Bus BTS Segera Beroperasi di Depok, Tarif Digratiskan Dua Tahun
Bus berbasis buy the service akan hadir di Kota Depok. Rute pertamanya dari Terminal Margonda ke Stasiun LRT Harjamukti.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·5 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek akan menghadirkan layanan bus berbasis skema pembelian layanan atau buy the service di Kota Depok, Jawa Barat. Skema ini diharapkan dapat mengurangi masalah kemacetan di Jabodetabek dan membangkitkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.
Menyusul penerapan di Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Pemerintah Kota Depok mengenai layanan bus tersebut di Depok pada Jumat (12/1/2024). Meskipun begitu, belum diumumkan kapan layanan ini mulai beroperasi.
BTS merupakan layanan jasa angkutan massal perkotaan berupa bus yang memperkuat konektivitas moda transportasi. Layanan ini termasuk salah satu upaya pemerintah pusat dalam rangka menyediakan layanan angkutan umum yang memadai dan menjangkau semua wilayah.
Pelaksana Tugas Kepala BPTJ Suharto, Minggu (14/1/2024), mengatakan, perluasan layanan BTS di daerah-daerah Bodetabek merupakan hal penting yang terus diupayakan. Angkutan massal dengan program BTS akan menyediakan layanan yang aman dan nyaman.
Sebagai proyek percontohan layanan BTS di Kota Depok, rute pertama yang akan dibuka adalah dari Terminal Margonda menuju Stasiun LRT Jabodebek Harjamukti. Rute tersebut merupakan rute prioritas dari lima rute yang diusulkan oleh Pemkot Depok dan terintegrasi langsung dengan layanan LRT Jabodebek.
”Rencana operasi secepatnya, tergantung kesiapan Pemkot Depok terkait apakah halte atau bus stop sudah siap. Rencananya, kami akan mengoperasikan 13 bus medium dan akan menyiapkan 12 titik lokasi pemberhentian bus dari Terminal Margonda hingga Stasiun LRT Harjamukti,” kata Suharto saat dikonfirmasi.
BTS di Depok akan menggunakan bus listrik. Bus akan dilengkapi dengan fasilitas yang nyaman, seperti AC, WiFi, dan kursi yang empuk. Bus-bus tersebut juga akan beroperasi dengan jadwal yang pasti. Jam operasional angkutan umum ini kurang lebih selama 16 jam, dimulai dari pukul 5 pagi hingga pukul 10 malam, tergantung kondisi.
”Apabila di bawah jam 10 malam sudah tidak ada aktivitas masyarakat, maka jam operasional dapat dimajukan mulai pukul empat pagi,” ujarnya.
Suharto melanjutkan, angkutan umum ini memiliki skema BTS yang berarti pemerintah membeli layanan operator yang menyiapkan layanan.
”Kami (BPTJ) membayar per kilometer. Misalnya jarak dari Kota Depok sampai Stasiun Harjamukti sekitar 50 kilometer, maka 50 kilometer itu akan kalikan rupiahnya,” tutur Suharto.
Suharto berharap, hadirnya BTS di Depok dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Selain itu, juga dapat mengurangi kemacetan dan polusi udara di Kota Depok.
Evaluasi
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, kerja sama dengan BPTJ ini merupakan bentuk perhatian pemerintah pusat kepada masyarakat Depok. BTS akan menjadi solusi transportasi yang lebih nyaman dan terjangkau bagi masyarakat.
Pemkot Depok telah mengusulkan dari lima koridor untuk BTS. Layanan BTS ini akan digratiskan selama dua tahun sejak mulai dioperasikan.
”Sekarang sementara satu koridor dulu dan mudah-mudahan dalam waktu dekat akan bisa dioperasikan,” kata Idris.
Setelah beroperasi, Idris akan melihat sukses atau tidaknya layanan bus tersebut di Kota Depok. Apabila penilaian dan evaluasi dari BPTJ terhadap layanan bus ini baik, akan ditambah koridor lainnya.
Di Jabodetebek, saat ini BTS telah beroperasi di satu kota (Bogor) dan akan segera bertambah di dua kota (Bekasi dan Depok) dan satu kabupaten (Bogor). Sebelumnya, BTS telah beroperasi lebih dulu di Kota Bogor. Pelayanan BTS di Kota Bogor telah beroperasi sejak November 2021 dengan jumlah 49 bus dan 4 koridor.
Hadirnya BTS di Depok diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Selain itu, juga dapat mengurangi kemacetan dan polusi udara di Kota Depok.(Suharto)
Sementara itu, di Kota Bekasi, program BTS telah ditandatangani nota kesepahamannya pada 4 September 2023 dan Kabupaten Bogor pada 3 Januari 2024 dengan rencana masing-masing 1 koridor. Di Bogor, rute bus BTS ini akan melintas di dua wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dengan rute Cibinong-Ciparigi dan diharapkan rute ini dapat beroperasi pada Februari 2024.
Menjangkau perumahan
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, Pemkot Depok harus membuat perencanaan yang matang sebelum menghadirkan bus BTS. Dengan rute Margonda-Harjamukti, hal yang perlu diperhatikan ialah tersedianya fasilitas angkutan pengumpan atau feeder yang menjangkau kawasan perumahan.
”Masyarakat berangkatnya dari rumah, feeder-nya harus ada di wilayah perumahan dari pagi. Hal ini untuk meningkatkan warga untuk beralih ke transportasi massal. Selain itu, rutenya harus menjangkau perumahan,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tahun 2023, permukiman di Jabodetabek dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan rata-rata harga pada setiap perumahan, yaitu 158 perumahan kelas atas, 268 perumahan kelas menengah, dan 1.584 perumahan kelas bawah. Total ada 2.010 perumahan. Namun, tidak sampai 5 persen kawasan perumahan itu mendapat fasilitas layanan angkutan umum.
Sementara untuk Kota Depok, terdapat satu perumahan kelas atas, 13 perumahan kelas menengah, dan 25 perumahan kelas bawah. Total terdapat 39 perumahan.
Menurut Djoko, pemerintah juga bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah dan melibatkan operator yang sudah ada seperti Organisasi Angkutan Daerah (Organda), salah satunya dengan mengubah angkutan umum yang tidak layak.
Organda mencatat, ada 85 persen angkutan kota ilegal di Depok dengan kondisi tidak layak jalan hingga tidak bayar pajak. Sekretaris Organda Depok M Hasyim mengatakan, pihaknya akan fokus pada 15 persen angkot yang masih layak beroperasi dan legal.
”Nanti hanya yang 15 persen saja yang digunakan. Sisanya akan dilakukan pembinaan. Sebab, tidak hanya kendaraannya saja yang tidak layak, tetapi beberapa juga tidak melakukan kewajiban,” tuturnya.