38 Rumah Rusak akibat Ledakan Gudang Amunisi di Ciangsana
Warga sudah bisa kembali ke rumahnya setelah ledakan gudang amunisi. Namun, ledakan itu menorehkan trauma.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Sebanyak 38 rumah warga rusak akibat ledakan gudang amunisi milik Kodam Jaya di Kampung Parung Pinang, Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Walau saat ini warga sudah bisa kembali ke rumahnya, ledakan yang terjadi pada Sabtu (30/3/2024) itu menorehkan trauma.
Ketua RW 11 Desa Ciangsana Samat Sanjaya, Senin (1/4/2024), menuturkan, berdasarkan pendataan di lapangan, terhitung ada 38 rumah yang mengalami kerusakan. Kerusakan yang dialami seperti adanya bagian rumah yang retak dan plafon serta asbes yang jebol.
Di kampungnya sendiri terdata ada 85 keluarga dengan jumlah 340 jiwa. Adapun jumlah pendatang yang mengontrak di kawasan ini mencapai 65 orang. ”Semua selamat karena sebelum ledakan besar terjadi, warga sudah mengevakuasi diri ke rumah lurah yang diubah menjadi posko darurat,” kata Samat.
Ia adalah orang pertama yang diberi tahu oleh jajaran TNI bahwa akan terjadi ledakan. Ledakan pertama terjadi sekitar pukul 18.00. Persis setelah waktu berbuka puasa. Delapan menit berselang terjadi ledakan besar. ”Waktu itu saya dihubungi oleh pihak TNI untuk segera mengevakuasi warga,” katanya.
Mendengar perintah itu, semua warga diminta untuk menjauh dari titik ledakan. Sekitar empat jam berselang, ledakan mereda tetapi warga belum diizinkan untuk kembali ke rumah dan untuk sementara mengungsi ke rumah Pak Lurah yang dijadikan sebagai posko darurat.
Yayah (53), salah satu warga, menunjukkan bagian rumahnya yang rusak. Plafon di kamar dan ruang tamunya jebol, sedangkan pintu juga rusak. ”Ada juga beberapa retakan ringan,” katanya.
Melihat parahnya kerusakan, Yayah pun bersyukur bisa selamat. ”Kalau kami sampai terlambat keluar (rumah), mungkin bisa menjadi korban,” ujarnya.
Apalagi, di rumah itu terdapat suaminya yang sedang sakit dan juga cucunya yang masih berusia dua bulan. ”Kami saat itu masih panik sehingga tidak ada barang pun yang kami bawa,” kata Yayah yang sejak lahir sudah tinggal di kawasan itu.
Akibat ledakan itu, kini Yayah diliputi kekhawatiran akan terjadinya ledakan susulan. Setelah kejadian itu, ia tidak bisa tidur tenang. Yayah pun tidak berani untuk mengajak suaminya pulang karena saat ini suaminya menderita beragam penyakit komplikasi.
Yayah berharap agar rumahnya segera diperbaiki. ”Kalau bisa sebelum Lebaran tiba karena kami mau merayakan hari raya bersama keluarga,” katanya.
Ledakan dahsyat di gudang senjata milik Kodam Jaya itu menimbulkan trauma bagi warga. Nurul Ulfa (35), warga Parung Pinang, masih belum berani tinggal di rumahnya. ”Selain karena ada bagian rumah yang rusak, saya khawatir akan ada ledakan susulan,” ujarnya.
Awalnya, dia mengira ledakan itu hanya suara ban meledak dari kendaraan proyek. Namun, di ledakan kedua, dia baru menyadari bahwa itu bukan ledakan biasa. ”Rumah sempat bergetar hebat sehingga kami langsung keluar rumah untuk menyelamatkan diri,” ujar Ulfa yang tinggal hanya 100 meter dari lokasi ledakan.
Bersedia direlokasi
Sejak awal, Ulfa menyadari jika ia tinggal dekat lokasi vital. Namun, ia tidak pernah menyangka jika peristiwa ini akan terjadi. ”Kalau ada wacana pemerintah untuk merelokasi kami ke tempat yang lebih aman, kami pun bersedia,” katanya.
Jamin (70), warga Parung Pinang, menilai ledakan kali ini tidak sebesar ledakan gudang amunisi di Cilandak, Jakarta Selatan, tahun 1984. Saat itu, warga harus mengungsi hingga ke Depok.
Sampai saat ini, dari 85 keluarga yang tinggal di dekat lokasi ledakan, hanya 9 keluarga yang memiliki sertifikat hak milik, lainnya hanya girik dan akta jual-beli.
Tak lama setelah itu, ujar Jamin, tahun 1987, ada pembangunan gudang amunisi di wilayah tempat tinggalnya. Saat itu, ia menjadi petugas keamanan yang mengawasi pembangunan gudang di Parung Pinang, Gunung Putri.
Saat itu, warga tidak terlalu khawatir karena kondisi kampung masih sangat sepi. ”Mungkin hanya ada empat keluarga,” katanya.
Namun, seiring berjalannya waktu, pemilik tanah mewariskan lahannya kepada anak-anaknya dan kemudian anak-anaknya menjual lahan kepada pihak lain. Sampai pada tahun 2013, kondisi kampung kian padat dengan banyaknya penduduk yang datang. Terutama mereka yang tergusur akibat adanya pembangunan perumahan baru.
Samat menuturkan, sampai saat ini dari 85 keluarga yang tinggal di dekat lokasi ledakan, hanya 9 keluraga yang memiliki sertifikat hak milik, lainnya hanya girik dan akta jual-beli (AJB). ”Warga yang mendapatkan sertifikat juga memperolehnya dari bantuan pemerintah melalui program reforma agraria,” kata Samat.
Dia pun setuju jika pemerintah memiliki wacana untuk memindahkan warga jika harga yang ditawarkan sesuai. ”Saat ini, harga tanah di sekitar Parung Pinang sekitar Rp 2 juta per meter persegi. Kami berharap kalaupun ada wacana relokasi, harganya bisa lebih dari itu,” ujar Samat.