Suasana lowong Jakarta dimanfaatkan warga untuk berolahraga. Di sisi lain ada yang merasa rugi ketika Ibu Kota sepi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI, AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Suasana Kota Jakarta pada Minggu (7/4/2024) tampak lowong. Kondisi ini seperti terlihat di ruas Jalan Sudirman-MH Thamrin yang tampak sepi dari aktivitas warga yang berolahraga. Situasi di ruas jalan ini seakan berkebalikan dengan minggu-minggu biasanya. Ketika hari bebas kendaraan bermotor atau HBKB dibuka, warga yang berolahraga bisa ribuan orang.
Walau HBKB ditiadakan pada Minggu, ratusan orang masih tetap menyempatkan diri untuk berolahraga pagi guna menjaga kebugaran. Ada yang jalan santai, lari, bersepatu roda, hingga bersepeda. Mereka berpacu dengan kendaraan bermotor yang melaju di sisinya.
Bagus Noval (18), warga Bintaro, Tangerang, Banten, merasa baik-baik saja ketika HBKB ditiadakan. Menurut dia, masih ada ruang yakni trotoar yang bisa digunakan sebagai tempat untuk berolahraga. Pagi itu dengan mengenakan kaus, dibalut jaket parasut dan bersepatu lari, Bagus bersama rekannya, Nabil (18), menyusuri Jalan Sudirman-Thamrin sejauh 5 kilometer.
”Itu sudah cukup untuk mengeluarkan keringat,” kata Bagus. Udara pagi juga masih dirasa segar malau harus sedikit bercampur dengan asap kendaraan. Untungnya, asapnya tidak banyak seperti hari biasa.
”Mungkin karena sudah banyak warga Jakarta yang mudik,” kata Bagus sembari tersenyum.
Berolahraga di HBKB merupakan agenda rutin yang Bagus lakukan. Dalam satu bulan, setidaknya dua kali ia datang ke Jakarta untuk berolahraga. ”Karena di Bintaro belum ada HBKB. Atmosfernya beda,” kata pria yang bekerja di salah satu perusahaan swasta ini. Namun, penutupan HBKB bukanlah hal asing baginya.
Dalam beberapa kali kesempatan, dia juga pernah merasakan tidak adanya HBKB di Jakarta. ”Tidak hanya jelang Lebaran. Di momen lain, HBKB juga pernah ditiadakan. Namun, kami tetap saja berolahraga, terutama di akhir pekan,” katanya.
Berbeda dengan Noval, Kamsirat (63), pesepeda asal Jakarta, merasa tidak nyaman dengan keberadaan kendaraan yang berlalu lalang ketika HBKB ditiadakan. ”Saya harus lebih berhati-hati. Salah sedikit bisa keserempet kendaraan,” katanya.
Selain risiko diserempet, menurut Kamsirat, suasana bersepeda ketika HBKB dengan hari biasa itu berbeda. ”Ketika kita bersama-sama berolahraga, pasti akan lebih bersemangat dibandingkan berdampingan dengan kendaraan bermotor,” kata Kamsirat.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Kastum (39,) warga Sunter, Jakarta Utara. Dia beranggapan, HBKB digelar dirinya akan bertemu dengan orang banyak yang memiliki hobi yang sama. ”Jadi tidak hanya berolahraga, HBKB juga jadi tempat bersilaturahmi,” kata Kastum.
Bagi Kastum, bersepeda di tengah padatnya lalu lintas adalah hal yang biasa. Di hari kerja, ia selalu bersepeda ketika berangkat dari rumahnya di Sunter ke Kelapa Gading, Jakarta Utara. ”Kita harus pandai membawa diri,” ujarnya.
Ketiadakan HBKB membuat sejumlah pedagang yang ada di sekitar jalan itu merugi. Seperti Asep (43), warga Pesing, Jakarta Barat, tidak tahu jika HBKB ditiadakan.
Alhasil, ia pun tetap menjual barang dagangannya berupa jam tangan di emperan. ”Sudah tiga jam duduk, belum ada satu pun pembeli yang datang,” kata Asep. Berbeda ketika HBKB digelar. Dalam sekali berdagang, ia bisa meraup omzet hingga Rp 2 juta.
Menurut dia, HBKB membawa berkah besar. Sebab, ribuan orang bisa berlalu lalang untuk melihat dagangannya. Kini ketika HBKB ditiadakan, tak ada satu pun orang yang datang.
Begitu pun dengan Fatimah (38), pedagang pakaian olahraga. Keberadaan HBKB telah memberi penghidupan baginya selama delapan tahun terakhir. ”Lumayan untuk menambah uang jajan anak,” kata Fatimah yang kesehariannya berjualan kue di warung.
Dia menuturkan, saat ini berdagang di HBKB kian sulit. Sejak masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, pedagang diminta untuk bergeser dari jalan utama di Sudirman-Thamrin ke jalan cabang yang lebih sempit. ”Alhasil, tidak banyak orang yang bisa melihat (dagangan),” katanya.
Dia berharap HBKB dapat dibuka kembali sehingga ia bisa kembali berjualan. Dalam keterangan tertulis, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pelaksanaan HBKB ditiadakan selama libur dan cuti bersama Idul Fitri 1445 H atau Lebaran 2024. Tepatnya pada 7 April 2024 dan 14 April 2024.
Aturan ini tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 12 tahun 2016 tentang Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Dalam pasal tersebut disebutkan, pelaksanaan HBKB dapat dibatalkan jika waktu pelaksanaannya bersamaan dengan event yang bersifat khusus, nasional atau internasional.
Mengenai jumlah warga yang meninggalkan Jakarta, di hadapan wartawan, Senin (1/4/2024), Syafrin mengatakan, dari total di tahun ini diprediksi ada 28,4 juta warga Jabodetabek yang akan mudik, ada sekitar 7,9 juta masyarakat yang menggunakan angkutan umum. Angka itu merupakan proyeksi badan kebijakan transportasi Kementerian Perhubungan.
”Mayoritas pemudik akan tetap didominasi oleh kendaraan roda empat dan roda dua,” kata Syafrin.
Syafrin mengimbau pengendara untuk menyiapkan fisik dan mengecek kendaraan pribadi. Namun, warga tetap diimbau untuk menggunakan transportasi umum atau memanfaatkan layanan mudik bersama.
Berhati-hati
Saat situasi sepi, tindak kriminalitas bisa saja terjadi. Oleh karena itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengimbau masyarakat yang mudik untuk berhati-hati dengan segala kemungkinan. ”Pastikan rumah aman ketika ditinggal mudik,” katanya.
Sikap waspada ini perlu diantisipasi karena bisa saja terjadi tindak kejahatan ketika penghuni rumah sedang mudik. Karena itu, jajaran kepolisian bekerja sama dengan instansi terkait masyarakat setempat terus berupaya untuk menjaga kondisi Kota Jakarta tetap aman.
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, menuturkan, masa Ramadhan dan menjelang mudik Lebaran semua lapisan masyarakat harus mewaspadai setiap modus kejahatan. Momen Ramadhan dan mudik ada kecenderungan tingkat kriminalitas meningkat, khususnya pencurian kendaraan dan maling rumah.
Menurut Josias, peningkatan keamanan yang perlu diwaspadai justru di kompleks atau rumah-rumah kelas menengah atas. Meski begitu, perumahan padat atau kelas menengah ke bawah juga tetap perlu diperhatikan dan diwaspadai.
”Kenapa rumah kalangan atas? Karena target sasarannya besar. Kalau rumah perkampungan atau kelas menengah tetap rawan, tetapi sasarannya kecil, seperti sepeda motor dan barang elektronik. Sementara di rumah kalangan atas targetnya bisa beragam dan nominal juga besar,” kata Josias.