Realisasi APBD DKI Jakarta Optimal, Masih Dominan Belanja Aparatur
Belanja aparatur masih dominan ketimbang belanja modal bagi pelayanan warga dalam realisasi APBD DKI Jakarta tahun 2023.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2023 berjalan optimal. Namun, realisasi itu masih dominan untuk belanja aparatur ketimbang belanja modal bagi pelayanan warga.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2023 sebesar Rp 79,52 triliun. Jumlahnya berkurang dari penetapan awal Rp 83,78 triliun karena masih dalam pemulihan dari pandemi Covid-19. Perubahan APBD itu diketok pada Rabu (27/9/2022).
Pemprov DKI Jakarta melaporkan, realisasi pendapatan daerah mencapai Rp 71 triliun dari target Rp 70,6 triliun. Pendapatan ini meningkat Rp 3,7 triliun dari tahun 2022 sebesar Rp 67,3 triliun.
Realisasi pendapatan daerah tersebut berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp 49,1 triliun atau melewati target Rp 48,4 triliun. PAD terdiri dari pajak daerah Rp 43,5 triliun, hasil pengelolaan kekayaan daerah Rp 545,8 miliar, dan lain-lain yang sah Rp 4,6 triliun, serta retribusi daerah Rp 454 miliar. Selain PAD, pendapatan daerah lainnya dari transfer pemerintah pusat Rp 20,2 triliun, dan lain-lain yang sah Rp 1,7 triliun.
Sementara realisasi belanja daerah Rp 66,7 triliun dari anggaran Rp 72,1 triliun. Realisasi ini naik dari tahun 2022 sebesar Rp 64,8 triliun.
Belanja daerah itu terdiri dari belanja operasi Rp 57,5 triliun untuk pegawai, barang dan jasa, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial. Kemudian belanja modal Rp 8,8 triliun untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, jaringan, dan irigasi, dan aset tetap lainnya, serta bantuan keuangan Rp 356,4 miliar.
Selanjutnya, realisasi penerimaan pembiayaan daerah mencapai Rp 8,8 triliun dan pengeluaran pembiayaan daerah Rp 6,6 triliun dari anggaran sebesar Rp 7,4 triliun. Realisasi ini meningkat Rp 2,1 triliun dari pengeluaran pembiayaan daerah tahun 2022 sebanyak Rp 4,5 triliun.
Pengeluaran pembiayaan daerah tersebut untuk penyertaan modal daerah sebanyak 88,45 persen dan pembayaran cicilan pokok utang jatuh tempo 100 persen. Dari realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan ini terdapat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun 2023 mencapai Rp 6,6 triliun.
Jumlahnya turun dari Silpa 2022 Rp 8,6 triliun. Artinya, ada optimalisasi pengeluaran APBD 2023.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam keterangannya, Selasa (9/1/2023), mengatakan, realisasi pendapatan daerah melebihi target karena makroekonomi yang membaik dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi serta tingkat inflasi yang terjaga. Berbagai insentif fiskal untuk pajak daerah, seperti insentif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Pajak Kendaraan Bermotor, turut mendorong tercapainya target.
”Kami mengelola APBD sesuai dengan aturan yang dapat dipertanggungjawabkan, akuntabilitas, dan transparan, serta bijaksana dan berkualitas. APBD harus menjadi instrumen andal untuk mendukung dunia usaha, melindungi masyarakat, dan sukses mendorong pertumbuhan ekonomi Jakarta serta mewujudkan kota global,” kata Heru.
Dampak anggaran ke publik tak kelihatan.
Di atas kertas
APBD DKI Jakarta di atas kertas terealisasi dengan optimal. Akan tetapi, realisasinya lebih dominan untuk belanja aparatur ketimbang belanja modal bagi pelayanan warga.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Ary Subagyo Wibowo mengatakan, di lapangan realisasi anggaran tidak optimal karena lebih banyak untuk belanja aparatur. Seharusnya lebih banyak belanja modal bagi pelayanan warga.
”Dampak anggaran ke publik tak kelihatan. Ada musyawarah perencanaan pembangunan, tetapi kebanyakan menyerap aspirasi saja karena elite yang menentukan hasil akhirnya. Jadi, laporannya bisa diduplikasi,” kata Ary, Selasa siang.
Ary mencontohkan, penanganan program prioritas, seperti kemacetan, banjir, dan polusi udara. Kemacetan belum terurai dan seakan jalan di tempat, penanggulangan banjir belum maksimal, dan belum ada tindak lanjut atau upaya agresif mengendalikan polusi udara.
Menurut Ary, payung hukum sudah ada. Bahkan, dengan anggaran yang memadai. Sayangnya, tampak ada keraguan atau ketakutan untuk mengeksekusi ataupun menegakan aturan.
Pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Ciliwung, misalnya, berjalan lambat, bengkel uji emisi tidak maksimal dan berpotensi merugikan pemilik bengkel yang sudah membeli alat tersebut, dan minim upaya penambahan ruang terbuka hijau.
”Sampai sekarang soal anggaran masih tertutup. Susah publik mengontrol penggunaan anggaran. Harusnya ada DPRD DKI Jakarta, tetapi sama saja, sebelas dua belas. Ke depan harus berorientasi penggunaan anggaran kepada warga, bukan aparatur,” ucap Ary.
Dana hibah
Seiring dengan laporan kinerja APBD 2023 itu, Komisi C DPRD DKI Jakarta tengah menyoroti dana hibah ke daerah lain dan meminta adanya evaluasi. Hal ini terkait kasus korupsi dana hibah ke Pemkot Bekasi di Jawa Barat pada tahun 2021.
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino, menyebutkan, dana hibah kepada Pemkot Bekasi dikorupsi Rp 5,1 miliar dari total anggaran Rp 22,9 miliar. Dana hibah ini harus dipertanggungjawabkan karena berasal dari uang warga Jakarta.
”Dana hibah semestinya diawasi secara ketat. Setiap pengeluaran dana harus ada rinciannya,” kata Wibi.
Anggota Komisi C lainnya, Eneng Malianasari, menyarankan moratorium sampai adanya pelaporan anggaran yang telah dikeluarkan. Pemprov DKI Jakarta wajib menjelaskan tentang dana hibah itu.
”Perlu dikaji kembali secara matang sehingga setiap penyaluran dana hibah tidak merugikan warga Jakarta,” ucap Eneng.