Tak Ada Sekat untuk Berbagi Berkat
Kesadaran untuk berbagi muncul dari sudut kota. Berbagi pada dasarnya dapat meningkatkan keberdayaan dan kebahagiaan.
Solidaritas kemanusiaan dan semangat berbagi tumbuh berkembang di masyarakat Ibu Kota. Pada momen-momen tertentu, mereka yang berkecukupan tidak sedikit yang menyisihkan hartanya untuk membantu yang papa. Nyaris tiada sekat untuk berbagi berkat.
Iyang (62) berjalan perlahan menuruni tangga di Vihara Mahavira Graha Pusat, Jakarta Utara, DKI Jakarta, Sabtu (4/2/2024). Warga Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang ini baru saja menerima bantuan berupa bahan makanan dari para dermawan.
Iyang tidak sendiri. Ada sekitar 4.000 orang yang juga menerima bantuan serupa. Gerakan ini memang merupakan kegiatan tahun yang selalu digelar menjelang Imlek.
Wajar, Iyang tidak melewatkan kesempatan ini. Ia selalu datang ke Wihara Mahavira hampir setiap tahun. ”Ini adalah kali keempat saya mengambil bantuan di wihara ini,” katanya.
Walau harus menempuh perjalanan hingga dua jam, ia tetap bersemangat menyambut bantuan. Proses pengambilannya tertata sehingga tidak ada warga yang berdesak-desakan.
Baca juga: Menjelang Imlek, Dermawan Berbagi dengan Kaum Papa di Jakarta Utara
Di dalam parsel itu tersedia terigu, makanan ringan, susu, dan beberapa bahan makanan lain. Tidak hanya itu, Iyang juga menerima angpao sebagai hadiah menyambut tahun baru China, Imlek.
Walau parsel yang tersedia tergolong sederhana, bantuan itu sangatlah membantunya menyambung hidup di tengah melambungnya harga sejumlah komoditas. ”Menjelang Imlek, harga bahan makanan naik semua," kata Iyang.
Bingkisan serupa juga diterima oleh Rita Panggabean (45). Walau tidak merayakan Imlek, parsel dan angpao itu tetap ia terima untuk tambahan bahan makanan di rumah.
Sebanyak 4.000 warga dari wilayah Jabodetabek mendatangi Buddhis Center Association, Jakarta Utara, DKI Jakarta untuk mendapatkan parsel dan angpao, Sabtu (3/2/2024). Acara ini digelar untuk menyambut tahun baru China, Imlek 2024, menyisipkan pesan berbagi kepada mereka yang papa.
Lain halnya dengan Iyang, Rita baru pertama kali mengikuti acara ini. Informasi mengenai adanya bantuan ini, ia terima dari pengurus vihara yang berdiri dekat dengan tempat tinggalnya di Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.
”Mungkin ini bentuk toleransi. Walau kami tidak merayakan Imlek, tetapi karena rumah kami dekat wihara, kami termasuk yang menerima bantuan,” kata ibu empat anak ini.
Baginya bantuan ini cukup membantu di tengah lonjakan harga bahan pokok. ”Sekarang saya harus pintar-pintar mengelola uang dari suami karena bahan-bahan terus naik,” kata Rita.
Dengan gaji suaminya yang tak lebih dari Rp 5 juta per bulan, kenaikan ini tentu sangat memberatkan. Beruntung, sang suami memiliki keahlian lain, yakni memperbaiki pendingin ruangan, sehingga bisa memperoleh pendapatan sampingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Rutin dan berkembang
Acara pembagian parsel ini digelar secara rutin sejak 20 tahun lalu. Penerima bantuan terus bertambah dari yang semula hanya 1.500 orang. Bahkan, penerima bantuan pernah mencapai 6.000 orang. Untuk tahun ini, mereka yang memperoleh bantuan datang dari 16 daerah di sekitar Jabodetabek.
”Kami bekerja sama dengan pejabat daerah setempat untuk menyeleksi mereka yang berhak menerima bantuan,” kata Presiden Asosiasi Buddhist Center Indonesia Mahanayaka Chaokun Hui Siong.
Mereka yang berhak adalah yang memang kurang mampu. Kondisi itu dapat dilihat dari tempat tinggalnya atau kondisi kehidupannya yang memprihatinkan. Pemantauan seperti ini dipandang perlu agar bantuan tidak salah sasaran.
Di tahun naga ini, kami berharap semua warga bisa saling memberikan kesejukan apalagi menjelang pemilihan umum.
Chaokun menjelaskan gerakan pembagian parsel dan angpao ini merupakan upaya untuk menyalurkan bantuan kepada mereka kaum papa. Bantuan diterima dari tangan-tangan para dermawan.
Pengelola masjid sedang membagikan bubur asyura di Masjid Mahmudiyah (Suro) Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (29/8/2020). Tradisi ini digelar untuk memperingati 10 Muharram.
Menjelang imlek, banyak warga yang berbondong-bondong menebar kebaikan karena itu ini merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh semua makhluk. ”Di tahun naga ini, kami berharap semua warga bisa saling memberikan kesejukan, apalagi menjelang pemilihan umum," kata Chaokun.
Gerakan ini sempat tersendat selama dua tahun, yakni ketika Indonesia masih dibekap pandemi Covid-19. Konsep penyaluran bantuan pun diubah dengan mengirimkannya langsung ke rumah setiap warga yang membutuhkan.
Kini, setelah kondisi membaik, bantuan kembali diberikan. Antusiasme warga pun cukup tinggi. Mereka yang datang adalah para kaum papa yang tinggal di kawasan pinggiran.
Pimpinan Tokoh Masyarakat Tionghoa Didi Dawis seusai menghadiri acara tersebut menuturkan, pembagian parsel dan angpao ini digelar sebagai bentuk kepedulian warga kepada mereka yang kurang mampu. Acara seperti ini digelar dua kali.
Pertama, ketika Idul Fitri. Selanjutnya, menjelang Imlek. Namun, barang-barang yang dibagikan disesuaikan dengan tradisi. Menjelang Imlek, bantuan yang diberikan termasuk angpao karena itu sudah menjadi tradisi. Namun, pada Idul Fitri, angpao tidak diberikan.
Tidak hanya kelompok masyarakat, warga secara pribadi juga kerap melakukan kegiatan serupa. Ada yang dinamakan Jumat Berkah yang berbentuk pemberian makanan.
Baca juga: Saat Perempuan Saling Berbagi dan Saling Menguatkan
Amelia (28), misalnya, yang menyisihkan pendapatannya untuk memberikan makanan kepada warga kurang mampu di sekitarnya. ”Biasanya, saya membantu mereka para pemulung dan pengamen,” kata warga Pancoran, Jakarta Selatan, ini.
Menu makanannya pun sederhana, misalnya nasi, telur dadar, dan tempe. ”Bagi kita yang mampu itu mungkin terlihat sederhana, tetapi bagi mereka makanan itu sudah mewah,” kata karyawan di salah satu perusahaan swasta ini.
Amelia beranggapan, setiap pendapatan yang ia peroleh, ada hak orang lain yang harus diberikan. Ia yakin, banyak warga yang memiliki inisiatif serupa.
”Saya sering melihat warga di hari Jumat membagikan makanan. Mungkin memiliki konsep keyakinan yang sama,” katanya.
Meningkatkan keberdayaan
Dalam tulisannya berjudul ”Berbagi", Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Elizabeth Kristi Poerwandari berpendapat, membantu orang lain itu sesungguhnya meningkatkan keberdayaan dan kebahagiaan kita sendiri. Dalam konteks kehidupan bersama, banyaknya warga yang bersedia berbagi akan menghadirkan suasana batin yang positif dalam masyarakat. Ini sekaligus akan mempercepat bangkitnya kembali perekonomian.
Elizabeth mengutip tulisan dari Adam Grant (2013), ”Give and Take: A Revolutionary Approach to Success”. Tulisannya didasarkan pada penelitiannya atas organisasi-organisasi besar dan para pemimpin organisasi.
Grant menemukan tiga kelompok pekerja. Ada yang cenderung ”mau mengambil saja”, selalu mencari yang menguntungkan dirinya, dan bila harus berbagi, akan memberi sesedikit mungkin. Kelompok ini amat kompetitif, dan lebih sibuk mempromosikan dirinya saja.
Ada kelompok yang lebih kecil persentasenya, yang senang berbagi, bersedia secara sukarela memberikan waktu, energi, pikiran, dan kompetensinya untuk membantu teman-teman kerjanya. Mereka tidak berpikir secara kaku harus ada take and give yang seimbang, dan tidak berkeberatan bila memberikan lebih daripada yang diterima.
Kelompok terbanyak adalah mereka yang berpikir, harus ada pertukaran antara memberi dan menerima dan ini harus seimbang. Kelompok ini bersedia memberi, tetapi menuntut manfaat atau keuntungan sepadan sebagai imbalan atas apa yang telah dia lakukan.
Kaum duafa mengantre untuk mendapatkan paket makanan yang dibagikan warga di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Jumat (14/10/2022). Sebanyak 300 paket makanan dibagi setiap pekan dari hasil donasi warga setempat.
Grant menyimpulkan bahwa tindakan saling menolong itu menjadi dimensi yang amat penting dalam budaya organisasi. Ini sangat memengaruhi produktivitas. (Kompas.id, 8 Agustus 2020).
Abdul Khalit, Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Utara, menuturkan, gerakan seperti ini bisa menjadi contoh bagi kelompok warga yang lain untuk bisa melakukan hal serupa. Menurut dia, kegiatan ini harus harus terus digaungkan karena dinilai bisa mengatasi salah satu permasalah sosial yang masih merebak yakni kemiskinan.
”Kami terus mengajak warga Jakarta Utara yang mampu seperti mereka yang tinggal di Pluit, Kelapa Gading, dan Sunter untuk turut membantu mereka para kaum marjinal,” kata Abdul.
Inisiatif untuk berbagi perlu terus tumbuh di berbagai kalangan. Pada dasarnya, tidak ada sekat untuk berbagi berkat.