Nasya Matram dan Nathania Matram Mendirikan Rumah Belajar Mawar Gratis
Dua saudara Nasya Matram dan Nathania Matram mendirikan tempat belajar gratis bagi anak-anak kurang mampu yang tinggal di sekitar rumahnya di Jakarta.
Tahun 2017, seusai lulus kuliah, Nasya Matram memiliki resolusi memberikan waktu lebih banyak untuk kegiatan sosial. Bersama sang adik, Nathania Matram, Nasya mendirikan Rumah Belajar Mawar untuk anak-anak kurang mampu.
Deretan prestasi akademis yang diraih Nasya dan Nathania tak membuat mereka cuek dengan sekitarnya. Pendidikan, apa pun bentuknya, membuka berbagai jendela kesempatan. Berhasil mendapatkan pendidikan yang baik, Nasya dan Thania pun ingin berbagi kepada lingkungannya di bidang pendidikan.
Nasya sering menjadi sukarelawan dalam berbagai kegiatan. Melihat situasi di sekitar rumahnya, di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, terbesit ide untuk membuat tempat bagi anak-anak kurang beruntung. Dia memilih nama Rumah Belajar Mawar sesuai dengan nama jalan rumahnya.
”Materi yang diajarkan di rumah belajar ini adalah matematika dan bahasa Inggris untuk murid sekolah dasar. Kelas diadakan setiap akhir pekan,” kata Nasya, yang diwawancara akhir pekan lalu.
Salah satu murid pertamanya adalah anak dari asisten rumah tangga mereka yang bersekolah tidak jauh dari rumah. Dari anak ini, berita mengenai adanya rumah belajar yang tidak memungut biaya semakin meluas di antara teman-temannya.
Sebelum pandemi merebak, Rumah Belajar Mawar menampung sekitar 40-50 murid sekolah dasar yang belajar setiap hari Sabtu. Sayangnya, kegiatan belajar bersama dihentikan sementara mulai Maret 2020.
Awalnya, rumah belajar memiliki sedikit siswa, sehingga semua bisa ditangani oleh Nasya dan Nathania. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak siswa yang datang, mereka kekurangan tenaga pengajar.
Tak mau patah semangat, mereka meminta beberapa temannya ikut mengajar. Selain itu, mereka membagi para siswa dalam beberapa kelas, dari pagi hingga sore hari. Setiap sesi, anak-anak akan belajar didampingi relawan pengajar selama 1,5 jam.
Bukan hanya mengajarkan pelajaran sekolah, di rumah belajar ini, anak-anak juga diajak mengikuti kegiatan di luar kelas. Salah satunya, mereka jalan-jalan ke Taman Margasatwa Ragunan.
Baik Nasya maupun Thania mengatakan, tidak ada kesulitan dalam melaksanakan kegiatan di Rumah Belajar. Biayanya sangat rendah karena memanfaaatkan rumah sendiri.
”Tapi bisa dibilang kesulitannya sedikit sekali. Mungkin karena ini adalah kegiatan nonprofit, ada saja bantuan buat kami, terutama dari segi sumber daya,” tambah Thania.
Walaupun demikian, mereka membuka kerja sama dengan pihak lain yang ingin menyumbang untuk kegiatan anak-anak tersebut. ”Kami pernah mengumpulkan donasi dari teman-teman dan hasilnya digunakan untuk jalan-jalan ke Kebun Binatang Ragunan. Anak-anak belajar banyak hal di sana,” kata Nasya.
Tentu saja, Nasya dan Thania sangat berharap pandemi segera berlalu agar mereka dapat bertemu lagi dengan murid-muridnya dan kembali mengajar. Kembali berbagi bersama teman-temannya. Semoga pandemi segera berlalu.
Kegiatan ini bukan hanya menyenangkan bagi anak-anak, tetapi juga para orang tuanya. Bagi para ibu, kegiatan ini sangat bermanfaat, anak-anak dapat mengisi waktu luangnya dengan kegiatan positif. ”Saya kadang terharu, ibu-ibu mereka mengantar anak-anaknya ke rumah. Semangat sekali,” kata Nasya yang merupakan lulusan terbaik di angkatannya.
Tentu saja, Nasya dan Thania sangat berharap pandemi segera berlalu agar mereka dapat bertemu lagi dengan murid-muridnya dan kembali mengajar. Kembali berbagi bersama teman-temannya. Semoga pandemi segera berlalu.
Ada salah satu cerita menarik yang dialami Nasya. ”Pernah suatu kali, saya pernah pesan gojek online. Bapak driver bertanya: Kak, ini alamatnya Rumah Belajar, ya? Iya Pak, kok tahu Pak? Tahu, kan, anak saya belajar di situ, Kak. Terima kasih ya Kak. Wah, rasanya senang sekali, ternyata saya juga dapat membawa manfaat untuk orang lain,” kata Nasya.
Dukungan dari para orangtua itu membuat mereka selalu bersemangat menjalankan kegiatan di rumah belajar.
Senang belajar
Nasya dan Nathania memiliki prestasi akademis yang luar biasa saat duduk di bangku kuliah. Seusai kuliah, mereka melanjutkan perjalanan mengikuti ujian-ujian sertifikasi profesi yang mendukung karier mereka.
Saat wisuda di Universitas Indonesia, Nasya dan Nathania duduk di kursi paling depan untuk wisudawan dengan pencapaian nilai tertinggi. Nasya lulus dari Kelas Khusus Internasional (KKI) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unirvesitas Indonesia dengan nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,89.
Adiknya, Nathania, mengambil jurusan yang sama dengan kakaknya. Dia meraih IPK 3,92. Nathania menjadi lulusan dengan IPK tertinggi di antara semua mahasiswa dari tujuh program KKI di tujuh fakultas di Universitas Indonesia.
Perjalanan dan keberhasilan akademis ini tidak terlepas dari rencana jangka panjang kedua orang tuanya. Sejak mereka lulus SMP, ayah Nasya dan Thania, Dandossi Matram yang sudah lama berkecimpung di dunia keuangan menganalisa data-data statistik seperti tingkat kelulusan, rata-rata Nilai Ebtanas Murni dari sekolah dan lainnya. Sang ayah juga mencari informasi sekolah mana saja yang ada di dalam daftar undangan FEB UI. Tujuannya, memuluskan langkah anak-anaknya untuk masuk universitas idaman, Universitas Indonesia. Berbekal hasil riset kecil tersebut, orangtua mereka menyusun strategi.
Ketika Nasya lulus SMP dengan dua nilai 10 pada NEM, orangtuanya memindahkan Nasya dari SMP Al Azhar ke SMA Santa Ursula Jakarta Pusat. Salah satu alasannya, rata-rata NEM dari siswi Santa Ursula lebih tinggi dari nilai NEM SMA 8 yang merupakan SMA negeri favorit di Jakarta. Dengan berbekal NEM tinggi, Nasya sangat berharap dapat diterima di FEB UI. Benarlah, Nasya diterima melalui jalur undangan tanpa ujian di FEB UI program KKI.
Nasya yang tadinya ingin menjadi dokter, akhirnya memilih masuk ke Jurusan Akuntansi FEB UI program KKI. Di program ini, selain kuliah di UI, berkesempatan juga untuk kuliah di universitas mitra UI di luar negeri. Dua tahun di FEB, Nasya melanjutkan ke Universitas Melbourne, Australia. Dia juga mengikuti pertukaran mahasiswa untuk kuliah di dua universitas lain, yaitu University of California, Berkeley, pada tahun 2016 dan University of Manchester pada 2017.
Walaupun mendapatkan nilai tinggi, ternyata Nasya tetap mengikuti kegiatan di kampus. Nasya merupakan salah satu anggota Mahasiswa Pecinta Alam UI dengan kegiatan yang tidak sedikit pula. Dia juga aktif dalam berbagai kegiatan, sesuai dengan kuliahnya, biasanya Nasya menjadi pencari dana.
Seusai lulus dengan nilai sangat memuaskan, Nasya melanjutkan kerja kerasnya sambil bekerja pada sebuah bank asing. Dia mengambil sertifikasi Chartered Financial Analyst (CFA). CFA merupakan salah satu sertifikasi profesi di bidang keuangan dengan ujian yang sangat sulit. Sepulang kerja, Nasya masih melanjutkan membaca buku-buku berisi modul ujian hingga lewat tengah malam. Untuk mendapatkan sertifikasi ini, seseorang harus ujian sebanyak 3 level. Tidak banyak peserta yang satu ujian langsung lulus. Nasya adalah salah satunya. Sayangnya, Nasya belum berhak mencantumkan gelar CFA di belakang namanya karena menurut peraturan CFA, gelar tersebut baru dapat dicantumkan bila seseorang minimal empat tahun bekerja di industri keuangan.
Menurut data dari CFA Society Indonesia, jumlah anggota aktif (yang membayar iuran keanggotaan) CFA saat ini berjumlah 252 orang, bisa jadi jumlah ini lebih kecil dari jumlah orang yang telah lulus ujian CFA. Dibandingkan dengan negara lain, jumlah anggota CFA di Indonesia bisa dibilang masih sangat sedikit. Di industri keuangan, tidak jarang seorang pemegang sertifikasi CFA menjadi rebutan berbagai perusahaan dan institusi keuangan.
Walaupun kakak adik, perjalanan akademis Thania berbeda dari kakaknya. Sejak kecil, hingga SMP tidak ada yang terlalu istimewa dari nilai-nilai Thania. Biasanya, dia berada di bawah rata-rata kelas. Thania belajar keras sekali ketika SMA karena termotivasi dengan prestasi kakaknya. Dia pun mendapatkan undangan untuk masuk ke FEB UI. Seperti kakaknya, dia lalu memilih kelas internasional.
Sayangnya, perjalanan hidup tidak sesuai harapan. Biaya kuliah di program KKI jauh lebih mahal daripada program reguler, sekitar Rp 30 juta per semester ditambah dengan biaya kuliah di universitas mitra di luar negeri. Ketika Thania mulai kuliah, dana yang dimiliki orangtua Thania tidak mencukupi. Dengan berat hati, orangtuanya menceritakan keadaan tersebut, Thania tidak dapat melanjutkan di program KKI, tetapi harus pindah ke program reguler. Thania sempat merasa terpukul.
Tidak semua pintu tertutup. Masih ada pilihan bagi Thania untuk kuliah di luar negeri seperti kakaknya walaupun tidak di Univesitas Melbourne seperti cita-citanya. Caranya, dengan mendapatkan beasiswa. Satu-satunya universitas yang menyediakan beasiswa adalah Univesitas Queensland untuk dua semester dari tiga semester yang harus dilalui. Syaratnya lumayan berat, yaitu mendapatkan IPK di atas 3,5. Padahal, selama ini prestasi akademis Thania biasa-biasa saja.
Tetapi, inilah satu-satunya jalan bagi Thania untuk mewujudkan impiannya. Thania bekerja sangat keras. IPK 3,9 dapat diraihnya, ditambah dengan beasiswa di Queensland. Di Queensland, Thania terus bekerja keras sehingga mendapatkan nilai 6,75 dari skala 7. Pulang ke UI, dia pun menyelesaikan studi dengan mendapatkan nilai tertinggi di antara seluruh mahasiswa program KKI di tujuh fakultas yang menyelenggarakan kelas internasional.
Saat ini, lulusan fakultas ekonomi jurusan akuntansi baru menyandang gelar sarjana ekonomi saja, belum mendapatkan gelar akuntan. Masih ada pendidikan lanjutan seperti Program Pendidikan Akuntansi dengan gelar Ak atau ujian sertifikasi Chartered Accountant (CA) dan Chartered Public Accountant (CPA). Thania melanjutkan pendidikannya.
Dalam satu tahun yang melelahkan, Thania berhasil menempuh tiga ujian berbeda untuk mendapatkan gelar Ak, CA, dan CPA. Seperti kakaknya, Thania juga sudah ujian CFA level 1 dan akan ujian level 2 pada Desember ini.
Belajar terus, lupa pacaran? ”Ha-ha-ha… tidak…alhamdulilah aku sudah ada jalan empat tahun. Tetapi, memang harus mencari pacar yang mengerti situasi kita,” kata Thania.
Menggaet sukarelawan
Rumah Belajar Mawar yang didirikan kakak beradik Nasya Matram dan Nathania Imanina Matram sejak tahun 2017 membutuhkan banyak relawan pengajar. Kebutuhan semakin mendesak ketika banyak anak-anak yang datang ke tempat itu untuk belajar matematika dan bahasa Inggris.
Saat ini, sedikitnya sudah ada 50 sukarelawan yang bergantian mengajar. ”Lokasi kami di Cilandak tidak terlalu jauh lagi pula satu kelas durasinya hanya 1,5 jam saja. Jadi teman-teman banyak yang tertarik,” tutur Nasya.
Temannya pun bertambah banyak karena tiba-tiba saja teman-temannya mengajak lagi teman-teman lain untuk mengajar di Rumah Belajar Mawar. Nasya mengatakan, tidak mengikat para sukarelawan tersebut karena khawatir mereka hanya bersemangat pada awal saja. Jadi, siapa pun boleh mengajar tanpa jadwal yang ketat.
Biasanya, pada pertengahan pekan Nasya bertanya pada teman-temannya siapa yang bersedia mengajar di akhir pekan ini sambil memberikan materi yang harus diajarkan. Materi untuk anak SD bisa dibilang masih sangat mudah untuk diingat kembali.
Walaupun sudah ada jadwal, terkadang ada saja sukarelawan yang tiba-tiba berhalangan. Nasya dapat dengan cepat mencari penggantinya. Nasya dan Thania pun terkadang mengajar untuk menggantikan teman yang berhalangan hadir. ”Tetapi, kadang ada yang baru menginformasikan pada hari Sabtu pagi, nah kalau ini agak ngeselin,” kata Nasya sambil tertawa.
Dalam menjalankan kegiatan rumah belajar, Thania membantu mengatur para relawan yang mengajar. ”Ada kisah lucu nih, waktu itu aku mengatur ada dua relawan satu cowok dan satu cewek untuk mengajar bareng. Eh, mereka jadi kenalan dan sekarang sudah pacaran hampir dua tahun,” kata Thania seraya tertawa lebar.
Baca juga: M Azra Kurniawan Berusaha Tancap Gas di Jalur Digimod
Dia mengatakan, senang sekali teman-temannya memiliki semangat tinggi untuk mengajar murid-murid tersebut. ”Sebagian besar temanku, sih, ingin memberikan sesuatu kepada masyarakat, tetapi sering kali tidak tahu harus ke mana dan bagaimana. Dengan mengajar di Rumah Belajar, mereka merasa sudah berkontribusi ke masyarakat, tanpa harus mengorbankan terlalu banyak waktu dan tenaga,” papar Thania. Kesukaan Thania terhadap anak kecil, membuat dia juga senang mengajar.
Jika memang terpaksa sekali Nasya dan Thania tidak ada di rumah, kegiatan di tetap dapat terlaksana. Asisten rumah tangga mereka sudah bisa mengatur anak-anak dan para pengajar yang datang.
Rumah Belajar juga pernah kedatangan mahasiswa untuk mengajar di sana. Bulan lalu, sebuah komunitas menyumbangkan buku dan alat tulis untuk anak-anak. Secara bergantian, anak-anak mengambil bantuan tersebut ke Rumah Belajar Mawar.
Nasya Matram
Lahir: Jakarta, 7 September 1995
Pendidikan:
- Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2013-2017)
- Bachelor of Commerce University of Melbourne (2015-2017)
- Pertukaran mahasiswa ke University of California, Berkeley (2016) dan University of Manchester (2017)
Penghargaan:
- Beasiswa Bachelor of Commerce Global Scholarship
- Peraih IPK tertinggi pada program Kelas Khusus Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2017)
Pekerjaan:
- Boston Consulting Group Indonesia (2019-sekarang
- Citi Indonesia (2017-2019)
Nathania Imanina Matram
Lahir : Jakarta, 8 Mei 1997
Pendidikan :
- Pusat Pengembangan Akuntansi Universitas Trisakti Jakarta (2019-2020)
- Faculty of Business, Economics and Law Jurusan: Akuntansi (Bachelor of Commerce), The University of Queensland (2018-2019)
- Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Indonesia (2015-2019)
Penghargaan:
- Peraih IPK tertinggi pada Program Internasional Universitas Indonesia
- Mahasiswa Perempuan dengan pencapaian IP tertinggi di FEB UI.
Pekerjaan:
- PricewaterhouseCoopers, Jakarta (Oktober 2020-sekarang)