Hek Banjir, Warga Sayangkan Molornya Pembangunan Turap Kali Baru
Saat musim hujan, kali sering meluap dan turap belum bisa menahannya.
Kondisi dan lalu lintas Jalan Raya Bogor Km 19 yang biasa dikenal dengan nama Hek, Kramatjati, Jakarta Timur, telah kembali normal setelah digenangi banjir pada Senin (25/3/2024). Meskipun demikian, masih ada sedikit air yang meluber ke jalan raya. Sisa air yang meluber masuk ke badan jalan tersebut langsung ditangani oleh para petugas proyek.
Sebelumnya, Jalan Raya Bogor Km 19 tergenang banjir dengan ketinggian air mencapai 30 sentimeter. Air Kali Baru meluap pada Senin (25/3/2024) pukul 03.15 akibat kiriman dari Bogor, Jawa Barat.
Pembangunan turap Kali Baru untuk penangkal banjir di kawasan tersebut terkendala hujan. Penyelesaiannya pun tidak sesuai target awal pada akhir 2023. Alhasil, setiap ada luapan Kali Baru, air merembes melalui celah-celah turap tersebut.
Baca juga: Jakarta Tambah 5 Polder, Revitalisasi 2 Pompa, dan Bangun 8 Waduk
Seorang warga Kramat Jati, Irnawati, menyayangkan molornya proyek tersebut. Sebab, setiap musim hujan tiba, air Kali Baru selalu meluap dan tanggul tersebut belum bisa menahannya.
”Meskipun sekarang permukiman warga tidak terdampak lagi, tetapi banjir itu masih memakan korban. Seperti pengendara motor atau mobil yang lewat atau peternakan di sekitar Hek”” katanya, Selasa (26/3/2024).
Seorang warga lain di Kelurahan Tengah, Suparman, mengatakan, sejak 30 September 2023, turap Kali Baru mulai diperbaiki. Sebelumnya, sekitar Juli 2023, kondisi turap memprihatinkan. Banyak retakan dan lubang pada turap.
Turap yang saat ini telah diperbaiki melintasi RT 007, RT 005, RT 006, RT 004, RT 003, RT 001, dan RT 010. Ia berharap, perbaikan turap bisa segera selesai.
“Kami sudah lama ingin ada perbaikan turap. Bosan dengan banjir. Semoga turap yang mengarah ke Jalan Raya Bogor segera selesai agar jalanan tersebut tidak kebanjiran lagi,” tuturnya.
Menurut Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Timur Wawan Kurniawan, pembangunan turap yang berada di sebelah kiri atau sisi permukiman warga sudah rampung, tetapi untuk sisi Jalan Raya Bogor belum selesai. Saat ini, pembangunan sudah berjalan 82 persen.
Baca juga: Pemprov DKI Sebut Banjir di Hek Bukan akibat Proyek Tanggul Jebol
Oleh karena itu, ketika ada air kiriman dari Katulampa, Bogor, maka Kali Baru meluap dan melimpas ke persimpangan Hek, Jalan Raya Bogor. Wawan pun membantah bila turap setinggi 1 meter dengan panjang 800 meter itu jebol karena proses pembangunannya belum rampung.
”Luapan Kali Baru tidak berdampak terhadap permukiman warga, hanya sampai jalanan saja,” ujar Wawan.
Wawan mengatakan, pembangunan turap yang lebih tinggi dan kokoh diprioritaskan untuk turap yang berada di sisi permukiman warga. Sebab, kondisinya memprihatinkan. Sebelumnya, turap tersebut banyak retakan pada bagian bawah yang berada di dekat jalanan permukiman.
Sebab, RT 001 RW 01 Kelurahan Tengah, Kramat Jati, sering kebanjiran, bahkan saat air kali hanya mengalami peningkatan debit air atau permukaan setara dengan jalanan.
”Dulu, warga RW 01 Kelurahan Tengah, Kramat Jati, sering mengadu ada kebocoran dari tanggul Kali Baru yang mengakibatkan permukimannya banjir. Namun, sekarang sudah tidak terjadi lagi,” katanya.
Sementara tanggul di sisi Jalan Raya Bogor masih tahap pembangunan. Oleh karena itu, air kali masih meluap ketika mendapat kiriman dari Bogor dan Depok.
Penanganan berbeda
Menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, ada tiga tipe banjir di Jakarta, yakni banjir kiriman, banjir lokal, dan banjir rob, yang penanganannya mesti berbeda-beda sesuai tipenya.
Banjir kiriman terjadi karena luapan air sungai ke permukiman dan sekitar seperti yang terjadi di Tegal Alur. Yang perlu dibenahi, menurut dia, adalah badan sungai yang meliputi pengendalian air hujan dari hulu ke hilir.
”Dapat juga dibuat sodetan untuk dialirkan ke sungai terdekat sehingga beban dan kapasitas sungai dapat dikendalikan dan tidak meluap,” katanya, Selasa (26/3/2024).
Selain itu, dinas SDA juga harus rutin melakukan pengawasan di lapangan untuk mengecek kondisi tanggul jika ada keretakan atau bocor untuk mencegah tanggul jebol.
Selanjutnya, untuk banjir lokal, Pemprov DKI harus merehabilitasi seluruh saluran air atau drainase, memastikan saluran tersebut terhubung dengan baik dengan saluran air lainnya dan daerah penampung air, juga memastikan saluran air tidak ada yang tersumbat sampah atau lumpur.
Ada tiga tipe banjir di Jakarta, yakni banjir kiriman, banjir lokal, dan banjir rob, yang penanganannya mesti berbeda-beda.
Untuk banjir rob, Pemprov DKI dinilai harus merestorasi kawasan pesisir pantai dan merelokasi permukiman yang menempel bibir pantai ke rusun terdekat. Kemudian, mempercepat pembangunan jaringan perpipaan air minum dan melarang pengambilan air tanah secara bertahap untuk memperlambat penurunan muka tanah alami.
”Satu lagi, reforestasi hutan mangrove/bakau/pantai sebagai benteng alami pesisir pantai dari banjir rob juga penting,” tutur Nirwono.
Belum mampu
Di sisi lain, sistem drainase atau saluran air di DKI Jakarta masih belum mampu menampung air hujan dengan durasi panjang ketika cuaca ekstrem.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, banjir yang terjadi di beberapa wilayah Ibu Kota disebabkan curah hujan yang tinggi. Curah hujan di Jakarta saat ini rata-rata mencapai 200 milimeter (mm) atau di atas daya tampung drainase.
Sistem drainase di Jakarta hanya mampu menampung air akibat hujan dengan durasi di bawah lima jam. Adapun saluran air di Jakarta saat ini didesain untuk menanggulangi curah hujan ekstrem dengan batas 150 mm/hari untuk infrastruktur makro dan 100 mm/hari untuk infrastruktur mikro.
Baca juga: Jakarta Rencanakan Normalisasi Kali Semongol dan Sodetan Gendong
Heru menilai bahwa Jakarta memerlukan penambahan embung agar air dapat tertampung lebih maksimal. Penggunaan pompa-pompa mobile untuk menyedot dan mengalirkan air juga harus dimaksimalkan agar banjir dapat cepat surut.
Sementara berdasarkan data per 15 Maret 2024, Dinas SDA DKI Jakarta telah menyiapkan 580 pompa stasioner, 557 pompa mobile, dan 845 pintu air yang tersebar di berbagai lokasi strategis. Kemudian, ada 254 alat berat, 460 dump truck, dan pasukan biru sebanyak 4.226 personel yang siap siaga menghadapi dampak musim hujan.
Upaya
Sekretaris Dinas SDA DKI Jakarta Hendri mengatakan, setiap tahun pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan kapasitas infrastruktur pengendalian banjir.
Ada pembangunan sistem polder secara bertahap, peningkatan prasarana dan sarana kali atau sungai, seperti tanggul, waduk atau embung untuk retensi air, serta saluran drainase di wilayah rawan banjir. Peningkatan kapasitas infrastruktur ini tentunya membutuhkan koordinasi dengan dinas atau instansi lainnya.
”Tahun ini lima polder sedang dibangun, dua pompa stasioner direvitalisasi, dan delapan waduk/embung yang dibangun,” ujar Hendri, Selasa (26/3/2024).
Kelima polder ini ialah Pompa Sunter C, Pompa Gaya Motor, Pompa Kali Sepatan (Kawasan Berikat Nusantara), Pompa IKPN Bintaro, dan Pompa RW 13 Greenville. Sementara revitalisasi pompa tengah berlangsung di Pompa Stasioner Jalan Tanjung Duren Raya-Jalan S Parman, Jakarta Barat, dan Pompa Stasioner Taman BMW, Jakarta Utara.
Adapun delapan waduk/embung terdiri dari enam pembangunan lanjutan, yakni Waduk Marunda, Waduk Dukuh 2, Waduk Munjul, Waduk Cilangkap, revitalisasi embung Kaja, dan penyelesaian embung Pekayon, serta dua embung baru, yaitu embung SDN 01 Petukangan Selatan dan embung Jalan Pemuda Srengseng Sawah.
Selain itu, bergulir rencana normalisasi Kali Semongol, sodetan Kali Gendong, dan penurapan untuk mengantisipasi banjir di Jakarta Barat. Rencana ini masuk program prioritas tahun 2025.
Hendri menyebutkan, rencana normalisasi dan sodetan masih dalam tahap kajian. Setelah keluar hasil kajian, maka akan berlanjut dengan persiapan proses pekerjaan di lapangan.
”Untuk normalisasi Kali Semongol dan sodetan Kali Gendong sedang dikaji untuk perencanaannya,” ujar Hendri.