Mereka Memilih Bertarung Sportif di Ring Tinju, Bukan Tawuran di Jalanan
Para pemuda yang sering tawuran itu perlu didengarkan, tidak terus disalahkan, dan keinginan atau bakat mereka diwadahi.
Kejahatan jalanan, seperti tawuran, terus terjadi di kota-kota besar di Jabodetabek. Pendekatan hukum perlu dibarengi dengan menciptakan lebih banyak fasilitas ruang kreasi bagi anak-anak untuk menunjukkan karya berdasarkan minat dan bakatnya. Salah satunya menyalurkan bakat bertarung di ring tinju.
Terbaru, Kepolisian Sektor Pondok Aren menangkap empat pelaku tawuran di sekitar Bintaro Plaza. Tawuran terjadi pada Sabtu (17/2/2024) dini hari, di Jalan Raya Bintaro Sektor 3A, Kelurahan Pondok Karya, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Baca juga: ”Badboy” Jadi Idola dan Perundungan di Sekolah yang Tak Kunjung Berhenti
Kepala Polsek Pondok Aren Komisaris Bambang Askar Sodiq menuturkan, tawuran yang terekam kamera pemantau (CCTV) itu melibatkan dua geng atau kelompok remaja, yaitu geng Bintaro Bersatu dan geng Vegas dari Ciputat. Kedua geng tersebut janjian bertemu untuk tawuran melalui media sosial.
”Dua anggota Bintaro Bersatu terkena sabetan senjata tajam. Saat berusaha melarikan diri, mereka berboncengan tiga dan menabrak kios bensin. Ketiganya ditangkap warga, termasuk dua pemuda yang luka itu. Satu pemuda mengalami luka cukup parah,” kata Bambang, saat dikonfirmasi, Kamis (22/2/2024).
Sebelum tawuran, mereka nongkrong dan mabuk minuman beralkohol. Adapun para pelaku yang masih berstatus pelajar sekolah menengah atas itu ialah RSM, I, DF, D, MA, S, AW, dan N.
Peristiwa serupa terjadi di Kabupaten Bogor. Satuan Samapta Polres Bogor menggagalkan tawuran dan menangkap empat pemuda, GR (20), SCH (17), MNW (17), dan IA (16), beserta alat bukti senjata tajam di Cirimekar, Cibinong, pada pukul 04.00, Sabtu (17/2/2024). Mereka berencana tawuran di belakang Gereja HKBP Bogor.
Pada hari yang sama, kolaborasi Polres Bogor dan Polresta Depok menggagalkan tawuran dan menangkap 15 pemuda di Kampung Jati, Desa Parung, sekitar pukul 04.30. Sempat terjadi pengejaran oleh Tim Patroli Perintis Polres Metro Depok terhadap para pelaku. Aparat akhirnya menangkap para pemuda itu di tempat persembunyian di satu rumah pelaku tawuran di Kampung Jati.
Selain sembilan senjata tajam dan dua stik golf yang akan digunakan para pemuda untuk tawuran, polisi juga menahan tujuh sepeda motor dan 12 telepon seluler sebagai barang bukti. Saat telepon seluler diperiksa, ada bukti ajakan tawuran.
Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Rio Wahyu Anggoro menyatakan akan terus berupaya menjaga lingkungan dari gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat akibat tawuran. Patroli rutin hingga menelusuri akun-akun di media sosial yang terindikasi memprovokasi atau ajakan tawuran dilakukan.
”Langkah antisipasi, bertindak tegas terhadap pelaku kriminalitas yang meresahkan masyarakat. Kami juga mengajak warga untuk aktif menjaga kondusivitas dengan ikut mengawasi dan segera melaporkan jika ada hal mencurigakan dari kumpulan motor atau geng,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso. Pihaknya tak bosan mengimbau lingkungan, sekolah, hingga orangtua ikut mengawasi kegiatan anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang menjurus pada tindak kekerasan jalanan.
Dari beberapa kasus, tak jarang menimbulkan korban luka dan jiwa. ”Jangan sampai masa depan anak-anak Indonesia rusak dan mati sia-sia karena kegiatan negatif,” kata Bismo.
Belum lama, Tim Kujang Polresta Bogor menggagalkan tawuran yang melibatkan pelajar SMP dan SMA di Tanah Sareal setelah kegiatan sekolah usai, Senin (19/2/2024).
Sebelumnya, Minggu (29/1/2024), Tim Kujang juga menangkap lima pelaku tawuran yang melibatkan anak di bawah umur, di Mulyaharja, Bogor Selatan. Tawuran remaja yang menyebabkan satu orang tewas itu bermula dari saling ejek di media sosial.
Bertarung sportif
Di tengah maraknya tawuran di Jabodetabek, sekelompok anak muda memilih menyalurkan energi dan gejolak mudanya ke kegiatan yang positif, bahkan mengukir prestasi. Ketimbang mengumbar kekerasan di jalanan, mereka berlatih dan bertarung secara sportif di sasana tinju.
Gregorio (16) terus bertahan dari gempuran lawannya, Ahanandi (19). Kelincahan, keagresifan, dan variasi serangan Ahanandi mampu menembus pertahanan Gregorio yang beberapa kali tersudut di tepi ring tinju.
Tak mau terus tersudut, Gregorio yang memiliki tubuh lebih tinggi daripada lawannya berusaha melancarkan jab, tetapi dapat dihindari Ahanandi. Gregorio terus berusaha melawan agresivitas Ahanandi.
Di sudut ring lainnya, Arifin dan (23) dan Irfan (23) saling serang dengan berbagai teknik pukulan. Pada saat bertahan, keduanya juga berusaha mencari celah untuk melancarkan serangan.
Dari bawah, Udin Solihin (58) lantang berteriak memberikan instruksi kepada anak didiknya yang sedang berlatih tarung di atas ring tinju. Setelah 10 menit, Udin meniup peluit tanda pertandingan berakhir.
Gregorio, Ahanandi, Arifin, dan Irfan berpeluh keringat dan saling tersenyum. Tidak ada dendam atau perselisihan meski salah satu dari mereka kalah dalam latih tanding. Setelah bertanding mereka justru berdiskusi membahas teknik, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
Sikap sportif yang mereka tunjukkan itu tumbuh sejak bergabung dalam komunitas sasana tinju Kota Bogor, Jawa Barat. Pengalaman terkait sportif itu dirasakan dan diresapi betul oleh Arifin yang sempat masuk lingkaran buruk pertemanan. Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, Arifin selalu terlibat perkelahian dan tawuran.
Saya menyalurkan energi negatif ke hal positif ini dengan tinju dan bertarung dengan sportif. Bertarung di luar, berkelahi dan tawuran, itu tidak sportif.
Perkenalannya dengan dunia tinju pada 2017 membuatnya meninggalkan dunia tarung jalanan. Ia tidak ingin lagi merusak dirinya dengan hal bahaya. Berkelahi dan tawuran justru bisa mencelakakan diri dan orang lainnya. Orangtua pun akan tersakiti dengan perilaku liar anak-anaknya.
Arifin beruntung bisa mengenal dan bergabung dengan komunitas tinju di Kota Bogor. Di rumah barunya itu, ia jauh diterima dibandingkan dengan pertemanan sebelumnya.
”Saya menyalurkan energi negatif ke hal positif ini dengan tinju dan bertarung dengan sportif. Bertarung di luar, berkelahi dan tawuran, itu tidak sportif. Saya mengerti apa yang terjadi di luar (tawuran), memang ingin tampak hebat, diakui, dan jagoan. Emosi itu, kalau dikelola dengan benar dan positif seperti di sini, ternyata jauh lebih menguntungkan. Emosinya jadi prestasi,” ujarnya, Kamis sore, seusai latihan.
Arifin yang mengidolakan petinju Gennady Golovkin itu pun rutin berlatih dan berkeinginan membuktikan kepada orangtuanya bahwa pilihannya bisa berbuah prestasi di tingkat daerah dan nasional. Beberapa prestasinya, antara lain, juara 1 tingkat pemula Pangdam Cup Bandung 2019, juara 2 Kapolda Metro Jaya 2021, dan juara 1 favorit Kejurnas Jawa Timur 2023.
Begitu pula dengan Irfan, yang juga memiliki masa kelam ikut tawuran dan geng-geng di lingkungan dan sekolah. Salah pertemanan membuatnya terjerumus dalam lingkaran tidak sehat.
Menurut Irfan, para pemuda yang sering tawuran itu perlu didengarkan, tidak terus disalahkan, dan keinginan atau bakat yang ingin mereka tunjukkan diwadahi. Terpenting, hobi atau minat harus didukung orangtua. Tanpa itu, tawuran akan terus terjadi.
”Saya juga ikut tawuran dulu. Saya mulai serius di sini sejak 2018 dan orangtua sangat mendukung, senang banget malah. Dari tinju, saya ikut Porda 2022, dapat podium tiga, dan Kapolda Metro Jaya 2022 juara dua,” kata pengidola petinju Canelo Alvarez itu dan ingin menjadi penerus seperti Ellyas Pical, Chris John, atau Daud ”Cino” Jordan yang mewakili Indonesia di kancah Dunia.
Tidak seperti temannya, Gregorio memang tidak pernah terlibat dalam tawuran. Namun, ia menyadari pertemanan di sekolah dan di luar sekolah bisa menyeretnya dalam hal-hal negatif.
Apalagi dalam pertemanan selalu ada saja seruan bahwa untuk diakui sebagai seorang lelaki, jagoan, keren, dan pengakuan lainnya, harus dibuktikan di jalanan. Gregorio tegas menolak atau tidak tergiur ajakan nongkrong, minum-minuman beralkohol, dan kegiatan buruk lainnya.
”Aku menyibukkan diri melepas penat belajar di sekolah, mendapatkan teman baru yang saling sportif dengan mengikuti tinju. Membuktikannya di sini, bisa berprestasi,” kata Gregorio yang pernah naik podium ketiga dalam kejuaraan Popda Bandung 2023.
Udin Solihin, pelatih di sasana tinju Kota Bogor, mengatakan, olahraga merupakan wadah positif untuk menyalurkan semangat jiwa anak-anak muda.
Di sasana tinju itu pun siapa saja boleh ikut bergabung. Anak-anak yang tadinya terlibat dalam tawuran, anak jalanan, hingga pengangguran akan dirangkul.
”Di Bogor ada fasilitas, pemerintah bantu juga. Kalau tidak dimanfaatkan, sayang sekali. Dukungan dan fasilitas ini harus bisa menciptakan anak-anak yang sehat fisik dan mental. Ini ruang mereka untuk membuktikan diri sebagai petarung yang sportif. Ruang untuk menghindari kegiatan seperti tawuran, mabuk-mabukan, narkoba, dan nongkrong yang berujung mengganggu warga,” kata Udin.
Perbanyak ruang kreasi
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta Rachmat Hidayat menilai, tawuran tidak bisa hanya dicegah melalui pendekatan hukum. Pemerintah, orangtua, dan sekolah juga harus terlibat aktif, salah satunya memberikan jalan serta fasilitas untuk anak-anak berkarya dan berkreasi berdasarkan minat dan bakatnya.
Bagi pemerintah, sangat penting untuk menyediakan berbagai fasilitas ruang itu secara gratis. Jika fasilitas ruang itu berbayar, hal itu akan membebani anak-anak atau orangtua yang tidak mampu secara ekonomi. Fasilitas ruang itu pun akan percuma karena hanya digunakan segelintir kalangan saja.
Baca juga: Provokasi di Media Sosial yang Memicu Maraknya Tawuran
Kurangnya fasilitas ruang publik dan ruang kreasi atau fasilitas ruang berbayar itu menenggelamkan anak-anak dalam pergaulan yang tidak sehat, seperti tawuran dan kegiatan buruk lainnya.
”Di fasilitas ruang-ruang itu anak-anak akan belajar langsung bersosialisasi dengan karakter berbeda. Itu pentingnya membangun berbagai fasilitas ruang untuk semua kalangan. Membangun fasilitas ruang sekaligus membangun manusianya,” ujar Rachmat.
Ring tinju menjadi salah satu cara bagi anak muda untuk menyalurkan energi dan bakatnya sebagai petarung. Selain mental dan emosinya kian terkontrol dan matang, mereka juga bisa menunjukkan eksistensi dengan berprestasi.