Memperbaiki trotoar berarti mengungkit minat warga menggunakan angkutan umum. Polusi dan kemacetan bertahap dikurangi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Dimas (19) dan Attar (14) asyik berfoto di atas trotoar yang berada di kawasan Dukuh Atas, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/3/2024). Kompak mengenakan sweater hoodie, mereka saling memotret dengan latar belakang lampu taman dan gedung-gedung tinggi Ibu Kota.
Mereka seakan terpukau karena belum pernah melihat trotoar seindah dan senyaman ini sebelumnya. ”Di Condet, trotoarnya tidak sebagus dan selebar ini,” kata Dimas yang memang warga sana.
Selain nyaman untuk dijadikan area berjalan kaki, trotoar yang berada di pusat kota ini memiliki lebar hingga 3 meter, taman, dan lampu taman yang indah. Trotoar di kawasan Dukuh Atas juga memiliki warna yang mencolok dan dilengkapi tempat duduk yang nyaman untuk sekadar menongkrong.
Dimas menilai, jika semua trotoar di Jakarta dibangun sebaik ini, ia pasti akan mulai mengurangi penggunaan sepeda motor. ”Lebih baik berjalan kaki. Selain sehat, juga irit bensin,” ujarnya.
Yudistira (30), warga Kalibata, Jakarta Selatan, juga memiliki pemikiran serupa. Ayah satu anak ini lebih memilih berjalan kaki saat menjalankan aktivitas kesehariannya.
Dari rumahnya, ia berangkat menuju ke Stasiun KRL Duren Kalibata dan turun di Stasiun Sudirman. Kemudian, ia berjalan kaki sekitar 500 meter ke kantornya. Menurut dia, cara ini efektif karena jauh lebih hemat dan bisa terhindar dari hiruk-pikuk lalu lintas perkotaan.
Hanya saja, dirinya harus berdesak-desakan dengan penumpang lain karena ia berangkat saat jam padat (peak hours). ”Jika ingin lebih nyaman, saya memutuskan naik LRT,” katanya.
Salah satu alasan Yudistira menggunakan transportasi umum tidak lain karena kondisi trotoar yang ia lalui dari rumah ke kantor sudah cukup nyaman.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga menuturkan, pembangunan trotoar, halte, dan jembatan penyeberangan orang yang nyaman akan berpengaruh pada meningkatnya minat warga menggunakan transportasi umum.
”Karena itu, jika pemerintah punya perhatian untuk meningkatkan jumlah penumpang angkutan umum, fasilitas umum termasuk trotoar juga harus dibangun atau diperbaiki,” katanya.
Sayangnya pekerjaan rumah itu tidak mudah. Berdasarkan data dari Koalisi Pejalan Kaki, Jakarta hanya memiliki 8,71 persen ruas jalan yang dilengkapi trotoar dari total ruas jalan sepanjang 7.000 kilometer.
Kepala Bidang Kelengkapan Jalan Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hananto Krisnawardono mengatakan, Pemprov DKI Jakarta pada 2023 telah merevitalisasi trotoar seluas 55.000 meter persegi dengan panjang total sekitar 11 km.
”Itu antara lain di kawasan Blok M untuk mendukung KTT ASEAN, di Velodrome, di Jalan Mangga Dua, kemudian Jalan Matraman Raya,” ujarnya.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.id pada 4 Januari 2023, revitalisasi trotoar di Jakarta mencapai 30 persen dari target pembenahan trotoar sepanjang 2.600 km.
Pembangunan ini seharusnya disesuaikan dengan ambisi pemerintah meningkatkan jumlah penumpang angkutan umum. Seperti Keberadaan kereta rel listrik (KRL) di Jabodetabek yang jumlah penumpangnya terus meningkat.
PT KAI Commuter (KCI) mencatat, pada 2023 jumlah penumpang KRL di wilayah Jabodetabek mencapai 290.890.677 orang atau naik 35 persen dibandingkan pada 2022, yang sebesar 215.049.339 orang. Bahkan, pada 2024 diperkirakan jumlah penumpang KRL kembali melonjak hingga 314 juta orang.
LRT juga ditargetkan mengalami peningkatan penumpang dengan ditambahnya rute perjalanan dan diperpanjangnya tarif promo. Sejak beroperasi pada Agustus 2023 hingga akhir 2023, LRT Jabodebek melayani telah melayani 4.562.673 penumpang dengan rerata pengguna harian 36.000 orang sepanjang tahun 2023.
Oleh karena itu, menurut Nirwono, alangkah baiknya jika pembangunan trotoar dan fasilitas umum yang lain disesuaikan dengan dua orientasi, yakni perlintasan angkutan umum dan untuk kepentingan pengembangan kota.
”Jika ada angkutan umum di sepanjang jalur itu, bangunlah trotoar yang memadai agar warga bisa mengakses angkutan umum tersebut dengan mudah,” katanya.
Dia mencontohkan trotoar di Sudirman direvitalisasi karena memang tempat itu menjadi simpul pertemuan antara sejumlah moda transportasi umum, seperti Transjakarta, KRL, LRT, dan MRT. Adapun perbaikan trotoar untuk pengembangan kota terlihat di Kemang.
Namun, sampai saat ini pembangunan trotoar tidak mengacu pada itu, tetapi didasari pada usulan dari pemerintah masing-masing kota. ”Itulah alasan mengapa pembangunan trotoar belum sinkron,” ujarnya.
Jika ada angkutan umum di sepanjang jalur itu, bangunlah trotoar yang memadai agar warga bisa mengakses angkutan umum tersebut dengan mudah.
Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Ary Subagio Wibowo berpendapat, sebagai kota metropolitan, pembangunan fasilitas umum harus diprioritaskan, terutama yang berkaitan dengan kemudahan warga mengakses angkutan umum. Apalagi, akhir-akhir ini, pemerintah tengah gencar mendongkrak jumlah keterisian penumpang.
Menurut dia, selain memberikan tarif promo dan meningkatkan ketepatan waktu, keberadaan fasilitas pendukung, seperti stasiun, halte, dan trotoar, yang memadai juga sangat krusial. Pasalnya, semua itu berkaitan kenyamanan penumpang.
Apabila pembangunan dapat terintegrasi dan memiliki patokan yang jelas, impian untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang bebas macet dan polusi bisa terwujud seiring berpindahnya warga dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.