Terkuaknya Praktik Santet dan Senjata Api di Tangerang Selatan
Status keluarga terpandang, berjasa membangun masjid, dan gelar haji membuat warga tidak berani melawan Heriyadi.
Praktik santet dan kepemilikan senjata api Heriyadi AS (67), Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, terbongkar oleh istri pertama dan keluarganya sendiri. Praktik ilmu sihir, santet, atau sejenisnya masih akan tetap langgeng selama upaya mencapai keinginan tidak bisa dilakukan dengan cara rasional melalui ilmu pengetahuan, maka jalan irasional akan ditempuh.
Terbongkarnya praktik santet Heriyadi ini bermula dari laporan warga yang menduga ada praktik santet yang dilakukan Heriyadi pada Minggu (3/3/2024). Warga berani melapor karena informasi praktik santet bersumber langsung dari istri pertama Heriyadi.
Baca juga: Diduga Menyantet, Pria di Malang Dibunuh Tetangga
Anggota Polsek Ciputat Timur datang ke lokasi untuk memediasi warga dengan Heriyadi terkait praktik santet. Heriyadi mengaku khilaf dan membuat surat pernyataan bahwa berjanji tidak akan melakukan praktik yang meresahkan warga sekitar.
Tak lama setelah itu, salah satu keluarga Heriyadi melaporkan bahwa di rumah lama Heriyadidi Jalan Masjid Al-Ihsan tersimpan senjata api.
Setelah mendapat laporan itu, polisi langsung memeriksa dan menemukan dua senjata api jenis Revolver dan Defender beserta 13 amunisi aktif dan satu selongsong amunisi di bawah lemari.
Dari temuan senjata itu, dan untuk mengantisipasi sesuatu yang dianggap berbahaya, anggota Polsek Ciputat Timur menghubungi Polres Tangerang Selatan dan tim gegana.
Dalam penggeledahan lebih lanjut, polisi menemukan 2 buah magasen, 2 dus peluru kaliber 7 mm masing-masing berisi 41 butir, 1 dus peluru kaliber 9 mm berisi 25 butir, 1 dus peluru kaliber 9 mm isi 19 butir, 1 granat nanas, dan 6 butir peluru revolver.
Lalu, 1 dus peluru kaliber 6,35 mm isi 18 butir, 1 buah holster (sarung pistol) warna hijau, 1 buah buku izin senjata biasa warna biru, 1 buah peluru kaliber (tidak diketahui jenisnya), dan 1 buah peluru kecil kaliber (tidak diketahui).
Tidak hanya senjata api, saat penggeledahan polisi juga menemukan banyak foto yang telah dicoret berwarna merah dan berlubang kecil. Dari beberapa foto itu bahkan masih tertancap jarum.
Baca juga: RKUHP tentang Santet dan Aborsi
Kepala Seksi Humas Polres Tangerang Selatan Inspektur Satu Wendi Afrianto mengatakan, setelah menetapkan Heriyadi AS (67) sebagai tersangka atas kepemilikan senjata api, pada Rabu (6/3/2024), tim penyidik kini mendalami praktik santet Heriyadi.
”Dari pemeriksaan, pengakuan pelaku (senjata) dari orangtua. Namun, kami masih dalami. Untuk praktik perdukunan masih didalami penyidik,” kata Wendi, Jumat (8/3/2024).
Terkait hukuman yang akan dikenakan kepada Heriyadi dari praktik santetnya, kata Wendi, itu masuk dalam pertimbangan penyidikan untuk melihat lebih dalam unsur pidananya.
Atas temuan senjata api, tersangka dikenai Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman 20 tahun penjara atau seumur hidup.
Dari beberapa keterangan warga, Heriyadi merupakan keluarga cukup terpandang karena memiliki beberapa rumah dan sejumlah bidang tanah. Heriyadi bahkan membuat Masjid Al-Ihsan di atas tanahnya.
Dari pantauan Kompas, Heriyadi memiliki rumah kayu di Jalan H Hasan dengan halaman depan yang luas serta beberapa mobil antik.
Kesaksian warga
Praktik santet dan kepemilikan senjata api Heriyadi membuat warga resah. Status keluarga terpandang di kampung, dianggap berjasa membangun masjid, dan memiliki gelar haji membuat warga tidak berani melawan Heriyadi.
Iman Syah (59), tokoh masyarakat di RT 002 RW 007, Kampung Sawah, mengatakan, praktik santet terungkap dari pengaduan istri pertama Heriyadi yang merasa kesal karena diusir dari rumah pertamanya.
Iman bersama warga pun mendatangi rumah Heriyadi untuk menanyakan langsung perihal praktik santet, Minggu siang.
Warga meyakini beberapa warga sakit dan meninggal karena praktik santet Heriyadi. Sempat menolak tudingan, Heriyadi akhirnya mengaku telah melakukan tindakan yang meresahkan warga itu.
”Saat diperiksa (polisi) ditemukan banyak foto. Ada foto saya juga. Awalnya tidak mikir itu santet, enggak bisa dibuktikan. Tapi curiga karena foto-foto dicoret dan ditusuk-tusuk. Maaf kami bisa gebukin, tapi, kan, masih punya rasa. Warga sudah sangat emosi,” kata Iman.
Tak lama setelah warga meminta Heriyadi untuk menghentikan praktik santet yang disaksikan pihak kepolisian, salah satu keluarganya melaporkan bahwa Heriyadi memiliki senjata.
”Dia pernah nodong (pistol) ke warga. Temperamen. Cuma warga, namanya warga kampung, enggak berani (melaporkan ke polisi),” kata Iman.
Sementara itu, Egy Abdul Gani (54), salah satu tokoh agama di Kampung Sawah, juga merasa menjadi korban. Fotonya ditemukan di rumah Heriyadi.
Awalnya Egy tidak memercayai bahwa Heriyadi melakukan praktik santet. Namun, bukti foto yang telah dicoret-coret spidol merah dan bekas tusukan jarum di bagian kepala, wajah, dan dada meyakinkannya bahwa sakit yang dia alami berasal dari sesuatu.
”Cukup lama, saya rasakan 2012. Saya sempat curiga ini ada sesuatu yang masuk ke dalam. Wira-wiri ke rumah sakit, hasil diagnosis tidak ada. Rekam medis tidak terdeteksi, periksa jantung, paru-paru, dan tubuh semuanya normal,” kata Egy.
Langgeng
Jamhari Makruf, Guru Besar Antropologi UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, menjelaskan, fenomena perdukunan, santet, voodoo, atau sihir berkembang hampir di semua lapisan masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia. Tidak peduli itu di kota atau desa.
Orang yang memiliki kemampuan atau kekuatan supranatural itu dianggap mampu membuat dan mendatangkan penyakit, musibah kepada orang lain, bahkan berkah. Selama dalam mencari sesuatu atau keinginannya tidak tercapai dengan cara rasional dan logis melalui ilmu pengetahuan, jalan irasional akan ditempuh.
”Kekuatan sihir dijadikan masyarakat lokal untuk mencari sebuah jawaban atas ketidakberuntungan, terjadi malapetaka, atau hal yang merugikan. Namun, ada pula yang mencari berkah. Praktik seperti santet terus ada karena masyarakat masih memercayainya” kata Jamhari.
Ilmu sihir atau santet terus langgeng di masyarakat tak lepas dari peran pemuka agama, tokoh masyarakat, tokoh adat. Mereka dianggap bisa berkomunikasi atau memanfaatkan kekuatan gaib atau supranatural di luar kemampuan manusia biasa.
Dalam masyarakat lokal, mereka kerap diandalkan untuk memecahkan solusi dari masalah yang dihadapi komunitas. Dalam beberapa fenomena masyarakat tradisional pula, mereka dipercaya untuk memimpin upacara atau ritual adat, seperti meminta hujan agar tanaman subur dan lainnya.
Ilmu sihir, santet, dan semacamnya menjadi masalah jika itu merugikan orang lain. Namun, jika ilmu itu dirasa bermanfaat, orang akan menerimanya sebagai sesuatu yang bernilai spiritual.
”Tidak aneh jika ada yang menguasai agama kemudian memanfaatkan kekuatan supranatural itu. Tidak selamanya ilmu ini buruk. Ada yang memanfaatkan untuk hal baik. Pemuka agama yang di Ciputat bisa jadi memanfaatkannya untuk hal buruk,” ujarnya.
Ilmu sihir atau santet terus langgeng di masyarakat tak lepas dari peran pemuka agama, tokoh masyarakat, tokoh adat. Mereka dianggap bisa berkomunikasi atau memanfaatkan kekuatan gaib atau supranatural di luar kemampuan manusia biasa.
Tak hanya itu, menurut Jamhari, semaju apa pun teknologi dan ilmu pengetahuan di Indonesia atau belahan dunia lainnya, kepercayaan terhadap kekuatan gaib ini akan terus ada selama ada misteri yang tidak bisa diselesaikan dan dipecahkan melalui proses logika manusia melalui ilmu pengetahuan.
”Selama ada misteri dan tidak bisa dijawab oleh manusia, pasti fenomena kekuatan supranatural muncul dan menjadi alternatif,” katanya.