Bikin Resah, Pertempuran Antarkelompok Ganggu Ruang Publik
Pertikaian kelompok massa berbasis daerah telah menciptakan gangguan ketertiban dan rasa aman warga. Perlu ada mediasi dan pendekatan kultural dalam upaya penyelesaian konflik agar tidak mengganggu publik.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
Pertikaian kelompok massa berbasis daerah telah menciptakan gangguan ketertiban dan rasa aman warga. Selain pendekatan hukum, perlu ada pendekatan lain, seperti mediasi dan kultural, dalam upaya penyelesaian konflik di antara mereka sehingga tidak terulang pertikaian di ruang publik.
Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan, polisi telah menetapkan 11 tersangka dari dua pihak yang disebut berasal dari kelompok John Kei dan Nus Kei. Mereka bertikai di Jalan Titian Indah, Kelurahan Kalibaru, Medan Satria, Bekasi, Minggu (29/10/2023).
Adapun para tersangka tersebut adalah Felix (31), penembakan; EU (40), berperan mengumpulkan massa dan menyiapkan senjata; MWT (44), berperan menyerahkan senjata api kepada Roy yang saat ini masih dalam pengejaran; dan PM (42), berperan membawa pipa besi. Satu pelaku yang masih dalam pencarian lagi adalah AD. Mereka disebut merupakan kelompok John Kei.
Dari kelompok Nus Kei, polisi menangkap dan menetapkan tersangka, antara lain ARK (36), sopir sekaligus perencana penyerangan EU. Lalu, YBR (36), HDR (18), YR (18), dan BMR (31). Keempatnya ikut dalam perencanaan penyerangan EU. Di luar para tersangka itu ada Gaspar (meninggal) yang berperan sebagai pembuat skenario penyerang dan membuka pintu rumah EU dari kelompok John Kei.
”Hasil pemeriksaan, motif konflik antarkelompok sumbernya bukan di Jakarta, tetapi terjadi di Maluku pada 2023. Bukan ekonomi, motifnya balas dendam. Lalu muncul niat salah satu kelompok khususnya yang menjadi korban (Gaspar Rahantoknam) menyerang ke daerah Jalan Titian Murni (Bekasi),” kata Hengki, Selasa (7/11/2023).
Sebelum terjadi penyerangan di Bekasi, kata Hengki, terjadi komunikasi dengan John Kei. Dari barang bukti telepon seluler yang telah disita, polisi akan mendalami siapa pihak yang berkomunikasi langsung dengan John Kei, apakah dari anak buah John Kei atau dari kelompok Nus Kei.
Tidak tertutup kemungkinan penyidik akan ke Nusakambangan tempat John Kei dipenjara untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Polisi juga akan memeriksa Nus Kei.
Mengetahui ada niat penyerangan, kelompok John Kei di Bekasi mempersiapkan diri dengan senjata. Bentrok antarkelompok itu pun tak terhindar, satu korban meninggal. Hengki mengimbau dua pelaku yang masuk dalam daftar pencarian orang untuk menyerahkan diri.
”Berulang kali terjadi keributan kelompok ini dan sangat meresahkan masyarakat. Tidak ada ruang untuk premanisme,” ujar Hengki.
Menurut Hengki, siapa pun tidak boleh bertindak di atas hukum atau melawan hukum. Kekerasan hingga penembakan di ruang publik adalah tindakan ilegal. Oleh karena itu, para kelompok yang bertikai ini bisa dikenai Pasal 169 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, polisi juga mengenakan Pasal 358 KUHP. Untuk pelaku penembakan, Felix, dikenai Pasal 340 dan Pasal 338 KUHP.
”Siapa yang menembak, hanya itu yang ditahan, tidak. Suatu kelompok perkumpulan yang melakukan perbuatan melawan hukum juga,” kata Hengki.
Berulang
Berdasarkan arsip Kompas.id (23/6/2020), polisi menangkap John Kei dan anggotanya karena mereka terlibat dalam penyerangan di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, dan di Green Lake City, Kota Tangerang, yang merupakan tempat tinggal Nus Kei. Dalam kejadian tersebut, satu anggota Nus Kei berinisial YDR tewas di Duri Kosambi saat dianiaya kelompok John Kei, Minggu (21/6/2020).
Menurut polisi, kejadian ini bermula dari perselisihan pribadi antara John Kei dan Nus Kei terkait bagi hasil pengurusan tanah di Kota Ambon, Maluku. Setiap kali ditanya penyidik, John Kei selalu menjawab Nus Kei mengkhianatinya.
Pengakuan John Kei, Nus Kei menyatakan belum menerima hasil, padahal John Kei mendengar uang sudah diserahkan. Adapun Nus Kei menyatakan John Kei tidak sabar, padahal ada prosedur yang mesti dilewati.
Berdasarkan riwayat pesan dalam aplikasi percakapan yang dikirimkan Nus Kei ke John Kei, Nus Kei meminta mereka bertemu empat mata tanpa mengikutsertakan orang lain guna menuntaskan masalah. Namun, John Kei tidak pernah membalasnya dan malah memilih jalan kekerasan.
Dari arsip lainnya (24/6/2020), John Kei dan kelompoknya merencanakan pembunuhan dengan target Nus Kei atau Agrapinus Rumatora beserta sejumlah orang dekatnya. Nus Kei lolos dari maut karena sedang tidak di rumahnya di Green Lake City. Namun, properti tempat Nus Kei dirusak.
Sebelum kasus ini, John Kei pernah mendekam di penjara, juga akibat pembunuhan berencana. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang pada 27 Desember 2012 menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepadanya. Itu lantaran ia terbukti terlibat pembunuhan berencana Direktur Power Steel Mandiri Tan Harry Tantono alias Ayung di Swiss-Belhotel Mangga Besar, Jakarta Pusat, 26 Januari 2012.
Itu mesti dicegah. Tidak boleh lagi ada pertikaian di ruang publik. Tidak bisa secara hukum saja. Pendekatan mediasi dari polisi dan pemerintah daerah. Pendekatan kultural dan pendekatan lainnya perlu dilakukan. (Josias Simon)
Ancaman kamtibmas
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, menilai, dari rentetan kasus pertikaian antarkelompok, polisi dan pemerintah daerah harus melakukan upaya mediasi. Pertikaian antarkelompok yang terseret ke ruang publik itu meresahkan warga, apalagi sudah menggunakan kekerasan dan senjata. Ketertiban dan keamanan masyarakat pasti akan terganggu.
”Itu mesti dicegah. Tidak boleh lagi ada pertikaian di ruang publik. Tidak bisa secara hukum saja. Pendekatan mediasi dari polisi dan pemerintah daerah. Pendekatan kultural dan pendekatan lainnya perlu dilakukan,” ujar Simon, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, pertikaian antarkelompok beberapa hari lalu itu tidak tiba-tiba terjadi begitu saja meski tidak melibatkan langsung patron atau ketua kelompok di lapangan. Jika suatu kelompok merasa terganggu, anggota akan mengacu pada patronnya. Entah di mana pun patronnya berada, bahkan di penjara.
”Ini levelnya bukan persoalan baru terkait dengan eksistensi mereka. Senjata ini bisa sampai keluar artinya memang ada ancaman. Padahal, mereka sebenarnya sudah tahu jika menggunakan senjata, apalagi di ruang publik, itu melanggar hukum. Bisa jadi patron kelompok satu dan parton kelompok lainnya saling tahu dengan pertikaian yang terjadi sehingga terjadi bentrok,” kata Simon.
Oleh karena itu, upaya menyelesaikan pertikaian antarkelompok itu harus menyentuh ke patronnya. Anggota tidak akan bergerak sembarangan jika tidak ada kuasa dari patronnya. Bergerak di luar kuasa patron itu justru membahayakan. Tidak bisa sembarang menyerang jika tidak ada komando.
”Jika itu yang terjadi akan semakin banyak gangguan kamtibmas kalau mereka ambil keputusan sendiri. Artinya, yang harus disentuh di sini adalah patronnya,” katanya.