Komitmen Menjaga Keberlanjutan ”Buy the Service” di Jabodetabek
Dalam pelaksanaannya, layanan ”buy the service” acap kali terbentur dana yang sudah habis masa anggarannya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
Konsep dari layanan angkutan umum menggunakan moda bus dengan skema buy the service atau BTS dinilai sudah bagus. Namun, sama seperti program angkutan umum lainnya, konsep itu harus berangkat dari kebutuhan warga agar tepat sasaran dan okupansinya ideal untuk menunjang biaya operasional. Di luar itu, dibutuhkan komitmen daerah supaya tak berhenti di tengah jalan seperti yang terjadi sebelumnya.
Program BTS merupakan skema pembelian layanan angkutan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Untuk wilayah Jabodetabek, skema ini dimulai dengan BisKita Trans Pakuan di Kota Bogor pada November 2021 silam. Selanjutnya, pada awal Maret 2024 akan berjalan di Kota Bekasi.
Analis transportasi jalan dari Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), AM Fikri, mengapresiasi program BTS yang konsepnya sangat baik. Sayang dalam pelaksanaannya acap kali terbentur dana yang sudah habis masa anggarannya. Tak pelak, operasional berhenti sementara waktu dan sejumlah rute ditutup.
”Program BTS ini butuh komitmen dari pemerintah daerah. Kepala daerah dan DPRD harus menganggarkan dana untuk keberlanjutan agar tidak ada alasan keterbatasan dana,” ucap Fikri, Jumat (2/2/2024).
Salah satu contoh penghentian operasi yang dimaksud ialah Biskita Transpakuan pada tahun 2022. Penghentian sementara pengoperasian ini juga terjadi di 30 daerah yang mengoperasikan layanan sejenis dari Kementerian Perhubungan (Kompas.id, 3 Januari 2022).
Menurut Fikri, program BTS ini dinilai sebagai pancingan bagi pemerintah daerah untuk membenahi atau meningkatkan angkutan umum perkotaannya. Artinya, tak seharusnya jadi program pemerintah pusat saja, melainkan juga seluruh pemangku kepentingan transportasi di daerah untuk turut memikirkan keberlanjutannya.
Dari situ pelibatan perangkat daerah, DPRD, dan warga sangat diperlukan untuk menyusun program transportasi yang sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah. MTI dalam catatan akhir tahun 2023, misalnya, menyampaikan bahwa ada potensi sebesar Rp 18 triliun dari dana pemerintah daerah untuk pengembangan sektor transportasi.
Kedua, memaksimalkan fungsi terminal. Jangan sampai ada bus yang rutenya berakhir di pinggir jalan.
Potensi tersebut merujuk aturan yang sudah diteken sebelumnya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam aturan ini anggaran 10 persen dari pendapatan pajak kendaraan bermotor harus digunakan pemerintah daerah untuk perbaikan transportasi.
”Jangan hanya mengandalkan pemerintah pusat. Sesungguhnya program BTS ini, kan, meniru pola manajemen dan operasional transportasi di Jakarta. Perusahaan daerah mengelola transportasinya dan bertanggung jawab pada kepala daerah,” ucap Fikri.
Selain komitmen, ada pula sejumlah hal teknis yang perlu diperhatikan terkait program BTS. Pertama, setiap program angkutan umum dimulai dari kebutuhan warga, bukan asal-asalan demi tepat sasaran dan okupansi yang ideal untuk menunjang biaya operasional.
Fikri menyebutkan, harus ada survei kebutuhan dan komunikasi yang intens dengan warga, uji coba yang komunikatif dengan warga di sepanjang rute, dan evaluasi yang melibatkan warga. Evaluasi tersebut secara periodik untuk mengukur tingkat kepuasan warga saat rute sudah diresmikan.
”Kedua, memaksimalkan fungsi terminal. Jangan sampai ada bus yang rutenya berakhir di pinggir jalan,” ujar Fikri.
Sebelumnya diberitakan, Kota Bekasi kebagian satu koridor BTS. Layanan ini beroperasi awal Maret dengan rute Summarecon Bekasi-Vida. Selanjutnya, akan ada evaluasi secara bertahap untuk penambahan koridor.
Warga menyambut baik adanya BTS dengan layanan bus rapid transit (BRT). Skema pembelian layanan angkutan oleh BPTJ ini diyakini menggaransi perbaikan angkutan umum karena operator wajib memenuhi standar pelayanan minimal prima dan berkualitas.
Pandu Prakoso (25), pekerja lepas dari Kota Bekasi, yakin dengan adanya BTS akan membawa perubahan signifikan bagi angkutan umum di Bekasi. Paling tidak angkutan kota (angkot) dengan layanan begitu saja dari waktu ke waktu akan berbenah untuk menunjang BTS.
Menurut Pandu, warga masih mengandalkan angkot untuk bepergian. Namun, angkot kalah bersaing dengan angkutan daring ketika warga butuh kecepatan.
Inisiatif BTS menjawab kebutuhan publik walau saat ini masih jauh dari sempurna. Inisiatif itu perlu terus dipertahankan dan diperbaiki oleh semua pihak terkait agar cita-cita pelayanan angkutan umum untuk lebih dari 50 persen pergerakan manusia di Jabodetabek kelak benar-benar dapat terpenuhi.