Bekerja Tak Lagi dari Kantor
Saat pandemi, banyak mahasiswa yang memilih menjadi pemagang secara daring. Cara ini lebih efektif untuk tetap mempunyai kegiatan selama harus jaga jarak atau berada di rumah saja.
Bekerja tak lagi mesti hadir di kantor setiap hari. Pandemi Covid-19 yang mengharuskan jaga jarak membuat tren bekerja dari rumah hingga remote working semakin tak asing. Bekerja jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi digital pun sudah dirasakan mahasiswa yang menjadi pemagang.
Natalya Verity Dapu (20), mahasiswa fashion management Binus Northumbria School of Design di Jakarta, sedang asyik-asyiknya menjalani magang di majalah fashion digital Clara Indonesia di Jakarta mulai Maret 2020. Dia berkesempatan menghadiri beberapa peluncuran produk fashion merek ternama dengan undangan sebagai reporter mode. Bahkan, dia yang tadinya hanya mengikuti para senior Clara, kemudian dipercaya untuk hadir seorang diri di acara peluncuran produk mode.
”Aku memang sudah mengincar untuk magang di majalah fashion gitu. Karena pandemi Covid-19, pas diberlakukan PSBB dan kuliah jarak jauh, magangnya berubah total jadi online. Untuk tiga bulan berikutnya enggak ada lagi ke kantor, enggak ada lagi menghadiri langsung undangan acara,” ujar Natalya, yang dihubungi dari Kota Manado, Sulawesi Utara, Jumat (31/7/2020).
Natalya pun harus menerima kenyataan yang menjadi pemagang dengan mengerjakan artikel fashion dari siaran pers maupun tulisan kreatif sesuai arahan pembimbingnya dari layar laptop. Meskipun singkat, tadinya dia bisa merasakan langsung suasana kerja di redaksi media, menghadiri peluncuran produk mode merek ternama, dan merasakan suasananya yang meriah dan glamor. Dia juga beraktivitas dari kantor ke tempat acara lalu balik lagi ke kantor setiap hari.
”Aku, kan, tadinya tinggal di asrama kampus. Tapi, penghuninya disuruh ngosongin. Akhirnya aku jadi pulang ke rumah orangtua di Manado. Sisa magang sampai Juli kemarin ya dikerjain dari Manado,” ujar Natalya.
Menjalani magang daring secara penuh dilakoni Yusri Rahmadany, mahasiswa semester VII Program Studi Teknologi Rekayasa Multimedia di Telkom University di Bandung. Dia magang selama dua bulan di bidang animasi di GameLab Studio yang berkantor di Salatiga, Jawa Tengah, yang memang menawarkan program magang secara online maupun offline. Dia menjalani magang secara daring pada Juli-September 2019.
”Tadinya mau magang di Yogya, tapi harus tiga bulan, yang berarti sudah masuk kuliah. Terus dikasih tahu teman kalau di GameLab bisa magang online. Jadi solusi buat aku supaya tetap bisa kuliah pada September,” ujar Yusri, yang kini berada di rumahnya di Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Ketika memulai magang online, Yusri tetap berada di Bandung. Dia mengerjakan masa magang di kos dan di kampus. ”Padahal, enggak pernah ke Salatiga. Enggak ada teman, aku enggak berani. Makanya aku pilih magang online saja. Ada rasa sesal juga sih, masa magang gak pernah merasakan suasana kantor gitu,” cerita Yusri seraya tertawa.
Pada saat melaksanakan tugasnya sebagai pemagang, akses internet menjadi penting. Yusri harus melaporkan kemajuan kegiatan harian yang sudah diatur di platform GameLab. Saat jaringan Wi-Fi di kosnya bermasalah, Yusri pun berjalan kaki ke kampus untuk membuat laporan dan mengerjakan desain lingkungan untuk animasi yang ditugaskan pembimbingnya.
”Tiap hari harus melaporkan progres kerjaan pada pukul 10.00 dan pukul 16.00. Komunikasi lewat grup WA gitu dengan dua pembimbing dan satu pimpinan,” tutur Yusri.
Mulai Agustus-November, Yusri kembali menjalani magang online. Kali ini dia bergabung di Jagad Creative yang berkantor di Bandung sebagai content creator. ”Di rumah sudah merasa gabut nih. Makanya Oktober nanti mau kembali ke Bandung supaya sempat juga merasakan magang dengan suasana kantor,” ujar Yusri.
Menjadi volunter
Aktivitas yang dijalani mahasiswa secara daring di masa pandemi ini tak hanya magang, tawaran jadi sukarelawan secara daring juga terbuka bagi mahasiswa. Kegiatan itu tentunya bisa menjadi lebih bermakna dan tidak membosankan saat kita harus berada di rumah saja.
”Aku dapat informasi dari teman gitu kalau ada lowongan jadi relawan untuk acara Olimpiade Sains Kuark atau OSK 2020 untuk siswa SD oleh majalah sains Kuark di Jakarta. Acaranya tahun ini jadi online. Nah, kebetulan yang dibutuhkan yang bisa mengedit video untuk diunggah di media sosial Kuark,” cerita Hanna Rizqhiani (22), yang baru lulus dari Program Studi Bisnis Manajemen Universitas Widyatama, Bandung, Jawa Barat.
Hanna pun terlibat sebagai relawan selama sebulan pada Juni-Juli 2020. Dia berkenalan dengan tim Kuark lewat komunikasi suara maupun rapat online, tanpa pernah menginjakkan kaki di kantor Kuark di Jakarta. Hanna banyak mengerjakan pengeditan video yang dikirim dari para peserta OSK sehingga layak diunggah di media sosial Kuark.
”Aku hobi editing video. Benar-benar belajar sendiri dari Youtube. Ada kesempatan jadi volunter aku ikutan saja. Eh, tidak tahunya aku dapat bayaran. Ini pertama kali hasil editan video aku dibayar,” ujar Hanna, yang segera mulai bekerja di bidang keuangan di Sukabumi, Jawa Barat.
Pengenalan dunia kerja yang sesungguhnya memang jadi bagian dari memberikan pengalaman kepada mahasiswa. Namun, berkembangnya tren bekerja secara daring baik karena dampak pandemi Covid-19 maupun karena perkembangan teknologi digital membuat mahasiswa pun mulai beradaptasi.
”Waktu kerja jadi fleksibel, enggak tegang. Kalau kerja di kantor kan berasa diawasi terus oleh senior di sana,” kata Natalya.
Menurut Natalya, ada penyesuaian yang harus dilakukan. Dia yang biasanya bisa membahas langsung hasil tulisannya dengan pembimbing, kini terbatas lewat aplikasi percakapan. ”Mesti rajin chatting untuk tahu bagaimana respons pembimbing dengan tulisan artikelku. Sudah begitu, di Manado, kan, lebih cepat 1 jam dengan Jakarta. Kadang tugas datangnya pas lagi jam makan siang gitu,” kata Natalya.
Bagi Yusri yang memang lebih senang bekerja di belakang layar daripada bertemu dengan orang banyak, magang secara online bisa dinikmatinya. Awalnya dia harus membiasakan diri berkomunikasi dan mendapat arahan secara tertulis lewat pesan WA.
”Aku sempat stres dan diare tiga hari. Soalnya materi banyak dan baru. Beda juga, kan, magang dengan kuliah. Kalau magang, kan, produksi tiap hari, sedangkan kuliah kan kalau ada proyek diberi jeda waktu. Tapi lama-lama aku menikmati,” ujar Yusri.
Yusri pun merasakan kenikmatan bisa magang, tetapi dia tetap bisa melakukan aktivitas lain. Saat kuliah pun, Yusri tetap bisa melanjutkan jatah magang yang belum selesai.
Tren dunia kerja kini bukan lagi bekerja dari rumah atau work from home. Rosa Cindy (23), yang bekerja di sebuah perusahaan start up di Jakarta, menjalani remote working yang bisa bekerja dari mana saja. ”Setiap orang bisa memilih jam kerjanya sendiri dan kerja dari mana saja,” ujar Rosa.
Rosa, yang alumnus Universitas Multimedia Nusantara di Tangerang Selatan, ini sudah 2,5 tahun bekerja di bidang di media relations di perusahaan bidang social enterprise yang membuat wadah bagi komunitas sosial menggerakkan kampanye sosial.
Perusahaan tempat Rosa bekerja mengambil kebijakan untuk melanggengkan kerja jarak jauh yang tadinya bekerja dari rumah menjadi full remote work. Menurut Rosa, remote working berbeda dengan bekerja dari rumah. Bagi dia, bekerja dari rumah lebih mengadaptasi kerja offline ke rumah, misalnya ada jam kerja yang diatur kantor, meeting dan diskusi mengandalkan video call.
”Tapi, kalau remote beda, misalnya karyawan bisa memilih mau aktif kerja di jam berapa pun yang penting tetap 8-9 jam kerja per hari. Dan, ada waktunya juga bekerja di jam yang sama dengan tim,” kata Rosa.
Rosa mengatakan, kini dirinya merasa lebih bebas memilih jam kerja. ”Tidak perlu macet-macetan, dan nanti setelah virus korona kelar bisa kerja dari mana saja,” kata Rosa.
Saat ini, Rosa mengatakan masih perlu beradaptasi dengan gaya remote working dan menyamakan pemahaman bersama satu rekan tim. Tidak dipungkiri terkadang level pemahamannya berbeda sehingga dapat menyebakan salah dalam berkomunikasi.
”Yang paling berasa sih kehilangan bisa ngobrol ringan dengan teman kantor. Kalau di kantor, kan, suntuk sedikit ada ngobrol sama teman. Tapi kalau remote, kan, tidak bertemu, tidak terlalu banyak ngobrol. Mesti atur waktu yang beda untuk ngobrol sendiri,” kata Rosa.
Mencari peluang
Selagi masih muda, mahasiswa diharapkan bisa lebih banyak mencai peluang untuk mendapat pengalaman din dunia kerja. Dicky Maryoga Hutadjulu, dosen di Fashion Management Binus Northumbria School of Design Jakarta, mengatakan, mahasiswa harus siap dengan tren dunia kerja di masa depan. Kesempatan magang secara daring menjadi pengenalan untuk belajar dunia kerja secara nyata, termasuk tentang bekerja jarak jauh.
”Kami lebih mendorong mahasiswa untuk jadi entrepreneur dengan buka brand sendiri di bisnis fashion. Namun, yang mau kerja kantoran juga ada.
Mahasiswa ditantang untuk mampu melihat peluang dengan perkembangan dunia digital saat ini dan beradaptasi dengan tren bisnis dan dunia kerja,” ujar Dicky.
Monica Anggar selaku Human Resources Expert dan Podcaster askHRlah di Di acara webinar bertajuk ”Life After Covid-19: Indonesian Startatup Adapts to Full Remote Work Permanently” yang digelar Campaign.com, beberapa waktu lalu, mengatakan, pandemi Covid-19 memaksa sebagian besar sektor bisnis menjalankan kebijakan kerja dari rumah. Bekerja jauh dari kantor nyatanya tetap bisa dijalankan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Menghadapi era normal baru atau new normal, kebiasaan bekerja dari rumah diyakini tetap berlanjut, bahkan kini muncul ide untuk mengenalkan bekerja jarak jauh (full remote work) di dunia bisnis. Mahasiswa sebagai calon sumber daya manusia di dunia kerja juga mulai diperkenalkan dengan magang online.
Monica Anggar menilai, di era normal baru, sepertinya WFH bisa terus berlanjut untuk pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah. ”Saya melihat, perusahaan jadi mulai fleksibel untuk memberlakukan mana yang bisa WFH ke depannya,” katanya.
Monica tidak menampik tren full remote work ke depan bisa saja berkembang. Bisa jadi, cara bekerja tersebut menjadi tren untuk kalangan fresh graduate. ”Umumnya anak muda yang baru lulus kuliah suka kerja di start up, lebih mau banyak belajar. Terus, berasa puas bisa bersama-sama membangun bisnis dari nol,” ujar Monica.