Mudahnya Berburu PSK Anak dengan Aplikasi Daring
Tidak sulit mencari PSK anak-anak. Sejumlah aplikasi daring menjadi penghubung antara konsumen dan korban anak.
Tidak sulit untuk mengencani pekerja seks komersial anak via daring. Tinggal mengunduh aplikasi kencan, semua jenis layanan pun tersaji. Kemudahan ini dimanfaatkan segelintir orang untuk memperoleh keuntungan.
Terbaru, anak AJ yang baru akan berusia 15 tahun pada September 2024 nanti dijual oleh kenalan barunya, D (17), di media sosial MiChat untuk melayani para pria hidung belang. Selama dua minggu dirinya dipaksa melayani lima pelanggan dengan bayaran Rp 150.000-Rp 300.000 per orang untuk sekali kencan di indekos milik AT alias OM (52) di Jalan Cempaka, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Praktik prostitusi daring di indekos itu terbongkar setelah AJ berhasil kabur. Ia menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya dan langsung ditanggapi dengan laporan ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota.
Apa yang dialami AJ mungkin juga terjadi oleh korban anak lainnya yang dijual secara daring. Saat menyusuri aplikasi MiChat, ditemukan setidaknya ada tujuh anak berusia 16-18 tahun di wilayah DKI Jakarta serta di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang di Banten.
Bahkan salah satu anak menampilkan foto mengenakan seragam sekolah. Banyak pula foto yang menampilkan pose ”menantang” untuk menarik pelanggannya.
Baca juga: Prostitusi Anak di Balik Kamar-kamar Indekos
Dari percakapan singkat, tarif yang mereka tawarkan rata-rata sekitar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta tergantung durasi waktu dan lokasi kencan, seperti di indekos, hotel, dan apartemen.
Pelanggan MiChat tidak hanya mudah mencari kategori usia dan jenis kelamin untuk diajak kencan. Pelanggan juga mendapatkan penawaran langsung dari pemilik akun yang menjual jasa kencan.
Seperti saat Kompas terhubung dengan salah satu pengguna aplikasi yang tanpa ragu menawarkan diri untuk berkencan. Ia mengaku usia masih 18 tahun.
Mereka pun tak segan untuk langsung memberikan nomor telepon selulernya untuk menarik pelanggan entah untuk transaksi kencan, jasa pijat, panggilan video (video call), dan mengirim pose foto seksi. Tarif video call dan foto itu beragam, mulai dari Rp 50.000-Rp 300.000.
Dari gambaran itu terlihat mudahnya mencari teman kencan dari anak di bawah umur hingga perempuan dewasa. Tidak hanya kemudahan teknologi dalam memesan prostitusi daring, saat janjian menuju lokasi kencan pun sangat bebas dan mudah tanpa ada pengawasan dari lingkungan.
Mekanisme janjian seperti ini juga yang diterapkan dalam praktik prostitusi di sejumlah indekos yang ada di kawasan Kranggan, Jatisampurna, Kota Bekasi.
Mantan karyawan salah satu kos di kawasan Kranggan, MS, menuturkan, pola seperti ini kerap digunakan untuk menjaring pelanggan yang masuk adalah bukan orang asing.
Ketika ada pelanggan yang masuk ke area indekos, biasanya akan diperiksa wajah pelanggan harus sesuai dengan di aplikasi kencan. Pola ini dilakukan agar aktivitas mereka tidak terendus.
Ketika Kompas masuk ke kawasan indekos di Kranggan, beberapa orang yang mengaku penghuni kos segera menghadang dan menanyakan tujuan kedatangan ke tempat itu.
Perlakuan berbeda jika orang itu adalah pelanggan yang sudah dikenal. ”Karena lingkungan yang kurang baik itulah, banyak penghuni indekos yang memang niatnya untuk tinggal pada akhirnya memutuskan pergi karena merasa tidak nyaman,” ujar MS.
MS menuturkan, untuk bisa berkencan dengan PSK anak, biasanya pelanggan dipatok tarif sekitar Rp 150.000-Rp 300.000 tergantung dari lamanya kencan. Uang itu biasanya akan digunakan untuk membayar uang ”pelayanan” dan juga membayar uang kamar.
Pembagian uang pun sudah disepakati sebelumnya. Sebanyak 50 persen untuk pemilik kos, sisanya untuk PSK anak. ”Biaya itu digunakan untuk membayar sewa kamar dan juga untuk makan sehari-hari,” ujarnya.
Para pelanggan yang berkencan pun tidak memandang umur. Banyak yang muda dan tidak sedikit pula sudah separuh baya. ”Mungkin ada anak SMP pun masuk ke sana untuk menikmati minuman atau bahkan berkencan,” kata MS, yang sudah dua tahun memutuskan untuk keluar dari ”bisnis gelap” itu.
Begitu pula saat menyusuri salah satu apartemen di Kota Bogor, Jawa Barat, yang beberapa kali digerebek polisi setempat terkait prostitusi daring anak di bawah umur melalui aplikasi MiChat. Salah satu pengungkapan itu terjadi pada April 2023 silam.
Setelah pengungkapan kasus prostitusi itu, tidak ada aktivitas yang mencurigakan. Namun, saat masuk lebih dekat ke dalam, seperti di lokasi tempat parkir mobil, dua orang berdiri dan siap menawarkan kamar yang bisa disewa harian seharga Rp 350.000 tipe studio. Dua pria itu merupakan perantara yang bekerja sama dengan agen properti.
Transaksi sewa kamar tak perlu melalui petugas resepsionis. Hanya perlu memperlihatkan KTP, akses masuk dan kunci kamar pun diserahkan kepada pelanggan, setelah lunas membayar. Semua transaksi itu dilakukan secara terbuka dan satpam atau petugas keamanan mengetahui transaksi itu.
Baca juga : Darurat Prostitusi Anak
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi Kota Muhammad Firdaus mengatakan, dalam praktik prostitusi daring di indekos 28, Jalan Cempaka, AT sang muncikari mempekerjakan delapan perempuan. Dua di antaranya masih di bawah umur, yaitu AJR (15) dan S (17). AT diketahui sudah menjalani praktik ilegalnya itu sekitar setahun.
”Keuntungan bisnis puluhan juta rupiah itu AT gunakan untuk kebutuhan harian dan foya-foya,” kata Firdaus. Kejadian itu tak hanya menjerat anak dalam prostitusi, tetapi juga bentuk eksploitasi seksual karena anak-anak itu dipaksa melayani pria hidung belang dengan bayaran Rp 50.000.
Permintaan pasar
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryati mengatakan, masih banyaknya anak perempuan menjadi korban karena besarnya permintaan di pasar prostitusi.
Seperti hukum ekonomi yang menyatakan ada permintaan maka akan ada pasokan (layanan). Di satu sisi ada kaum mapan yang membutuhkan layanan kencan dari para perempuan muda. Di sisi lain, banyak anak yang juga membutuhkan uang untuk keperluan pribadinya terutama tuntutan gaya hidup perkotaan.
Dari beberapa kasus yang ditangani KPAI, para korban memiliki profil anak-anak bermasalah di dalam lingkungan keluarga. Mereka menjadi korban dari ketidakharmonisan keluarga. Dari situ, anak-anak ini menjadi tidak diawasi pergaulan dan kehidupan di luar keluarga sehingga kemudian rentan menjadi korban perdagangan orang.
Seperti kasus di Bekasi dan Bandung baru-baru ini, kata Ai, para korban anak justru dijual oleh teman atau pacarnya. Mereka lalu ditawarkan pekerjaan, tetapi justru dijerat dan sulit keluar dalam bisnis prostitusi.
”Supply dan demand masih kuat. Anak perempuan menjadi sangat rentan oleh mereka yang mencari (sasaran) usia-usia itu. Anak korban prostitusi daring dengan jaringan, jadi kasus tertinggi di KPAI. Artinya, ada sindikat atau jaringan yang menggunakan anak-anak ini. Supply demand di pasar ini ada untuk anak-anak,” kata Ai.
Oleh karena itu, dalam pengungkapan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) anak di bawah umur melalui prostitusi daring ini harus pula diungkap sampai akarnya, yaitu sindikat bisnis prostitusi. ”Eksploitasi seksual kepada anak ini menjadi nilai ekonomi atau materi yang berlipat ganda dan besar bagi sindikat itu,” ujar Ai.
Anak korban prostitusi daring dengan jaringan jadi kasus tertinggi di KPAI. Artinya, ada sindikat atau jaringan yang menggunakan anak-anak ini. Supply demand di pasar ini ada untuk anak-anak.
Penjabat Sementara Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Lia Latifah menuturkan, mengacu beberapa kasus yang pernah terungkap, para pelanggan PSK anak tidak lain adalah mereka yang memiliki kelainan mental, yakni kaum pedofil dan juga boomers (berusia 56 tahun ke atas)yang memang mengincar para PSK anak.
”Relasi inilah yang membuat praktik prostitusi anak sulit diberantas,” kata Lia. Tak heran banyak muncikari dan pria hidung belang yang memburu gadis muda untuk dijadikan aset bisnisnya. Mereka biasanya akan mencari gadis muda dari foto-fotonya.
Jika (anak) itu dinilai menarik secara fisik, mereka pun akan segera menjalin komunikasi via pesan langsung (direct messenger/DM) di media sosial. Bahkan, para muncikari atau pria hidung belang ini pun rela mengeluarkan/dana untuk memikat sang gadis muda.
Karena itu, ujar Lia, sosialisasi kepada anak dan orangtua terus dilakukan untuk membentengi anak dari pusaran prostitusi perkotaan. ”Sudah ribuan anak yang kami bina agar terhindar bisnis prostitusi. Karena sekalinya terjerat, masa depan anak itu pun bisa terancam,” ucapnya.
Di sisi lain, aparat penegak hukum juga harus tegas. Segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual dan bisnis prostitusi ini, harus ditangani dengan cepat.