Presiden Jokowi Dorong Setiap Kota Tonjolkan Potensinya
Presiden Joko Widodo meminta pemerintah kota di Indonesia menyusun rencana besar pembangunan kota yang detail, spesifik, dan utuh. Perencanaan itu harus disesuaikan dengan keunggulan di setiap kota.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
KOMPAS,BOGOR — Presiden Joko Widodo meminta pemerintah kota di Indonesia menyusun rencana besar pembangunan kota yang detail, spesifik, dan utuh dengan mengedepankan potensinya masing-masing. Dengan begitu akan terbagun karakter kota yang kuat. Hal ini dinilai krusial mengingat populasi perkotaan yang akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan.
Pernyataan ini disampaikan Presiden saat membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) 2023 di Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/12/2023). Mengusung tema Konsistensi di Masa Transisi, Munaslub itu dihadiri Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, serta 97 wali kota dan penjabat wali kota di seluruh Indonesia.
”Hingga kini, belum ada kota di Indonesia yang memiliki perbedaan (diferensiasi) yang spesifik dalam pembangunan kota. Kondisi ini berbeda dengan kota-kota lain di negara maju yang sudah memiliki keunikan tersendiri,” kata Presiden.
Ia mencontohkan, Kota Sunnylands di California, Amerika Serikat, yang memiliki 37 padang golf. Dengan keunikan ini membuat banyak orang ”berkantong tebal” sengaja berkunjung ke kota itu untuk menyalurkan hobinya. Ada lagi kota-kota di Jerman yang hidup dengan menggelar beragam pameran, seperti pameran fotografi, furnitur, dan teknologi. ”Hampir setiap dua minggu, ada pameran besar berskala dunia di sana,” kata Presiden.
Atau Kota High Point di California Utara, Amerika Serikat, yang menjadi kiblat inovasi pengusaha mebel dunia. ”Setiap tahun, ada puluhan ribu orang berkunjung ke sana untuk melihat tren mebel tahun ini dan tahun depan,” kata Presiden.
Berkaca dari kota-kota itu, semestinya setiap kota di Indonesia juga harus memiliki keunikan serupa. Presiden pun meyakini potensi kota di Indonesia juga sangat kuat. Seperti Kota Ambon dengan komoditas perikanannya. Dari potensi itu, seharusnya mulai dibuat berbagai kegiatan dan membangun infrastruktur terkait. Misalnya, pelabuhan atau fasilitas gudang pendingin (cold storage). ”Kalau perlu setiap tahun ada konferensi tentang ikan,” katanya.
Contoh lain, Kota Bandar Lampung yang kuat dengan komoditas pisang dan nanasnya atau Kota Tomohon, Sulawesi Utara, yang juga dikenal dengan bunganya. Diferensiasi ini penting untuk menciptakan karakter setiap kota yang diharapkan dapat mendatangkan manfaat ekonomi bagi warganya.
Agar pembangunan lebih terarah, perlu pengalokasian anggaran yang sesuai dengan prioritas. ”Kalau fokusnya di sektor pendidikan, maka alokasi anggaran terbesar ada di pendidikan, sisanya baru dialokasikan untuk bidang yang lain,” ujar Presiden.
Perencanaan yang spesifik ini dinilai krusial karena dalam beberapa tahun ke depan, kota akan menjadi tempat tinggal sebagian besar warga di Indonesia, bahkan dunia. Presiden menuturkan, pada tahun 1900-an, hanya 10 persen populasi dunia yang tinggal di perkotaan. Namun, pada 2000-an, jumlahnya meningkat menjadi 50 persen dari populasi dunia. ”Diperkirakan pada 2050, penduduk perkotaan mencapai 70 persen dari total populasi dunia,” ungkapnya.
Begitu pun di Indonesia, pada 2010, sekitar 49,7 persen dari total populasi tinggal di perkotaan. Adapun pada tahun 2020, jumlahnya meningkat menjadi 56,7 persen. Sama halnya dengan penduduk dunia, pada tahun 2050, jumlah penduduk perkotaan diperkirakan 70 persen dari total populasi di Indonesia.
Ketua Apeksi periode 2021-2023 Bima Arya Sugiarto meyakini setiap kota memiliki keunggulan masing-masing. Tidak hanya di sumber daya alam yang berbeda, tetapi dari kemampuan sumber daya manusia, termasuk gagasan dan karya yang dimilikinya. Di Indonesia kini, ada 21 aglomerasi, kekuatan itu akan terasa dampaknya jika setiap pemkot memiliki pergerakan yang selaras dan dinamis.
Namun, potensi itu hanya bisa bertahan oleh konsistensi dari pemerintahnya, baik konsistensi otonomi, pembangunan ekonomi, transparansi dan reformasi birokrasi, maupun bersama-sama membangun harmoni. ”Karena itu, gagasan dahsyat yang sudah dirancang, sebaiknya tidak terus-menerus berganti seiring pergantian pemimpin, tetapi harus dilanjutkan agar tercapai tujuan yang optimal,” kata Bima.
Di sisi lain, dukungan dari pemerintah pusat berupa dana transfer dapat terus ditingkatkan seiring pertumbuhan ekonomi dan perkembangan kekuatan lokal yang ada di kota masing-masing. ”Catatan kami, transfer dari pemerintah pusat ke kementerian/lembaga sekitar Rp 2.200 triliun, sedangkan transfer ke daerah hanya Rp 800 triliun. Besar harapan ke depan demi konsistensi, transfer dana ke pemerintah daerah bisa ditingkatkan,” ujarnya.
Ketua Apeksi periode 2023-2025, Eri Cahyadi menuturkan, pembangunan kota harus berkiblat pada kesejahteraan masyarakat. ”Kita sudah memiliki visi bersama, yakni menekan kemiskinan dan inflasi,” kata Eri yang juga menjabat Wali Kota Surabaya itu.
Di Indonesia kini ada 21 aglomerasi, kekuatan itu akan terasa dampaknya jika setiap pemkot memiliki pergerakan yang selaras dan dinamis.
Oleh sebab itu, setiap pemerintah kota harus saling menyempurnakan satu dengan yang lain. ”Keberadaan Apeksi bukan untuk berkompetisi melainkan saling mengisi,” ujar Eri. Harapannya, segala tantangan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan baik.
Sementara itu, Suhajar menggambarkan, dari tiga orang di desa, dua orang di antaranya ingin pindah ke kota. Alasannya, kesempatan kerja di kota lebih luas, pendidikan dan kesehatan lebih memadai, infrastruktur dan aksesibilitas pun mempuni, kemajuan teknologi, serta perubahan sosial dan gaya hidup.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah kota. Mereka harus bisa mengelola fenomena urbanisasi tersebut. ”Karena pada dasarnya, tidak ada satu pun yang bisa melarang orang pindah ke kota. Tugas kita hanya mengelolanya sehingga bisa mendatangkan manfaat bukan menambah beban,” ujar Suhajar.