Penyebab Kecelakaan di Puncak Bukan Semata Kelalaian Pengemudi
Polisi diminta lebih komprehensif dalam menangani kecelakaan di Puncak, Bogor. Tidak terfokus pada kesalahan pengemudi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banyak faktor yang memicu terjadinya kecelakaan di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Polisi diminta tidak hanya berfokus pada kemungkinan kesalahan pengemudi. Karena pada dasarnya, kecelakaan merupakan akumulasi kelalaian yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait, termasuk pemilik truk dan pemilik barang.
Pengamat transportasi dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, Kamis (25/1/2024), meminta penyidik agar jeli dalam melihat kasus ini. Tidak semata-mata berfokus pada kelalaian pengemudi, tetapi memastikan apakah kendaraan yang digunakan sudah laik operasi.
Pernyataan ini disampaikan Djoko karena Polres Bogor menduga faktor penyebab dari kecelakaan beruntun yang melibatkan empat mobil dan empat sepeda motor itu adalah kelalaian pengemudi (human error).
Sebelumnya, Kepala Unit Penegakan Hukum Lalu Lintas Polres Bogor Inspektur Satu Angga Nugraha menduga kecelakaan disebabkan beberapa faktor, yakni kelalaian pengemudi yang tidak bisa mengoperasikan kendaraannya secara benar. Ditambah lagi kondisi lintasan yang menurun dan menikung tajam.
Djoko mengatakan, dalam beberapa kasus kecelakaan yang disebabkan oleh rem blong, Komite Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat masalah paling utama adalah perawatan kendaraan, utamanya yang berkaitan dengan aspek pengereman. Bagian paling kritikal dari komponen rem adalah brake diaphragm (karet pakem rem). Instrumen ini terbuat dari karet yang akan menua jika terkena gas ozon.
”Komponen ini akan mudah sobek jika tidak dirawat dengan baik. Jika itu terjadi, fungsi rem tidak akan optimal,” kata Djoko menjelaskan.
Itulah sebabnya KNKT merekomendasikan agar komponen brake diaphragm diganti setiap dua tahun. Yang tidak kalah penting adalah kompresor yang harus diperiksa setiap 200.000 kilometer.
Jika pemeriksaan itu tidak dilakukan, ketika terjadi kebocoran oli bisa berdampak pada brake diaphragm sehingga umurnya semakin pendek. ”Sayangnya, kedua komponen ini belum masuk dalam pengujian berkala,” kata Djoko.
Sampai saat ini, penyebab kecelakaan masih diselidiki. Polisi belum menetapkan tersangka karena WI, sang pengemudi truk bermuatan air mineral B 9740 UXX, baru selesai dirawat.
Setiap perusahaan pengangkutan penumpang dan barang harus memiliki sistem manajemen keselamatan yang di dalamnya juga berkewajiban melakukan pemeriksaan berkala terhadap kondisi mesin kendaraan.
Karena itu, menurut Djoko, terlalu naif jika polisi hanya menyalahkan pengemudi sebagai satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Padahal, pemilik truk dan pemilik barang juga berkontribusi terhadap karut-marut kecelakaan di jalan yang seakan tidak pernah usai.
Hampir semua kasus kecelakaan angkutan barang, pengemudi yang disalahkan. Sangat jarang sekali terdengar ada pemilik truk dan pemilik barang menjadi tersangka. ”Jika kebiasaan ini dibiarkan, populasi sopir truk akan semakin berkurang karena dianggap sebagai profesi yang tidak menjanjikan. Pendapatan rendah, risiko tinggi,” ujar Djoko.
Angga mengatakan, pihaknya tidak akan tebang pilih dalam menegakkan hukum. Sampai saat ini, penyebab kecelakaan masih diselidiki. Polisi belum menetapkan tersangka karena WI, sang pengemudi truk bermuatan air mineral B 9740 UXX, baru selesai dirawat.
Tim Traffic Accident Analysis(TAA) dari Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Barat pun didatangkan untuk menganalisis kecelakaan. Analisis ini diperlukan untuk memastikan penyebab pasti kecelakaan.
Angga memastikan, kasus ini tidak akan hanya berhenti pada pengemudi, tetapi bisa merembet pada perusahaan angkutan jika terbukti ada kelalaian dalam izin dan pemeliharaan. ”Tentu perusahaan juga bisa dikenai sanksi karena dalam kejadian ini ada kerugian barang dan korban luka,” ucapnya.
Agustini (44), salah satu korban luka, berharap agar kasus ini diselesaikan dengan tuntas termasuk pembayaran kerugian terhadap barang yang rusak akibat kecelakaan. Ia berterima kasih karena biaya perawatannya sudah ditanggung. Namun, mobil yang tertabrak mengalami rusak parah. ”Harapannya ada penggantian,” kata Agustini.
Begitu pula yang diharapkan Yasril (44), pemilik bengkel yang juga terdampak kecelakaan. Dia memperkirakan total kerugian akibat kecelakaan ini mencapai Rp 150 juta. Akibatnya, dia tidak bisa bekerja karena hampir seluruh alat perbengkelan yang sudah ia kumpulkan sejak 10 tahun lalu hancur tergilas truk.