DBD Mengancam Kabupaten Bogor, Ada 10 Kematian sejak Awal 2024
DBD masih menjadi ancaman yang harus diwaspadai dan diperhatikan semua pihak, terutama di musim hujan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Warga Kabupaten Bogor, Jawa Barat, diminta mewaspadai demam berdarah dengue atau DBD. Sejak awal 2024 hingga Maret 2024, tercatat ada sepuluh warga Kabupaten Bogor yang meninggal karena DBD. Warga terus diingatkan untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas dan menjaga kebersihan lingkungan apabila mengalami gejala-gejala yang dapat diduga DBD.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, sejak awal 2004 hingga Maret ini, kasus DBD telah mencapai 688 kasus dengan sepuluh orang di antaranya meninggal. Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Kabupaten Bogor Adang Mulyana mengatakan, DBD masih menjadi ancaman yang harus diwaspadai dan diperhatikan semua pihak, terutama di musim hujan.
Jumlah pasien yang terinfeksi gejala DBD meningkat setiap minggunya. Sejumlah pasien tersebut langsung mendapatkan penanganan. Namun, ada beberapa pasien yang telat sehingga berisiko tinggi menyebabkan kematian.
”Waspada dengan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue. Selalu jaga kebersihan lingkungan. Warga juga harus segera berobat atau ke layanan kesehatan terdekat jika mengalami demam agar bisa segera diperiksa dan penanganan untuk mengecek kondisi kesehatan,” kata Adang, Selasa (19/3/2024).
Pihaknya, kata Adang, terus berupaya memasifkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), mulai dari penyuluhan hingga pengasapan (fogging). Keaktifan warga untuk rutin gotong royong melakukan gerakan 3M, yakni menguras tempat penampungan air dan menutupnya, serta membersihkan barang-barang yang dapat menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus dengue. Selain itu, warga juga rutin menggiatkan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik) nyamuk.
Berdasarkan data, kasus DBD di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Pada 2023, tercatat ada 1.555 kasus dengan empat orang meninggal. Tidak hanya anak-anak, banyak pula warga usia produktif yang menderita DBD.
Jika melihat data tahunan sebelumnya, kasus DBD pada 2023 lebih rendah. Pada 2021, tercatat ada 2.220 kasus dengan 22 orang meninggal. Sementara pada 2022 tercatat 1.954 kasus dengan 14 orang meninggal.
Sementara itu, di Kota Bogor, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor, dari awal 2024 hingga awal Maret ada 845 kasus DBD dengan empat kasus di antaranya meninggal. Semua korban meninggal adalah anak-anak.
Jumlah kasus DBD tahun ini bahkan lebih tinggi dari jumlah kasus pada 2021, yakni 526 kasus dengan 7 orang meninggal. Pemerintah Kota Bogor terus berupaya menekan angka kasus dan kematian akibat dari DBD ini. Adapun pada 2022 tercatat ada 1.531 kasus dengan 9 orang meninggal. Lalu, pada 2023 tercatat ada 1.474 kasus dengan 9 orang meninggal.
Tingginya angka kasus DBD ini membuat sejumlah rumah sakit (RS) mengalami kenaikan okupansi pasien, yang rata-rata anak-anak. Seperti di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor, saat ini telah menangani 259 pasien sejak awal tahun dengan keterisian tempat tidur mencapai 96 persen.
Sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya menggencarkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di seluruh wilayah. Peningkatan jumlah kasus DBD di Kota Bogor pada dua bulan terakhir ini tidak lepas dari faktor cuaca. Namun, ada faktor kebersihan lingkungan juga yang mendorong tingginya kasus DBD.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor, dari awal 2024 hingga awal Maret ada 845 kasus DBD dengan empat kasus di antaranya meninggal. Semua korban meninggal adalah anak-anak.
Bima juga menyarankan warga aktif dan rutin bergotong royong melakukan gerakan 3M. Gerakan ini terdiri dari aktivitas menguras tempat penampungan air dan menutupnya, serta membersihkan barang-barang yang dapat menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan pembawa virus dengue. Selain itu, warga rutin menggiatkan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik) nyamuk.
”RT/RW, para kader, puskesmas, pemerintah, dan warga juga bersama saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Kita bergerak membersihkan lingkungan, genangan air, jentik, semuanya mengantisipasi DBD bersama. Puskesmas cepat mendiagnosis dan langsung merujuk pasien DBD ke rumah sakit,” ujar Bima (Kompas.id, 3/3/2024).