Kendala Penyerahan Fasos dan Fasum, DPRD DKI Jakarta Usul Pembaruan Aturan
DPRD DKI Jakarta meminta inventarisasi seluruh kewajiban dan kendala penyerahan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak fleksibelnya aturan menimbulkan kendala penyerahan fasilitas sosial dan fasilitas umum oleh pengembang kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mengusulkan pembaruan aturan sebagai salah satu jalan keluar, sembari inventarisasi semua kendala di lapangan.
Pengembang yang mengantongi surat izin penunjukan penggunaan tanah, izin peruntukan penggunaan tanah, dan izin prinsip pemanfaatan ruang wajib menyerahkan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Kewajiban ini tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Pemenuhan Kewajiban Prasarana dan Sarana di Kawasan Perumahan dan Permukiman.
Dalam praktiknya, penyerahan fasilitas sosial dan fasilitas umum belum optimal. Misalnya, dalam rapat kerja antara Komisi A DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta, Jumat (19/4/2024), diketahui warga Kelapa Gading di Jakarta Utara belum kebagian pembangunan infrastruktur lantaran jalan arteri di Boulevard Kelapa Gading belum diserahkan sebagai aset pemerintah.
”Ada banyak masalah. Akan dibahas lebih lanjut pada 6 Mei nanti. Kami usulkan memperbarui Pergub Nomor 97 Tahun 2021 karena tidak fleksibel,” ujar Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono, Minggu (21/4/2024).
Selain pembaruan aturan terkait, Komisi A DPRD DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta untuk menginventarisasi semua kewajiban pengembang dan kendala penyerahan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Semuanya akan dibahas tuntas dalam rapat kerja pada 6 Mei nanti.
Diketahui sepanjang tahun 2023 telah berlangsung 84 berita acara serah terima fasilitas umum dan fasilitas sosial dari pengembang kepada Pemprov DKI Jakarta. Fasilitas ini terdiri dari kewajiban penyerahan lahan seluas 106,61 hektar dengan nilai Rp 23,45 triliun dan konstruksi seluas 62,62 hektar dengan nilai Rp 464,2 miliar.
Setelah penyerahan tersebut, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana, mengingatkan, penyerahan fasilitas sosial dan fasilitas umum masih menjadi pekerjaan rumah. Butuh ketegasan berupa sanksi bagi pengembang yang tidak menyerahkan kewajiban selama bertahun-tahun.
Salah satu hambatan yang dimaksudnya selama bertahun-tahun ialah utang pembangunan infrastruktur oleh pengembang. Utang ini menghambat penagihan sehingga butuh terobosan hukum, seperti penyerahan kewajiban dengan perjanjian pengembang wajib menuntaskan utangnya.
Tak hanya terobosan tersebut, Aditya menyarankan penguatan peran wali kota dalam penataan kota dan lingkungan hidup, serta kerja sama dengan penegak hukum supaya penagihan lebih efektif.
Serah terima fasilitas sosial dan fasilitas umum akan langsung diselesaikan kepada perangkat daerah pengguna agar aset tersebut dapat segera dimanfaatkan sesuai peruntukannya, serta terjaga keamanannya, baik secara fisik maupun administratif.
Perkuat kerja sama
Sehubungan dengan penyerahan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang telah berjalan, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan akan memperkuat kerja sama instansi dan pengembang. Tujuannya agar sarana dan prasarana memenuhi standar.
Salah satu perkuatan itu melalui koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta dan kantor pertanahan di wilayah administratif untuk mempercepat sertifikasi lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Heru mengatakan, ada penyederhanaan prosedur tata usaha fasilitas sosial dan fasilitas umum dapat dituntaskan dalam satu hari kerja. Hal ini ditandai dengan tercatatnya aset pada Kartu Inventaris Barang (KIB) perangkat daerah pengguna.
”Serah terima fasilitas sosial dan fasilitas umum akan langsung diselesaikan kepada perangkat daerah pengguna agar aset tersebut dapat segera dimanfaatkan sesuai peruntukannya, serta terjaga keamanannya, baik secara fisik maupun administratif,” ucap Heru.