Hilangnya Keceriaan N, Dipaksa Mengamen dan Disiksa Ayah Sendiri
N (7) menjadi korban kekerasan fisik oleh bapak kandungnya sendiri. Bahkan, diduga dipaksa mengamen hingga larut malam.
Kepedulian warga di Desa Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menyelamatkan N (7), dari derita berkepanjangan akibat kekerasan fisik ayahnya sendiri. Anak perempuan itu juga dipaksa mengamen oleh ibu tirinya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Kisah pilu yang dialami N ini terungkap setelah SH, ayah N, dilaporkan warga ke Kepolisian Sektor Parung. Pada Jumat (2/2/2024) malam, desa itu ramai didatangi polisi. Polisi langsung menangkap SH yang memukuli N di rumah kontrakannya di RT 002 RW 002 Desa Cogreg.
Sugiarni (47), salah satu warga, malam itu berusaha melindungi N dari kekerasan fisik oleh bapaknya. Ia menyaksikan peristiwa yang sangat memilukan hatinya. Sugiarni yang berupaya melindungi N justru dihalangi oleh D, ibu tiri N.
Baca juga: Remaja Putus Sekolah Jadi Korban Pemerkosaan Ayah Tiri di Surabaya
”Kejadian seingat saya (Jumat) magrib. Saat mau nolongin N, tapi enggak di-bolehin, dihalangi lahgitu sama ibu tirinya. Katanya biar jadi pelajaran (untuk N). Saya seorang ibu, enggak mungkin tega liat N yang setelah dipukul bapaknya itu langsung kabur. Saya bilang hati-hati jangan keras sama anak,” kata Sugiarni, Rabu (7/2/2024).
Sugiarni tak kuasa menahan air matanya saat mengingat peristiwa yang menimpa N. Apalagi melihat luka lebam bagian belakang punggungnya. Sugiarni pun tak habis pikir ada orangtua yang gelap mata dan tega menyiksa anaknya sendiri mengunakan gantungan pakaian. Sebagai tetangga, Sugiarni merasa iba dengan N dan mengecam tindakan biadab SH, termasuk D yang justru membenarkan aksi suaminya.
”N sudah saya anggap anak sendiri. Saya lihat bagian punggung N sudah penuh dengan luka. Tangan sebelah kirinya kalau tak salah juga ada bekas luka. Luka itu pasti akan membekas. N anak baik dan ceria, sering main dengan anak-anak sekitar, kok, sampai tega memperlakukan N seperti itu,” suara Sugiarni gemetar sembari mengusap air matanya.
Keceriaan itu mendadak hilang sekitar satu bulan terakhir. N berubah menjadi anak yang pendiam dan seperti diselimuti ketakutan. Pernah suatu waktu, Sugiarni mengajak N untuk makan bersama di rumahnya. Tidak seperti biasa, N menolak ajakan Sugiarni. Setelah dibujuk dengan halus akhirnya N mau makan bersama, tetapi dengan perasaan takut.
Tetangga lainnya, Laila (33), juga tak lagi melihat keceriaan dari N. Keceriaan itu juga hilang di lingkungan sekolahnya. ”Anak saya itu teman main dan sekolah N. Anak saya cerita kalau N sering tertidur di sekolah dan tidak semangat sebulan ini. Beberapa kali bahkan tidak masuk sekolah,” lanjutnya.
Berdasarkan cerita Sugiarni, Laila, dan beberapa tetangga lainnya, N dipaksa oleh ibu tirinya mengamen di sekitar Gunung Kapur, Ciseeng, hingga larut malam. D ikut mengawasi anak angkatnya itu dari kejauhan. Uang hasil mengamen sekitar Rp 50.000 itu digunakan untuk kebutuhan harian.
Warga bahkan pernah melihat N jalan sendiri pada malam hari, sekitar pukul 22.00, untuk mencari makan. Saat anak seusianya berkumpul bersama keluarga dan beristirahat, N justru masih berkeliaran di luar membeli makan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Teguh Kumara mengatakan, berdasarkan pemeriksaan, N dipaksa mengamen oleh ibu tirinya, D. Sementara tindak kekerasan terhadap N dilakukan oleh bapaknya, SH. SH beralasan anaknya itu sering rewel.
Kekerasan fisik oleh SH dan tindakan D yang memaksa N untuk bekerja sebagai pengamen diduga karena motif ekonomi.
Warga desa mengatakan, SH tidak lagi bekerja sejak sekitar tiga bulan. SH sebelumnya seorang buruh bangunan.
”N baru ikut bapaknya tinggal di sini 8-9 bulan. Kalau si SH dan istrinya (D) sudah sekitar tiga tahun ngontrak di sini. Dari istrinya itu ada tiga anak. SH sudah lama nganggur. Ya, ibu pernah dengar ada masalah uang karena suami enggak kerja mau hidup bagaimana,” ujar Sugiarni.
Trauma
Teguh melanjutkan, N telah mendapat perawatan dan pendampingan psikologi atas perlakuan yang diterimanya. Kekerasan fisik membuat N mengalami trauma. Namun, saat ini kondisinya berangsur membaik. N akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak keluarga ibu kandungnya jika perkembangan fisik dan psikisnya terus menunjukkan hasil positif.
Adapun terhadap SH, kata Teguh, polisi baru saja menetapkan SH menjadi tersangka atas tindak kekerasan kepada N. ”Sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sekarang masih dalam pemberkasan melengkapi administrasi penyidikan. Setelah itu berkas akan dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Teguh.
Atas perbuatannya itu, SH dikenai Pasal 80 Ayat (2) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara lima tahun penjara.
Adapun terkait dugaan eksploitasi anak atau memperkerjakan anak N sebagai pengamen, polisi masih akan mendalami kasusnya.
Kekerasan fisik dalam rumah tangga dan dugaan eksploitasi anak memperlihatkan anak-anak sangat rentan menjadi korban dari ketidakharmonisan keluarga. Namun, yang tak kalah penting ialah kepedulian komunitas dan warga sekitar terhadap kesejahteraan dan keselamatan anak-anak juga sangat berdampak bagi perbaikan nasib mereka.
Baca juga: Anak Korban Kekerasan dalam Keluarga dan Masalah Baru