Menanti Jawaban Lamaran Kerja
Para sarjana yang mendapat gelar melalui wisuda daring mulai berjibaku mencari pekerjaan. Puluhan lamaran tak kunjung membuahkan hasil. Kini, mereka menanti jawaban lamaran kerja.
Di masa pandemi Covid-19 dan ditambah maraknya penolakan RUU Cipta Kerja, ada para sarjana yang baru lulus kuliah sedang mencari pekerjaan. Mereka bersaing dengan pencari kerja lainnya, yang mungkin sudah punya pengalaman lalu terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah angkatan kerja pun semakin naik. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah angkatan kerja di Indonesia bertambah 1,73 juta orang menjadi 137,91 juta orang pada Februari 2020 dibandingkan dengan angkatan kerja Februari 2019.
Berdasarkan data di salah satu situs pencari kerja, Jobstreet, lowongan kerja sebenarnya tetap ada. Meskipun jumlah lowongan kerja yang tersedia masih di bawah sebelum Covid-19, perekrutan sudah semakin meningkat. Namun, jumlah pencari kerja juga meroket, membuat persaingan mendapatkan panggilan kerja pun ketat.
Sebelum pandemi, lowongan kerja di JobStreet.com mencapai 30.000 lowongan per bulan dari 10.000 perusahaan. Dalam kurun waktu Maret-Mei 2020 ketika masih pembatasan sosial bersakal besar (PSBB), angkanya turun menjadi 8.000-10.000 lowongan kerja per bulan. Pada Juni, ketika PSBB transisi, angkanya naik menjadi 20.000 lowongan kerja per bulan.
Ery Rambu (23) memutuskan pulang ke Tangerang Selatan setelah lulus sidang skripsi dari STIE Perbanas Surabaya, Jawa Timur, Agustus 2020. Calon sarjana Akuntansi ini telah mengirim lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan selama pandemi.
Dia melayangkan 20 lamaran ke berbagai perusahaan melalui platform pencari kerja, Jobstreet dan Linkedln. ”Rasanya deg-degan, setiap hari mengecek e-mail, apakah ada tanggapan untuk lamaran saya atau tidak. Selama masih banyak perusahaan besar yang membuka lowongan, saya merasa optimistis,” kata Ery, di Tangerang Selatan.
Sejauh ini, dia telah dipanggil dari empat perusahaan untuk wawancara, baik secara daring maupun bertemu langsung. Rentang waktu menunggu tanggapan atas lamaran pekerjaannya dari beberapa perusahaan pun cukup singkat. Perusahaan kecantikan asing tempat Ery melamar bahkan memberikan respons hanya dalam waktu dua minggu atas lamarannya. Kini, dia menunggu hasil wawancara kerja tersebut.
Saat ini, Ery memilih menunggu proses seleksi lamaran kerjanya dan belum menambah lamaran pekerjaan untuk sementara waktu. ”Pandemi ini tidak mengubah dan mengurangi optimisme saya terhadap masa depan. Saya melihat beberapa respons dari perusahaan mereka ternyata masih membutuhkan orang, mereka tetap terlihat antusias dalam menyeleksi pelamar,” ujarnya.
Di sisi lain, sarjana baru lulus yang sudah memiliki pengalaman kerja bernasib hampir sama dengan Ery. Lamaran kerja yang dikirimkan ke perusahaan tak kunjung ada balasan.
Didi Darmadi (28) resmi menyandang gelar sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Bekasi, lewat wisuda daring bulan lalu. Perjuangan mencari kerja sudah dimulai sejak lulus sidang skripsi pada Juli 2020. Lamaran kerja melalui surat ataupun daring lewat situs kerja tak putus dilayangkan, tetapi tak ada tanda-tanda dipanggil untuk wawancara kerja.
”Saya kuliah sambil kerja dan sempat dua tahun cuti kuliah. Saya berharap dengan kuliah lagi bisa semakin meningkatkan peluang mendapat kerja lebih baik. Dari banyaknya surat lamaran, yang merespons 2-3 perusahaan, itu pun bilang masih akan dicek apakah sesuai kriteria atau tidak,” ujar Didi yang dihubungi dari Bekasi, Senin (19/10/2020).
Harapan Didi untuk segera mendapat kerja begitu besar. Sejak pandemi, Didi dirumahkan oleh hotel tempatnya bekerja. Alhasil, Didi menguras tabungan untuk menyelesaikan kuliah.
”Sudah hampir dua bulan aku mencari lewat situs lowongan kerja. Kiriman informasi ke e-mail soal lowongan kerja selalu ada. Aku coba dari perhotelan, rumah makan, sampai yang terkait komunikasi sesuai dengan gelarku. Tetapi, belum ada yang berjodoh,” kata Didi.
Apabila Didi masih menunggu kelanjutan lamarannya, Muchlas Adi Nugroho, sarjana Ilmu Pemerintahan dari Universitas Diponegoro, Semarang, memilih pulang ke rumahnya di Klaten, Jawa Tengah. Adi sudah memasukkan informasi tentang dirinya di situs Linkedln, tetapi masih belum serius menjelajahi lowongan kerja yang tersedia.
Kini, dia sedang bekerja paruh waktu di event organizer milik kakak angkatannya di Undip. Dia lebih yakin mencari pekerjaan setelah ada pengalaman kerja di portofolio dirinya.
Sementara itu, Eka N Hastuti (19) juga tengah berusaha mencari pekerjaan di tengah pandemi. Eka telah bekerja selama satu tahun lebih sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan percetakan kemasan di Jakarta Barat. Namun, dia tidak puas dengan pekerjaan saat ini karena gajinya kecil.
”Bulan Juli lalu, aku sudah melamar di semacam perusahaan akuntansi di Jakarta Pusat dan diterima. Tetapi, gajinya lebih kecil dan lokasinya jauh, jadi aku sedang mencari lowongan di perusahaan lain,” tutur Eka yang adalah mahasiswa baru Jurusan Manajemen di Universitas Terbuka Jakarta.
Sembari menunggu lowongan, Eka berkonsultasi dengan kenalannya untuk memperbaiki curriculum vitae (CV). Susunan CV milik Eka ternyata belum tersusun dengan rapi dan tidak mencantumkan banyak keterangan penting, seperti pengalaman bekerja, sertifikat keterampilan, dan kontak untuk dihubungi.
Eka mengakui, dirinya berharap dapat segera menemukan pekerjaan yang lebih baik. Dia terus memantau kabar lowongan baru melalui platform daring Jobstreet dan Indeed atau melalui kabar dari kenalannya.
Akan tetapi, prospek untuk bekerja di tempat lain pada tahun ini terlihat tidak begitu cerah akibat pandemi Covid-19. ”Untungnya aku setidaknya masih ada pekerjaan, jadi enggak begitu down. Semoga aku bisa mendapat pekerjaan yang baik dengan gaji yang baik,” tuturnya.
Bagas Audi Ginting, sarjana hukum dari Universitas Sebelas Maret, yang diwisuda daring pada Mei lalu, masih berharap bisa mendapat panggilan untuk menjadi karyawan tetap atau kontrak. ”Sekarang aku masih kerja paruh waktu di Jakarta. Kalau untuk karyawan tetap/kontrak belum, masih mencari dan menunggu pengumuman,” ujar Bagas.
Mencoba mandiri
Hikmatun Hasanah (23) yang lulus dari program S-1 Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, sejak Juli 2020, merasa kecewa karena perusahaan impian yang disasarnya sedang tak menerima lowongan kerja. Perempuan yang akrab disapa Iik ini ingin menjajaki karier impian di dunia penerbangan, tapi yang didapat perusahaan justru mengurangi karyawan alias PHK.
”Aku masih berharap bisa berkarier sesuai dengan impian aku. Tapi, situasi pandemi Covid-19 membuat rencana jadi tak mulus. Aku juga masih melihat saja situasi sambil mengerjakan freelance jadi MC yang sudah aku jalani,” ujar Iik yang akan wisuda sekitar November.
Sambil menunggu peluang kerja impian datang, Iik sibuk menjalani freelance sebagai MC acara pernikahan dan lamaran yang sudah dilakoni sejak masa kuliah. Saat akhir pekan, Iik yang tergabung di suatu EO sibuk memenuhi undangan sebagai MC pernikahan dan lamaran di sekitar Tangerang dan Cilegon. Bahkan, sampai tahun 2021 sudah ada yang mem-booking.
Iik mengisahkan, sejak masih SMA, dirinya sudah sering dipaksa untuk tampil di depan umum dan menjadi MC. Awalnya untuk acara-acara sekolah, terus di organisasi Paskibra Kabupaten Tangerang. Lalu, dikasih kesempatan menjadi MC diklat, pelatihan, dan semacamnya. Berlanjut di kampus, dia sering didapuk menjadi MC acara-acara formal kampus.
”Akhirnya karena teman-teman tahu saya sering menjadi MC, ditawari menjadi MC akad nikah. Saya tanya beberapa teman yang sudah lebih dulu nge-MC wedding, Googling, menonton Youtube akhirnya memberanikan diri untuk trima tawaran MC wedding,” kata Iik.
Iik beruntuntung karena hobi yang diseriusi bisa membuatnya mandiri di masa pandemi. ”Tapi, aku tetap mau mencoba melamar pekerjaan impian aku. Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa pulih dan perusahaan yang aku incar buka lowongan,” ujar Iik.
Persaingan ketat
Country Manager PT JobStreet Indonesia Faridah Lim di acara daring Membantu Pekerja dan Perusahaan di Indonesia Membangun Kembali Bisnis dan Karier Mereka, Rabu (7/10/2020), mengatakan, saat ini, persaingan mengisi lowongan kerja semakin ketat. Sebenarnya, lowongan kerja tetap tersedia, tetapi dengan jumlah yang masih belum normal dibandingkan dengan tahun lalu.
”Sebelum pandemi Covid-19, untuk satu lowongan kerja rata-rata dilamar 400 orang, setelah pandemi rata-rata 850 pelamar. Untuk posisi tertentu ada yang sampai ribuan. Artinya, persaingan memang semakin ketat,” kata Faridah.
Jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak berbanding lurus dengan jumlah pencari kerja yang melonjak. Hal ini terlihat dari akses ke JobStreet.com yang naik 11 persen dibandingkan dengan periode yang sama. Saat ini, peluang kerja lebih banyak yang membutuhkan keahlian digital.
Baca juga: Lowongan Kerja Terbuka Menuntut Keterampilan Baru
Sementara lowongan pekerjaan yang masih berpeluang merekrut pekerja dalam enam bulan ke depan yakni untuk mengisi posisi bidang penjualan atau pelayanan konsumen, administrasi, staf sumber daya manusia, akuntansi, dan teknik. Selanjutnya, teknologi informasi, pemasaran, pabrik, manajemen, transportasi dan logistik, serta perbankan dan keuangan.
Sedangkan lima industri yang masih merekrut pekerja di masa pandemi yakni manufaktur/produksi, general trading dan grosir, perbankan, layanan keuangan, ritel, dan teknologi informasi. ”Perusahaan IT selalu terbuka. Tapi, jumlah lowongan tidak terlalu banyak karena dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, kan, pekerja jadi efektif,” kata Faridah.
Faridah mengatakan, masih terbukanya peluang kerja di masa pandemi, perusahaan menuntut keahlian yang selalu baru sesuai dengan kondisi saat ini. Dari sisi perekrutan, kini perusahaan mewawancarai calon karyawan melalui platform digital.
”Untuk fresh graduate ataupun yang sudah berpengalaman kerja, skill sekarang ini penting untuk familier dengan teknologi digital. Contoh sederhana, saat interview kini sudah dengan teknologi. Tetapi, masih ada pencari kerja yang dihubungi wawancara virtual masih belum familier dengan aplikasi yang biasa dipakai saat ini,” kata Faridah.
Menurut dia, masa ini memang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan diri supaya tetap relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Banyak perusahaan yang merumahkan karyawan, tetapi anehnya membuka lowongan kerja. Hal ini karena ada perubahan cara kerja yang lebih membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan digital.