Kreativitas Kaum Rebahan
Meski berada di rumah saja, di musim liburan sekolah ini, banyak anak muda yang tetap berkarya. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di antara waktu yang longgar.
Kreativitas harus tetap hidup meski kita beraktivitas di rumah saja. Banyak anak muda yang tak mau menjadi kaum rebahan tanpa hasil nyata. Mereka terus bergerak mengasah kemampuan sekaligus menghasilkan sebuah karya. Sobat Kompas Muda sudah membuktikan hal itu.
Keharusan tinggal di rumah selama pandemi Covid-19, awalnya disambut dengan senang hati. Salah satunya, karena kita tak perlu tergesa-gesa beraktivitas ke sekolah. Namun, lama kelamaan rasa bosan pasti ada. Kini saatnya, kreativitas bermunculan dari para kaum rebahan untuk unjuk karya meski dari rumah saja.
Magangers Kompas Muda yang umumnya saat ini baru lulus SMA/SMK dan kuliah, berbagi kisah tentang bagaimana mereka berkarya. Di tengah kesibukan melakukan sekolah atau kuliah secara daring dan melimpahnya waktu berada di rumah, membuat sejumlah magangers menekuni hobi atau minatnya yang sempat terbengkalai di tengah kesibukan sekolah.
Dara Qaisara Bathisyia, mahasiswa semester 2 Program Studi Teknik Industri Binus University, menyukai dunia penulisan. Peluang jadi magangers di Kompas Muda saat dirinya masih di bangku SMA pun membuatnya makin jatuh cinta dengan menulis. Apalagi, Thisyia punya mimpi untuk bisa menghasilkan suatu karya, entah buku cerita atau puisi.
“Satu bulan belakangan ini aku mulai terpikir untuk mengasah lagi kemampuan menulis. Aku ingat ada feedback dari editor Kompas Muda soal tulisan yang pernah aku kirim. Tulisanku soal konser penyayi Kunto Aji gitu, dibilang belum terlalu mengalir. Jadi belum bisa dimuat. Aku teringat terus dengan masukan ini,” ujar Thisyia yang dihubungi di rumahnya di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Kesibukan menjadi anak teknik dengan berbagai tugas kuliah membuat Thisyia sempat lupa untuk mengasah kemampuan menulis yang sudah tumbuh dalam dirinya. Baru satu bulan belakangan ini saat semakin lama di rumah, Thisyia merasakan dorongan untuk membongkar kembali tulisan Kunto Aji yang tak sempat dikerjakannya.
“Aku coba untuk menulis ulang lagi. Bukan untuk dikirim sih karena udah lama juga acaranya. Tapi aku beranikan untuk kirim hasil tulisanku ke teman-teman. Ada yang bilang sudah bisa kebawa dengan tulisanku, ada yang belum. Aku jadi tambah semangat gitu untuk rutin menulis lagi,” kisah Thisyia yang memilih posisi reporter saat ikut magangers.
Dia pun menantang dirinya sendiri untuk bisa rutin menulis. Setidaknya, ia menyediakan tiga hari dalam seminggu untuk belajar menulis cerita fiksi seperti cerita pendek dan puisi. Dia membeli beberapa buku penulis yang disukainya. Dia melahap buku-buku Sapardi Djoko Damono untuk belajar menulis pusi dan novel karya Dewi “Dee” Lestari.
“Aku juga baca buku puisi karya teman mangangers Joshua. Aku ingin tahu aja gimana gaya menulis orang lain, apa cocok dengan aku atau gimana,” ujar Thisyia.
Thisyia mengaku dirinya saat ini sedang menyeriusi proyek menulis puisi dan cerpen. Dia sudah menuangkan ide di kepalanya ke dalam tulisan. “Sudah setengah sih. Cuma aku masih hapus, tulis gitu. Masih belum pede,” ujar Thisyia tertawa.
Selain menyibukkan diri dengan menulis, Thisyia juga ikut kursus daring yang terkait dengan kuliahnya. Thisyia hendak mendalami program desain bagi anak teknik (autocad). “Aku enggak jago nih desain. Pas dapat info ada sekolah desain yang bagus yang online gitu, aku ikutan. Ada diskon juga kan, jadi makin mau ikut. Seru sih. Apalagi nanti di akhir harus buat produk gitu,” cerita Thisyia.
Magangers Kompas Muda yang lain, Chrispinus Bimo Pinanditho alias Dhito, tetap mencoba kreatif bersama teman-teman bandnya Skyline. Sejumlah rencana konser live seperti di kampus Universitas Parahyangan Bandung yang semestinya April lalu ambyar gara-gara virus Corona.
Dhito yang memegang bas sudah terlibat band semasa SMP. Vokalis dan gitaris utama Skyline, Gerald Timotheus menciptakan single dalam bahasa inggris dari buah pengalamannya. Singel berjudul "How Do You Heal a Broken Heart" yang dirilis akhir 2019 di spotify, bisa dibilang sukses. Pendengarnya bisa mencapai sekitar 80.000.
“Yang singel kedua di awal 2020 berjudul I Need to Go bisa tembus 100.000 pendengar. Kan jadi tambah semangat,” ujar Dhito yang baru lulus dari SMA Pangudi Luhur Bernardus Cikarang ini.
Perjuangan menjadi anak band bagi Dhito mulai terbayar, karya mereka mulai diakui. Kini mereka pun ditangani manajer dari label rekaman indi. Meskipun perjalanan bermusik bisa naik turun, seperti di single ketiga "Why Are People Acting Like They Care to Me" yang tidak secemerlang single pertama dan kedua. Namun single keempat sudah siap diluncurkan dengan judul "My Happy Place".
“Karena enggak bisa manggung langsung, kami buat model konser di rumah gitu. Masing-masing anggota Skyline buat video dari rumah, main musik. Lalu entar digabungin sehingga tetap bisa menghadirkan pertunjukkan yang dishare di Instagram,” ujar Dhito.
Kesibukan di band tak sepadat saat sebelum Covid-19 membuat Dhito merasa punya banyak waktu luang. Dia melirik kembali kegiatan jualan mainan yang sempat dilakoninya. Sejak Skyline mulai sibuk, Dhito sempat melupakan bisnis jualan mainan secara online.
“Aku nih gabut gitu kalau di rumah saja. Ya udah, mikir aja untuk terus punya kegiatan,” kata Dhito.
Dhito berkisah sebanrnya dia hobi bisnis online. Dia menjual mainan bekas di Instagram. “Laku sih. Kayak mainan sudah lama, mainan bekas dari restoran cepat saji. Saya taruh aja di IG. Ternyata banyak yang nanya untuk beli, apalagi kalau koleksi langka. Ternyata laku,” kata Dhito.
Karena enggak bisa manggung langsung, kami buat model konser di rumah gitu. Masing-masing anggota Skyline buat video dari rumah, main musik. Lalu entar digabungin sehingga tetap bisa menghadirkan pertunjukkan yang dishare di Instagram.
Bahkan, Dhito bisa berburu ke pengepul mainan di luar kota. Dia tak keberatan bepergian dari Cikarang ke daerah pelosok demi memburu mainan di pengepul. “Saya sekarang cari di IG karena enggak bisa kemana-mana kan. Kalau dulu saya cari ke pelosok, datangi ke pengepul mainan. Tinggal bersihin dan layak jual ya dijual,” kata Dhito
Menggiatkan kembali bisnis online jualan mobil bekas sudah sebulan dilakoni kembali oleh Dhito. Hasilnya lumayan, dia mengaku dapat ratusan ribu rupiah, padahal modal kecil. Bahkan dia sering menodong temannya sehingga dapat mainan bekas dnegan gratis atau harga teman.
“Kalau sekarang aku malas nge-post photo, bikin story aja di IG. Siapa yang mau dicariin mainan, pada japri di DM IG-ku. Kalau ada barang ready langsung dikirim,” ujar Dhito
Menurut Dhito, pelanggannya malah kebanyakan para bapak yang suka berburu mainan mainan mobil-mobilan. Kalau mainan animasi biasanya disukai teman sebaya. “Kan biasa bapa-bapa penggemar otomotif. Ada yang minta cariin mobil Ford. Ada teman punya, saya ambil dan jual. Dengan teman kadang nego sadis, Kalau sdh berdebu gak dipakai, gw bayarin dan jualin harga lebih tinggi,” kata Dhito.
Dhito juga jadi reseller makanan. Apapun dia lakukan supaya bisa sibuk. “Aku malah mikir, kalau kegiatan di luar sekolah kok rajin dan getol ya. Sekolah malah kadang males-malesan,” aku Dhito seraya tertawa.
Sementara itu, Fidelis Ilham Cesardianto (19), mahasiswa Program Studi Film Universitas Multimedia Nusantara, fokus untuk mendalami hobinya dalam videografi dan fotografi selagi tinggal di rumahnya di Pondok Gede, Jatiwarna, Jawa Barat. Fidel bahkan berkesempatan untuk lebih produktif dan mencoba cara kreatif baru untuk berkarya.
“Aku ngerasa lebih produktif karena kalau kuliah biasa bawaannya sibuk. Sebelum pandemi itu aku hampir jarang banget upload video, tetapi pas pandemi ini aku sudah bikin sekitar 4-5 video dengan topik macam-macam selama tiga bulan terakhir ini,” katanya, saat dihubungi Kamis (25/6/2020).
Fidel berkesempatan mengimplementasi berbagai trik kreatif buatan sendiri ketika merekam video. Salah satunya adalah membuat suasana lokasi pengambilan gambar di kamar mandi menjadi berwarna biru. Ia membuat tempat lampu dari botol soda dan kemudian ditutup dengan plastik jilid.
Tidak hanya itu, Fidel juga mencoba tren fotografi yang kembali muncul di tengah pandemi. Ia melakukan pemotretan virtual melalui panggilan video Facetime dan foto pemandangan virtual melalui Street View dari Google Maps.
“Dulu virtual photoshoot sempat nge-trend, tetapi akhirnya sekarang tren lagi selama pandemi ini jadi aku ikutan. Tetapi, kekurangannya ribet karena model harus mengatur tempat, posisi, dan cahaya sendiri sedangkan foto pemandangan di Google Street tantangannya cari lokasi yang cocok,” tutur Fidel.
Pada akun instagramnya @fideliscesardianto, Fidel mengunggah foto beberapa teman perempuannya yang menjadi model virtual dalam jepretan close up wajah. Ia juga mengunggah hasil foto pemandangan Google Street sebuah jalan kecil di Osaka, Jepang.
Menurut Fidel, ia juga menghabiskan waktu selama pandemi untuk mencari referensi video dan foto dengan menonton film dan membuka media sosial Instagram. Saat ini, ia sedang menonton film dari sutradara Wong Kar-wai, Wes Anderson, Ari Aster, dan Edgar Wright. Untuk foto, ia tengah membedah karya Hamada Hideaki.
“Aku biasanya foto atau buat video pakai kamera dan ponsel. Memasuki masa normal baru ini, aku rencananya memproduksi video klip dan film kecil bersama teman-teman SMA,” ujarnya.
Psikolog remaja Sukma Prawitasari mengatakan, anak muda belakangan terlihat aktif mengisi waktu selama pandemi dengan kegiatan-kegiatan yang produktif. Ini karena mereka mulai dapat beradaptasi dan berhasil melakukan manajemen waktu agar tetap menikmati waktu luang.
“Itu tren positif. Artinya, anak muda kita mudah beradaptasi new normal dan memahami celah usaha di masa pandemi ini. Mereka sudah paham kalau semua ritme serta bentuk perilaku ekonomi dan sosial mulai berubah,” kata Sukma.
Sukma melanjutkan, ini berarti, anak muda juga akan lebih mudah beradaptasi pada masa normal baru saat ini. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah agar bagaimana media mendukung kegiatan mereka untuk tetap produktif sekaligus memenuhi kebutuhan sosial untuk berinteraksi. (ELN/LSA)