Delapan Anak Korban Video Pornografi Masih Trauma dan Cemas
Para korban yang masih di bawah umur ini mudah dipengaruhi pelaku karena tingkat inteligensi korban cenderung rendah.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan terus mengawal kasus pornografi yang melibatkan delapan anak di bawah umur sebagai obyek pelampiasan seksual jaringan internasional. Dari hasil pendampingan, para korban masih merasa cemas dan kurang percaya diri.
Pelaksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Rini Handayani, Selasa (27/2/2024), menuturkan, pihaknya telah bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang untuk mengecek kondisi fisik dan psikologis korban.
UPTD PPA Kota Tangerang telah melakukan pengecekan dan kunjungan ke rumah para korban serta melakukan pendampingan dalam proses hukum berita acara pemeriksaan (BAP) kepada para korban. Adapun delapan korban laki-laki dengan rentang usia 12-16 tahun ini berinisial MAHAF, FM, RN, NF, HS, S, AFB, dan DP.
Para korban mudah dirayu, dibujuk, dan dipengaruhi oleh para pelaku karena mereka memiliki tingkat inteligensi yang cenderung rendah.
Saat ini, delapan korban yang masih anak-anak itu berada di rumah masing-masing. Seluruh korban yang berdomisili di Jabodetabek itu mengalami trauma akibat kasus pembuatan video porno tersebut.
Dari hasil pendampingan, ditemukan adanya kecenderungan anak merasa cemas dan kurang percaya diri. Terlebih, usia anak korban tengah memasuki tahap remaja awal yang belum memiliki kematangan secara emosional dan sosial.
”Para korban mudah dirayu, dibujuk, dan dipengaruhi oleh para pelaku karena mereka memiliki tingkat inteligensi yang cenderung rendah,” kata Rini.
Rini menegaskan, pihaknya akan terus mengawal jalannya proses peradilan dan mendukung penuh segala proses sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Pihaknya juga akan terus mengupayakan untuk memperkuat regulasi perlindungan anak sebagai pencegahan tindak kejahatan terhadap anak di Indonesia. Menurut dia, penguatan regulasi perlindungan anak harus diiringi dengan penguatan sisi kelembagaan yang khusus menangani kekerasan pada anak.
”Kami akan terus mengawal kasus ini dan menyerahkan seluruh proses hukumnya kepada pihak berwajib. Kami menuntut agar para pelaku mendapatkan hukuman berat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga siap memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh para korban dalam hal pendampingan psikososial,” ujar Rini.
Rini menuturkan, modus yang dilakukan para pelaku adalah dengan mendekati korban untuk berteman, memberi makanan, hingga mengajak bermain game online. Setelah itu, para korban diiming-imingi akan diberikan akun game online, uang berkisar Rp 200.000-Rp 500.000, serta handphone dengan syarat mau melakukan tindakan seksual.
Para korban akhirnya mau melakukan tindakan seksual dengan pelaku, seperti bersentuhan alat kelamin hingga melakukan persetubuhan. Korban pun sadar bahwa tindakan tersebut direkam dan akan disebarluaskan oleh para pelaku.
”Tidak hanya direkam, bahkan ketika sedang melakukan aktivitas seksual tersebut, para pelaku beberapa kali melakukan video call melalui salah satu aplikasi (Telegram) dengan klien yang berasal dari luar negeri. Pelaku juga mengirimkan video-video anak tersebut kepada kliennya,” tutur Rini.
Konten video anak itu diproduksi dan dijual melalui media sosial Telegram lintas negara seharga 100 dollar AS atau Rp 1,5 juta per video. Dari hasil penjualan konten pornografi anak ini, pelaku mendapat keuntungan lebih kurang Rp 100 juta.
Rini pun mengingatkan orangtua agar selalu mengawasi dan memperhatikan segala sikap dan perilaku anak, serta lingkungan sekitar, agar dapat mendeteksi adanya perubahan atau ketimpangan pada anak. Menurut dia, keluarga memiliki peran utama dalam mengawasi perilaku dan tumbuh kembang anak, dengan rutin melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi perilaku berisiko atau menyimpang.
Kepala Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Roberto Gomgom Manorang Pasaribu mengatakan, saat ini kelima tersangka kasus pornografi anak jaringan internasional tersebut dikurung di Lapas Pemuda Kelas II A Tangerang. Pelaku menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Tangerang sejak penyerahan tahap II barang bukti dan tersangka.
Kelima pelaku itu ialah Handiki Setiawan bin Sim Giok Kho (HS), Muhammad Ammar Abdurrahman bin Budi Mulyono (MA), Asep Hermansyah bin Adar (AH), Nizar Zairin bin Ansor (NZ), dan Kevin Ramli alias Yanto Ramli (KR).
HS berperan mencari korban, memfoto dan merekam, menjual video, mengirim foto dan video kepada orang lain, menawarkan anak korban kepada orang lain, serta melakukan pencabulan terhadap anak korban dan menyediakan fasilitas.
Para tersangka dijerat pasal berlapis. Penyidik telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Tangerang dan berkas dinyatakan sudah lengkap.
Kemudian, MA berperan dalam merekam, mengirim foto dan video kepada orang lain, menawarkan anak korban kepada orang lain, melakukan pencabulan kepada anak korban, dan menyediakan fasilitas.
Sementara AH membeli video porno dari HS dan MA, serta melakukan pencabulan terhadap anak korban. Lalu, KR dan NZ juga berperan membeli video porno anak dari HS, melakukan pencabulan terhadap anak korban, dan menyediakan fasilitas.
Para tersangka dijerat pasal berlapis. Penyidik telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Tangerang dan berkas dinyatakan sudah lengkap.
Atas tindakan yang dilakukan, para pelaku dijerat Pasal 82 Ayat (1) jo Pasal 76E UU No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pelaku diancam hukuman penjara minimal lima tahun dan paling lama 15 tahun.