Sudah tiga bulan terakhir, warga RW 014 Kelurahan Cilincing, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, tidak bisa mengakses air bersih. Kondisi ini membuat mereka kesulitan menjalani aktivitas harian.
Oleh
RHAMA PURNA JATI, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Sembari mengurus keempat anaknya, Dewi (34), warga RT 001, RW 014, Kelurahan Cilincing, Kecamatan Kramat Jati, memeriksa kembali kondisi air yang ada di rumahnya. ”Lumayan air sudah mengalir walaupun belum normal,” katanya, Selasa (5/12/2023).
Air bersih ini baru mengalir lancar setelah enam petugas dari Perusahaan Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya) datang untuk mengecek masalah yang terjadi Selasa (5/12/2023). Namun, Dewi menyayangkan petugas baru menindaklanjuti masalah ini setelah terkuak ke publik melalui media. ”Kalau tidak viral, mungkin tidak akan dibenahi,” kata Dewi.
Terkait mampatnya air di wilayah Cilincing, petugas hanya melemparkan spekulasi tanpa mengetahui permasalahan sebenarnya. ”Mereka (petugas) memeriksa meteran lalu menjelaskan bahwa ada masalah di pemipaan sehingga aliran tidak lancar,” katanya.
Dewi menganggap penjelasan yang disampaikan oleh petugas tidak memberikan rasa puas. Pasalnya, akibat aliran air yang tidak lancar itu berbagai masalah bermunculan.
Banyak warga yang kesulitan memperoleh air untuk kegiatan sanitasi dan air minum. ”Kami harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli air minum isi ulang, bahkan untuk mandi,” kata Dewi. Untuk menekan pengeluaran, terkadang ia meminta air bersih dari tetangga yang menggunakan air tanah (sumur).
Dewi menyayangkan pelayanan PAM Jaya yang tidak selaras dengan biaya yang harus ia keluarkan. ”Bayangkan, dalam satu bulan saya harus mengeluarkan uang Rp 90.000-Rp 100.000 untuk air bersih yang tidak lancar,” kata dia.
Tidak lancarnya air bersih baru terjadi tahun ini. Biasanya air mengalir 24 jam. Kalaupun ada kendala, sifatnya hanya sementara. Selama 20 tahun menjadi pelanggan air perpipaan, sepertinya baru sekarang terjadi masalah besar ini menimpa warga Cilincing.
Ia berharap mampatnya air tidak terulang lagi dan pelayanan publik harus diperbaiki. ”Jangan karena viral (masalah) baru ditanggulangi,” ujar Dewi.
Di wilayah itu, masih ada warga yang menggunakan air sumur dan enggan berpindah ke air PAM Jaya karena berbagai alasan. Salah satunya ketidakpastian aliran dan juga tarif yang cukup mahal.
Imas (49) warga RT 002 RW 014, Kelurahan Cilincing, beranggapan air sumur masih relevan untuk digunakan sekarang ini. ”Memang harus menggunakan mesin pompa air, tetapi air tetap saja mengalir lebih lancar dibandingkan air PAM,” katanya.
Masalah pada air tanah memang kerap terjadi, terutama pada musim kemarau. Namun, air tidak pernah habis. ”Paling hanya menunggu sebentar, nanti air akan mengalir lagi.
Berkaca pada keluarga anaknya yang harus mengeluarkan uang hingga Rp 420.000 per bulan untuk membeli air isi ulang karena air tidak lancar. Jika melihat dari kualitas air PAM yang mengalir ke masyarakat, Imas pun enggan berpindah ke PAM.
Komisi B DPRD DKI Jakarta meminta PAM Jaya untuk memastikan masalah distribusi, perawatan jaringan perpipaan, atau hal lainnya yang mengganggu aktivitas warga RT 002 RW 014 Cililitan. Masalah itu pun bakal menjadi salah satu catatan evaluasi dari dewan kepada manajemen.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengatakan, catatan evaluasi penting agar PAM Jaya menunjukkan capaian kinerja pelayanannya yang sudah menjangkau 62 persen wilayah Jakarta. Sebab, di lapangan masih banyak titik yang belum terjangkau atau kerap terganggu pasokan airnya.
”Harus dicari tahu penyebab warga kekurangan pasokan air saat mulai turun hujan,” ujar Gilbert.
Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan sudah menurunkan tim ke wilayah terdampak. Tim itu tengah memeriksa dan menangani masalah yang terjadi sehingga pasokan air bisa segera kembali normal.
”Kami memastikan air secepatnya kembali mengalir ke pelanggan,” kata Arief.
PAM Jaya sendiri mengalami kehilangan atau kebocoran air hingga 46 persen. Salah satu langkah antisipasi ke depan adalah meremajakan jaringan perpipaan karena sebagian sudah berusia puluhan sampai 100 tahun.
Arief mengatakan, peremajaan pipa akan mengurangi angka kehilangan atau kebocoran air yang masih tergolong tinggi. Pekerjaan tersebut tidak mudah sehingga ada skala prioritas agar terwujud.
PAM Jaya, misalnya, tengah mengerjakan enam proyek pemasangan district meter area. Proyek ini merupakan cara menurunkan kehilangan air dengan membagi satu jaringan pasokan air menjadi zona-zona kawasan bermeter. Enam titik tersebut merupakan daerah dengan tingkat kehilangan air paling tinggi, antara lain Kampung Melayu, Duren Sawit, dan MT Haryono di Jakarta Timur.
Warga miskin harus mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah per bulan untuk mendapatkan air bersih. Sebaliknya, warga yang tinggal di apartemen hanya mengeluarkan uang Rp 18.000 per bulan untuk memperoleh air bersih.
Anggota Akademi Jakarta, Bambang Harymurti, dalam dialog bertajuk ”Kota sebagai Nalanda” beranggapan ada kesenjangan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada warganya. Salah satunya mengenai air bersih. Bayangkan, dari seluruh wilayah Jakarta, akses air minum baru mencapai 60 persen, sisanya menggunakan air tanah.
Setali tiga uang, pelayanan pun seakan ada pembedaan. Hasil penelitian di lapangan menunjukan, warga yang tinggal di kawasan kumuh harus mengeluarkan dana lebih besar dibandingkan mereka yang tinggal di apartemen.
”Warga miskin harus mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah per bulan untuk mendapatkan air bersih. Sebaliknya, warga yang tinggal di apartemen hanya mengeluarkan uang Rp 18.000 per bulan untuk memperoleh air bersih,” katanya.
Padahal seharusnya hal itu tidak terjadi. Pelayanan yang setara harus diberikan, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar.