”E-sport", Olahraga Masa Depan
Gim bukan lagi sekadar gim. Di pergelaran Asian Games 2018 yang baru kelar, gim telah dipertandingkan meski masih bersifat ”penggembira”. Puluhan atlet dari sejumlah negara datang dan bertanding. Jalan untuk berprestasi sebagai pemain gim terbuka lebar, dan hobi berjalan, prestasi pun didulang.
Teriakan penonton terdengar di ruangan utama Britama Arena, Kelapa Gading. Senin (27/8/2018) siang itu sedang berlangsung laga big match nan sengit. Di layar besar yang terpasang di ruangan itu, karakter pemain tim negara Korea Selatan menyerang pertahanan tim China. Koin emas tim Korea Selatan bertambah dan jumlah karakter yang mereka taklukkan terus bertambah. Tim Korea Selatan berhasil menorehkan kemenangan.
Tim dari kedua negara berdiri, melepaskan headphone yang terpasang selama sekitar 40 menit pertandingan, dan menjauh dari layar komputer di depannya. Mereka bertanding dalam pertarungan di gim League of Legend sebagai bagian dalam pergelaran Asian Games 2018.
Suporter dari Korea bersorak. Membawa bendera negara, mereka memberikan dukungan kepada atlet yang sedang bertanding. Wira Ayu (19), mahasiswa perguruan tinggi swasta di Jakarta, tidak ketinggalan menyoraki atlet kegemarannya.
Jauh-jauh dari Bekasi, dia khusus datang untuk menonton pertandingan itu. ”Yang itu namanya Falker, sebelahnya Peanuts, sampingnya Score, belakangnya Ruler, di atasnya Kiin, satu lagi namanya Core J,” ujarnya sambil menunjuk foto yang terpampang di layar.
Meski tidak bermain, dia mengaku senang menonton pertandingan gim secara daring. Liga gim internasional tidak luput ditontonnya beberapa tahun terakhir. Karena itu, dia begitu senang ketika gim League of Legend dipertandingkan dalam kategori e-sport.
Meski begitu, dia mengaku tidak menekuni gim ini. Dia hanya senang menonton pertandingan dan mengikuti setiap berita dari pemain kesayangannya. ”Enggak gampang mainnya, apalagi kalau komputernya ’jadul’. Harus benar-benar total,” ucapnya.
Penonton lainnya, Rama (25), datang sejak pukul 07.00. Berangkat dari rumahnya di Jakarta Selatan, dia khusus datang untuk menonton pertandingan gim yang sama. Dia telah membeli tiket jauh-jauh hari sebelumnya. Rama menceritakan, dirinya bermain sekitar tiga jam setiap hari. Jika akhir pekan datang, semalam suntuk bisa dilewatinya di depan layar komputer. Namun, dia tetap bisa mengatur waktu dan menjalankan kesehariannya.
”Kalau mau jadi profesional gamer atau atlet, itu kalau memang yakin passion kita di situ. Kalau mau, ya, harus total,” katanya. ”Ini (gim), kan, juga olahraga. Enggak jauh beda dengan catur menurut saya. Butuh latihan dan meras otak.”
Dengan dipertandingkan di Asian Games 2018, tambah Rama, hal itu bisa membuka jalan dan ruang yang lebih banyak bagi gamer di Tanah Air. Peluang menjadi atlet profesional merentang luas.
Asian Games 2018 memang mempertandingkan cabang e-sport. Cabang tersebut bersifat ekshibisi, yang berarti, meski mendapat emas, tidak akan menambah perolehan medali resmi setiap negara yang ikut bertanding. Selain LoL, ada lima gim lain yang dipertandingkan, yaitu Pro Evolution Soccer (PES), Arena of Valor, Heart Stone, Starcraft 2, dan Clash Royale.
Untuk gim terakhir, atlet Indonesia, Ridel Yesaya Sumarandak, berhasil meraih emas, satu-satunya emas Indonesia di e-sport. Satu medali perak didapat Hendry Handisurya lewat gim Heartstone.
Saat babak kualifikasi, Ridel bercerita telah bermain gim Clash Royale selama empat tahun. Dia terus mengasah diri dan berlatih hingga bisa lolos seleksi dan mewakili negara di ajang ini. Remaja dari Sulawesi Utara ini memenangi seleksi atlet dari gim Clash Royale.
”Awalnya saya main biasa, main gim, ya kayak anak lainnya. Terus saya lihat di media sosial ada gim yang saya mainkan masuk dalam Asian Games. Jadi, saya latihan. Saya ikut seleksi dan saya lolos seleksi. Jadi, saya mewakili teman-teman untuk di Asian Games,” ujar Ridel. Tidak disangka, dia berhasil melaju ke babak final dan mendapatkan emas.
Meski menjadi pemain gim daring, Ridel mengaku tetap tak meninggalkan kewajiban sebagai pelajar. Waktu sekolah, Ridel hanya fokus pada kegiatan sekolahnya. ”Istilahnya bisa dibilang malah 70 persen dan 30 persen. Sebanyak 70 persen untuk belajar, 30 persen untuk main gim,” ujar pemain dengan nama akun BenZer Ridel ini.
Dia telah berlaku total sebagai pemain gim. Beberapa saat setelah pertandingan di Asian Games berakhir, dia kemudian terbang ke China untuk mengikuti Clash Royale League di China dan akan melakukan tur untuk timnya bersama rekan-rekannya dari Indonesia.
Potensi besar
Dunia gim profesional bukan hal baru di Indonesia. Jumlah pemain gim terus bertambah seiring invasi digital yang terus masif. Pemain gim profesional diperkirakan akan semakin banyak dan mulai mengarah kepada atlet gim.
Di Indonesia, dunia gim dalam olahraga menjadi tanggung jawab Asosiasi E-sports Indonesia, sebuah lembaga yang telah resmi berada di bawah naungan Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia dan juga Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tugas utamanya menyiapkan atlet gim dan memfasilitasinya untuk berprestasi.
Eddy Lim, Ketua Asosiasi E-sports Indonesia, mengemukakan, dengan perkembangan teknologi yang begitu deras, e-sport adalah olahraga masa depan. Saat ini, dengan jumlah gim yang semakin bervariasi dan komunitas yang terus tumbuh, peminat gim profesional juga semakin banyak.
”Pemain gim di Indonesia sangat banyak. Tetapi, kalau menghitung jumlah pemain gim profesional, prediksi saya jumlahnya di angka 100.000 orang,” ujar Eddy.
Untuk menjadi seorang atlet, Eddy menambahkan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan para pemain gim. Selain niat yang benar-benar kuat, juga diperlukan logika yang baik serta fisik yang mumpuni. Ketiga faktor ini menentukan karena permainan gim bukan sekadar menang dan kalah. Banyak hal yang bisa dipelajari dan terus dikembangkan untuk banyak sektor kehidupan.
Selain itu, menjadi pemain profesional tentu akan menambah fulus. Semakin banyak kompetisi yang diikuti dan dimenangi, maka pundi-pundi pun semakin tebal. Dari laman esportearning.com, situs yang mendata banyak hal tentang e-sport, termasuk pendapatan pemain, 10 besar pemain profesional mencatatkan hasil kemenangan masing-masing lebih dari Rp 100 juta selama kariernya. Di urutan pertama bahkan lebih dari Rp 1 miliar.
Elga Cahaya Putra (21), atlet PES yang juga berlaga di Asian Games, mengutarakan, dirinya serasa tidak percaya bisa ”naik kelas” menjadi atlet. Dari hobi yang sekadar iseng, dia tertarik mengikuti kualifikasi dengan menyisihkan uang jatah bulanan.
”Enggak pernah kepikiran jadi atlet. Enggak nyangka. Semoga bisa berikan yang terbaik,” ucap mahasiswa Universitas Lampung ini.
Meski begitu, kontroversi gim dipertandingkan di ajang resmi antarnegara terus mencuat. Selain banyak yang mengkritik gim sebagai olahraga, penguatan mental pemain gim juga masih disangsikan. (*/**)