Masih ada puluhan keluarga korban penggusuran Kampung Bayam yang belum mau direlokasi ke Rusun Nagrak.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 15 keluarga yang terkena penggusuran Kampung Bayam direlokasi ke Rusun Nagrak, Jakarta Utara, awal November ini. Sejak bergulir Oktober lalu, secara keseluruhan sudah 35 keluarga direlokasi. Mereka hanya dikenai biaya air dan listrik sesuai pemakaian melalui otodebet Bank DKI.
Relokasi merupakan jalan keluar yang diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo (Perseroda) atas polemik warga Kampung Bayam yang menagih janji masuk ke Kampung Susun Bayam setelah digusur untuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) pada tahun 2019.
Kepala Satuan Pelaksana Pelayanan Unit Pengelola Rumah Susun Wilayah III Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Faisal Rahman memastikan 15 keluarga direlokasi secara bertahap ke Rusun Nagrak, awal November ini. Warga terdampak penggusuran Kampung Bayam itu menempati unit di Tower 3 Rusun Nagrak, seperti 20 keluarga yang direlokasi pada Oktober lalu. Semuanya tidak dikenai biaya sewa unit.
”Hingga sekarang, kami tetap membuka kesempatan bagi warga gusuran Kampung Bayam untuk direlokasi ke Rusun Nagrak,” ujar Faisal, Kamis (9/11/2023).
Masih ada puluhan keluarga yang enggan direlokasi ke Rusun Nagrak. Mereka bertahan di JIS yang jadi salah satu tuan rumah Piala Dunia U-17 pada 10 November.
Warga menagih janji hunian yang terwujud dalam bentuk Kampung Susun Bayam. Mereka menunggu sejak Oktober 2022, tetapi tidak kunjung menempati hunian tersebut.
Bahkan, sejak November 2022, warga menempati tenda setelah sebelumnya tinggal di kontrakan. Mereka tidak kunjung sepakat dengan PT Jakarta Propertindo sebagai pengelola kampung susun lantaran tarif sewa Rp 565.000-Rp 715.000 per bulan dinilai terlalu mahal dan tidak mempertimbangkan pekerjaan warga.
Warga menagih janji hunian yang terwujud dalam bentuk Kampung Susun Bayam. Mereka menunggu sejak Oktober 2022, tetapi tidak kunjung menempati hunian tersebut.
Mereka mayoritas pemulung, pedagang, dan pekerja serabutan. Penentuan tarif juga dinilai tidak tepat meskipun mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan karena warga gusuran (terprogram) harusnya dikenai tarif lebih murah.
Selain menagih janji, warga sempat mendirikan tenda dari terpal di Balai Kota Jakarta sebagai bentuk protes, Kamis (1/12/2022). Kala itu, ada 75 keluarga mengikuti aksi yang berlangsung mulai pukul 09.00. Mereka membawa surat daftar calon penghuni Kampung Susun Bayam dan nomor gedung, lantai, dan unit hunian.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sempat mengunjungi warga gusuran Kampung Bayam dan relokasi Rusunawa Marunda di Rusun Nagrak pada Kamis (26/10/2023). Saat itu, dia mendengar aspirasi mereka terkait peningkatan fasilitas dasar dan penunjang aktivitas sehari-hari. Misalnya, pendidikan dan kesehatan, jaringan internet, tempat berjualan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan akses transportasi.
”Mereka baru dua bulan pindah. Beberapa hal yang jadi perhatian seperti tempat jualan di sini yang belum difasilitasi, keluhan warga terhadap ketersediaan Wi-Fi, dan puskesmas,” ucap Heru.
Heru meminta jajarannya menjalankan puskesmas keliling untuk sementara waktu, membuat tempat usaha, dan menambah jadwal operasional bus sekolah dalam dua sif, yaitu pukul 05.00 dan pukul 06.00.