Elegi Penyintas Kebakaran di Manggarai
Ratusan warga kehilangan harta dan kenangan berharga dibakar api. Pemerintah diminta tanggap atasi masalah berulang ini.
Kebakaran di Manggarai, Jakarta Selatan, mendatangkan duka bagi warga terdampak. Api membawa serta harta dan kenangan yang tersemat di dalamnya. Pemerintah kota diminta menata kota untuk menanggulangi bencana.
Misri Effendi Nasution (61) membersihkan puing-puing rumahnya yang terbakar lima hari lalu di Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023). Rumah yang sudah ia tempati sejak 23 tahun lalu, kini hampir rata dengan tanah.
Pada Kamis (14/12/2023) pukul 11.00, si jago merah berkobar dahsyat merambat begitu cepat menghanguskan 61 rumah yang dilewatinya. Melihat api yang berkobar dari sebelah rumahnya, Misri segera berlari menerobos api untuk menyelamatkan diri.
Akibatnya, beberapa bagian tubuhnya, seperti tangan, kaki, dan pundak, mengalami luka bakar ringan. Ia pun sempat pingsan karena paparan asap. Saat berhasil keluar dari kepungan api, petugas kesehatan langsung memberikan pertolongan pertama padanya.
”Tidak ada satu pun harta yang bisa diselamatkan hanya celana dan baju yang menempel di badan,” kata ayah lima anak ini. Namun, ia bersyukur anak bungsu dan cucunya selamat dari musibah itu.
Baca juga: Kebakaran Permukiman di Manggarai
Banyak kenangan yang tertanam di rumah itu. Salah satunya tahun 2013, Joko Widodo, yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, datang ke rumahnya untuk menyantap masakan mendiang istri Misri dan bertanya mengenai kali Ciliwung yang berada hanya 5 meter dari rumahnya.
Misri bercerita, asal api bermula dari salah satu rumah kos yang terpaut hanya tiga rumah dari tempat tinggalnya. Dugaan awal, api berasal dari korsleting listrik. Akibatnya, puluhan rumah hangus terbakar.
Misri tidak sendiri, ada 269 warga dari 90 kepala keluarga yang terdampak. Mereka semua mengungsi di posko yang dibangun tak jauh dari lokasi kebakaran. Hanya perempuan dan anak-anak yang diprioritaskan untuk tidur di tenda.
Adapun mereka yang tidak mendapat ruang harus tidur di trotoar atau di atas puing-puing rumahnya yang terbakar. Salah satunya Apri (24) yang memilih tidur di rumahnya yang telah terbakar dengan naungan terpal yang disulap menjadi atap sementara.
Bagi Apri, kebakaran ini menyisakan duka yang mendalam. Selain harus kehilangan rumah, empat gitar kesayangannya pun ikut sirna.
Padahal, alat musik itu, ia gunakan untuk mengamen di sekitar Manggarai. ”Sekarang saya bingung bagaimana lagi mencari uang,” kata ayah dua anak ini.
Kerugian warga
Ketua RT 010 RW 001 Kelurahan Manggarai Mugeni menuturkan, kebakaran ini cukup mengagetkan karena berlangsung dengan cepat. Angin yang kencang dan rumah warga yang sebagian besar adalah semipermanen membuat api berkobar hebat.
Alhasil, banyak pengungsi yang harus kehilangan harta bendanya. Mugeni memperkirakan kerugian yang dialami warga Rp 1,2 miliar.
Praktis, kini mereka hanya mengandalkan bantuan dari pemda, partai politik, dan warga sekitar. Saat ini, para pengungsi membutuhkan bahan makanan, pakaian, dan bahan material untuk membangun kembali rumahnya. Karena itu, ia berharap status tanggap darurat dapat diperpanjang.
”Kalau status tanggap darurat dicabut, banyak pengungsi yang masih kebingungan harus tinggal di mana,” kata Mugeni.
Baca juga: Kebakaran Mengancam Jakarta
Komandan Peleton BPBD DKI Jakarta wilayah Selatan Muhammad Nur mengatakan, terkait status tanggap darurat memang hanya dibatasi tujuh hari. Namun, jika diperlukan, status bisa diperpanjang hingga 14 hari. ”Perpanjangan status tanggap darurat didasari atas rekomendasi dari pihak kelurahan,” katanya.
Penetapan tanggap darurat ini memang sangat diperlukan untuk mempermudah distribusi bantuan kepada pengungsi. Apalagi, warga yang terdampak cukup banyak.
Menurut Nur, kawasan Manggarai memang menjadi daerah rawan kebakaran, terutama permukiman yang berada di bantaran Sungai Ciliwung. Selain merupakan hunian padat penduduk, sebagian besar rumah warga yang berdiri di kawasan itu semipermanen.
Kalau status tanggap darurat dicabut, banyak pengungsi yang masih kebingungan harus tinggal di mana.
Melihat kerawanan itu, kata Nur, sejumlah langkah mitigasi pun dilakukan, seperti memeriksa jaringan kelistrikan di daerah padat penduduk, termasuk memberikan pelatihan pemadaman kebakaran kepada warga.
Sekretaris Kelurahan Manggarai Didi Arsanto menuturkan, dalam dua tahun terakhir, di RW 001 Kelurahan Manggarai, sudah dua kali mengalami kebakaran besar. Di akhir tahun 2022, sekitar 50 meter dari kawasan itu pun terbakar. Setidaknya ada 52 rumah yang terbakar saat itu.
Dua peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi setiap pihak untuk mulai bersiaga terhadap risiko kebakaran. ”Koordinasi antarinstansi harus diperkuat agar penanggulangan kebakaran bisa jauh lebih cepat,” ujarnya.
Di sisi lain, tata ruang di permukiman itu juga perlu dibenahi. Pasalnya, rumah warga yang berada di bantaran sungai sangat padat. Situasi itu membuat mobil pemadam sulit untuk mengakses titik api.
Apalagi, banyak rumah warga yang tidak berizin. Penduduk yang tinggal di sana juga didominasi pendatang yang bekerja sebagai pedagang dan pekerja.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI Suhajar Diantoro mengharapkan pemerintah kota harus memiliki perencanaan yang matang dalam membangun kotanya.
Perencanaan ini penting karena dalam beberapa tahun ke depan, kota akan semakin padat. Bahkan pada 2045, sekitar 70 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota.
”Diperkirakan 2 dari 3 orang desa akan pindah ke kota. Dan tidak ada satu pun yang bisa melarangnya,” kata Suhajar saat acara Musyawarah Nasional Luar Biasa Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), pekan lalu. Saat ini, yang paling penting adalah kemampuan pemerintah untuk mengelola kotanya dengan baik agar arus kedatangan warga bisa mendatangkan manfaat bagi pembangunan kota bukan menjadi beban.