Kecelakaan Beruntun di Puncak, Bogor, Mengakibatkan 17 Korban Luka
Kecelakaan di Puncak, Bogor, terus terulang. Perlu ada upaya serius dari pemerintah menekan angka kecelakaan.
BOGOR, KOMPAS — Kecelakaan beruntun yang melibatkan lima kendaraan bermotor roda empat dan empat sepeda motor, Selasa (23/1/2024) siang, di Puncak, Bogor, Jawa Barat, menyebabkan 17 orang luka-luka.
Kecelakaan beruntun di Jalan Raya Puncak Km 85, Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, melibatkan lima kendaraan roda empat dan empat kendaraan roda dua. Kecelakaan diduga karena mobil boks bernomor polisi B 9740 UXX yang mengangkut air mineral mengalami rem blong.
Peristiwa kecelakaan beruntun terjadi saat truk boks bermuatan air mineral dari arah Puncak menuju Gadog-Jakarta melintas turun dan menikung ke kiri menabrak satu sepeda motor dan mobil. Tabrakan itu lalu merembet mengenai angkot yang sedang berhenti dan satu mobil lainnya, dan kembali menabrak satu mobil, lalu berlanjut mengenai sepeda motor. Tabrakan beruntun kendaraan itu juga menyebabkan truk boks menghantam pilar tembok, rumah makan, dan bengkel.
Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Rizky Guntama mengatakan, korban kecelakaan beruntun bertambah menjadi 17 orang dari sebelumnya 14 orang. Satu dari korban itu mengalami luka berat. ”Ada 17 korban luka. Ada tiga korban luka anak-anak,” kata Rizky, Selasa (23/1/2024).
Sebanyak 15 korban sudah kembali ke rumahnya masing-masing, sementara dua orang masih dirawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Paru Dr M Goenawan Partowidigdo. Korban kecelakaan itu adalah Agustini (44) dan Endah (36), warga Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Keduanya masih dirawat hingga Selasa (23/1/2024) malam karena mengalami luka yang cukup parah. Agustini mengalami luka robek di kening yang membuatnya harus menjalani operasi delapan jahitan.
Sementara Endah mengalami patah tangan kanan dan luka di sekitar mata dan gusi. Agustini bercerita, saat itu truk yang mengangkut air mineral datang begitu kencang dari arah Puncak menuju Cisarua. Terlihat kendaraan melaju tak terkendali dan menabrak kendaraan yang ia tumpangi.
Baca juga: Kecelakaan Beruntun di Puncak, 14 Korban Luka
Agustini berada di dalam mobil bersama keluarganya. Di dalam mobil itu ada delapan orang yang merupakan satu keluarga. Tiga orang di antaranya adalah anak-anak. ”Kami ke Cisarua untuk membeli makanan ringan karena esok ada acara syukuran di rumah,” kata Agustini.
Tiba-tiba mobil yang ia tumpangi ditabrak dari belakang oleh mobil boks yang melaju kencang. Mobil yang ditumpangi Agustini pun ringsek di bagian depan, belakang, dan samping. ”Kalau melihat kondisi mobil yang ringsek sangat parah. Kami masih bersyukur bisa selamat,” katanya.
Apalagi, anak- anak yang duduk di kursi belakang tidak mengalami luka yang berarti. ”Ketika tabrakan terjadi, ketiga anak itu terlempar ke kursi tengah dan akhirnya selamat,” ujarnya.
Meski trauma, Agustini mengaku lebih bersyukur masih bisa selamat dan diberi kesempatan hidup oleh Tuhan.
Rangkaian kecelakaan
Sejumlah kecelakaan lalu lintas, tunggal atau beruntun, kerap terjadi di kawasan jalur Puncak Bogor. Pada 17 Oktober 2020, misalnya, terjadi kecelakaan beruntun di Jalan Raya Puncak Bogor, Desa Tugu Utara, Cisarua, dini hari. Kecelakaan beruntun yang melibatkan truk bermuatan batu dari arah Puncak menuju ruas jalan Bogor-Jakarta itu menabrak tiga motor dan satu mobil. Akibatnya, lima orang meninggal dan tujuh korban luka-luka. Rem kendaraan yang tidak berfungsi dengan baik itu juga menyebabkan sebuah bangunan rusak.
Lalu, pada 29 September 2021, di Jalan Raya Lewimalang-Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur), sebuah truk pengangkut besi melebihi kapasitas terbalik. Kecelakaan itu menyebabkan satu pengendara motor meninggal dan satu orang mengalami luka. Truk dari arah Jakarta menuju Cianjur itu tak kuat menanjak dan rem tak kuat menahan beban muatan truk.
Kejadian selanjutnya, kecelakaan pada Rabu (10/8/2022) di Jalan Raya Puncak Bogor, Desa Cipayung Datar, Kecamatan Megamendung. Tabrakan beruntun di turunan Selarong yang terjadi sekitar pukul 11.45 dan melibatkan truk bermuatan ayam seberat 2 ton.
Baca juga: Kecelakaan Beruntun Berujung Maut Berulang, Penguatan Regulasi Mendesak
Seorang pelajar meninggal setelah menjadi korban tabrakan beruntun. Ia terjepit di antara truk kedua dan ketiga akibat dari tabrakan truk pertama. Truk yang berasal dari arah Gadog itu kehilangan konsentrasi sehingga menabrak truk di depannya. Dari situ, truk secara beruntun menabrak pengendara motor yang kemudian menabrak lagi bagian belakang truk lainnya.
Kejadian kecelakaan juga terjadi pada 2023. Seorang pengendara motor meninggal dan satu lainnya mengalami luka berat karena tabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan di Jalan Raya Puncak, Megamendung, Sabtu (5/8/2023) malam.
Di Jalan Raya Puncak, Cisarua, pada 23 Mei 2023, sebuah mobil bak terbuka terbalik karena hilang kendali sehingga menabrak pagar besi sebuah rumah. Tak ada korban jiwa dari kecelakaan tunggal itu. Di hari yang sama, sebuah truk bermuatan material besi mengalami kecelakaan di Tanjakan Selarong, Megamendung. Truk dari arah Gadog menuju Puncak itu tak kuat menanjak. Naasnya, saat sopir truk masih berusaha mencapai batas tanjakan, kendaraan mati dan rem tidak berfungsi dengan baik sehingga menabrak bengkel dan tiang listrik. Kecelakaan tunggal yang terjadi pada subuh itu tidak menyebabkan korban jiwa.
Berdasarkan data kecelakaan yang dihimpun Polres Bogor di seluruh wilayah Kabupaten Bogor, sepanjang 2022 terjadi 874 kasus kecelakaan dengan korban jiwa sebanyak 340 orang, korban luka berat 142 orang, dan korban luka ringan 749 orang.
Sementara pada 2023, Polres Bogor mencatat 795 kasus kecelakaan dengan korban jiwa sebanyak 335 orang, luka berat 75 orang, dan luka ringan 701 orang.
Indra Kusuma (40), warga Cisarua, saat dihubungi mengatakan, kecelakaan di jalur Puncak Bogor kerap terjadi, bahkan tak sedikit yang mengalami luka berat dan meninggal.
Ia menilai, dari beberapa peristiwa yang sering ia saksikan, banyak pengendara yang tidak sabar dan berusaha menyalip kendaraan. Ketidakhati-hatian itu menyebabkan kecelakaan sering terjadi.
”Bahayanya jika hujan karena licin, terus kendaraan saling salip-menyalip meski banyak wisatawan. Di sini, kan, jalannya turun menanjak, memang harus hati-hati. Sudah banyak korban di jalur Puncak,” kata Indra.
Perhatian pemerintah
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, pengemudi angkutan umum dan pengemudi kendaraan lainnya masih jauh dari standar mengemudi yang aman. Hal ini diperparah dengan kondisi kendaraan yang buruk, muatan berlebihan, hingga kondisi jalan. Dari sisi pengemudi kendaraan truk logistik, tambang, dan jenis angkutan lainnya, tak bisa dimungkiri bahwa mereka tidak mendapatkan upah layak, kerja berlebih, jaminan kesehatan yang sedikit.
”Kondisi ini mengkhawatirkan para sopir kelelahan. Pola hidup dan pemeriksaan kesehatan tidak ada. Ini harus menjadi perhatian, jika tak ingin ada kecelakaan yang memakan korban jiwa dan luka,” kata Djoko.
Menurut Djoko, Indonesia memiliki angka kecelakaan yang cukup tinggi dan masuk dalam darurat keselamatan berlalu lintas. Ini seharusnya menjadi perhatian bagi para pemimpin lembaga dan negara. Keselamatan berlalu lintas seharusnya menjadi program penting dari para calon pemimpin Indonesia ke depan, tetapi sayang mereka tidak memasukkan itu dalam program dan visi-misi.
Tak hanya sopir angkutan, perilaku pengendara juga harus menjadi perhatian. Sejumlah kecelakaan memperlihatkan kedewasaan dalam berlalu lintas. Surat izin mengemudi (SIM) belum diiringi dengan pemahaman berlalu lintas yang baik.
”Memiliki SIM bukan berarti mereka paham tata tertib, keselamatan berkendara, dan berlalu lintas. Ini tidak hanya koreksi untuk Korlantas. Ada lima pilar, Kemenhub, PUPR, kesehatan, pendidikan, dan kepolisian bersinergi untuk keselamatan berlalu lintas,” ujar Djoko.
Hal penting lainnya, lanjut Djoko, sudah saat mengaktifkan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Direktorat ini dinilai penting sebagai penyelenggaran negara yang fokus pada keselamatan berlalu lintas.
Pengamat transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan, penegakan hukum berlalu lintas harus lebih ditegakkan kepada semua pengguna jalan dan kendaraan.
”Terutama untuk kendaraan berat dan bus. Penegakan hukum. Jadi, lebih sering diadakan tertib lalin di sana (Puncak Bogor) dan daerah lainnya. Batas kecepatan, kondisi pengemudi dan kendaraan,” kata Deddy.
Memiliki SIM bukan berarti mereka paham tata tertib, keselamatan berkendara, dan berlalu lintas. Ini tidak hanya koreksi untuk Korlantas. Ada lima pilar, Kemenhub, PUPR, kesehatan, pendidikan, dan kepolisian bersinergi untuk keselamatan berlalu lintas.
Kecelakaan di Puncak Bogor dan sekitarnya serta daerah lainnya, kata Deddy, menjadi peringatan keras dalam keselamatan berlalu lintas yang hingga saat ini belum ada upaya kuat menekan lebih rendah angka kecelakaan. Ada atau tidaknya korban jiwa atau luka ringan sekalipun, jika terjadi kecelakaan, itu harus menjadi perhatian dan perlu keseriusan dari pemerintah.
Deddy juga menyoroti terkait lemahnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dalam aturan tersebut, hanya ada sopir yang disorot jika terjadi kecelakaan atau sopir yang bersalah. Seharusnya, lanjut Deddy, dalam UU LLAJ, perlu ada penguatan fungsi kontrol yang melibatkan pengusaha truk, pemilik, perusahaan otobus, atau pengusaha di bidang jasa angkut barang, jasa, dan logistik.
”Mereka seharusnya juga diminta pertanggungjawaban jika terjadi kecelakaan. Kondisi kelaikan kendaraan atau kecelakaan tidak bisa dilimpahkan kepada sopir. Belum lagi jika melihat tuntutan jam kerja sopir dalam perjalanan jauh dan kondisi tubuh mereka,” ujar Deddy.
Begitu pula terkait kesadaran berlalu lintas secara umum, Deddy sepakat bahwa pengendara harus memperhatikan kondisi fisik dan kendaraannya laik jalan. Selain itu, tak kalah penting ialah perlu memperhatikan cuaca.