depok. Almer dari tim mahasiswa Laboratorium Product Development and Innovation Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik UI mengedukasi masyarakat menjalankan protokol kesehatan dengan menciptakan aplikasi mobile game Corona Go.
Gim tersebut bisa dipakai untuk meningkatkan kesadaran langkah preventif penyebaran Covid-19 dengan menguji variabel kesehatan, kesadaran, dan pengetahuan pengguna.
“Idenya, karena di awal Pembatasan Sosial Berskala Besar tahun lalu, banyak orang tak mau mengikuti anjuran pencegahan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Ternyata itu terjadi karena tidak mau tahu, tidak tahu, atau tidak menerima informasi dengan baik,” jelas Almer. , mahasiswa semester 8 program studi Teknik Industri yang juga ketua tim mahasiswa pengembang Corona Go.
Gim Corona Go menawarkan tiga karakter sesuai kondisi pengguna. Ada mahasiswa, karyawan, dan ibu rumah tangga. Ketika pengguna memilih salah satu karakter, pertanyaan dan permaiann yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi karakter yang dipilih. Semisal maahsiswa, ada pertanyaan bagaimana persiapan berangkat ke kampus, dalam perjalanan maupun saat belajar. Ada minigame menarik yang menantang tiap karakter untuk menghindari paparan virus korona. Jika benar, pengguna mendapat poin, jika salah poin dikurangi.
Permainan Corona Go digambarkan seperti simulasi kegiatan sehari-hari dalam masa pandemi ini. Dalam keseharian terkadang orang-orang melalui beberapa hal yang tidak terduga, tim menawarkan 100 kombinasi variasi event.
Almer mengatakan, edukasi dengan gim interaktif di gawai diharapkan tidak membosankan. Pengguna dapat secara aktif memilih aktivitas yang menurut mereka tepat. Dari sini, mereka akan mengetahui apakah pilihan mereka benar atau salah, sehingga pesan untuk patuh pada protokol kesehatan lebih mudah dipahami dan diingat.
Tim desain dan mekanik terus bekerja sampai menemukan titik katrol yang pas sehingga katrol mengangkat peti jenazah dengan mulus, tidak goyang dan cepat. Kalau di generasi pertama baterai crane hanya bisa dipakai untuk tiga kali mengangkat peti jenazah, sekarang bisa 14 kali.
Tim pengembang Corona Go beranggotakan delapan mahasiswa. Mereka dibimbing Kepala Laboratorium Product Development and Innovation Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Amalia Suzianti.
Untuk pengembangan aplikasi Corona Go, mereka berkolaborasi dengan Anoman Studio dalam kurun waktu Juli-September 2020. Tim mendapat dukungan dana hibah Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI. Saat ini aplikasi Corona Go telah dikembangkan hingga tahap purwarupa.
Almer mengatakan, sebenarnya tim ingin gim ini bisa diakses luas lewat Play Store. Namun, tahapan untuk bisa dipakai sebagai aplikasi, apalagi yang terkait edukasi mengenai Covid-19, ternyata tidak mudah karena harus mendapat izin dari pemerintah.
Meskipun, gim ini dibuat di masa awal pandemi, sebenarnya tetap bisa diperbaharui menyesuaikan kondisi pada kehidupan normal baru. Hingga kini, edukasi mengenai Covid-19 kepada masyarakat secara tepat tetap dibutuhkan.
“Sejauh ini baru selesai pengembangan. Sudah sempat diuji coba ke pengguna untuk mendapatkan input pengembangan selanjutnya,” kata Almer.
Baca juga : Corona Go dan EndCorona, Aplikasi Karya Mahasiswa UI Saat Pandemi
Ia berharap ada peluang aplikasi Corona Go dimanfaatkan secara masif. Pengembangan untuk variasi event dalam gim bisa dilakukan menyesuaikan perkembangan pandemi Covid-19 yang menuju ke era normal baru.
“Kami merasa senang bisa berkontribusi untuk mitigasi penyebaran Covid-19. Artinya, kami sudah bisa sampai menghasilkan produk yang dapat mengedukasi masyarakat dengan memanfaatkan gadget yang selalu dipakai orang saat ini,” ujar Almer.