TPA Rawa Kucing di Tangerang Kembali Buruk Rupa
Dulu TPA Rawa Kucing dipuja indah dengan taman edukasinya. Kini julukan itu musnah seiring gunungan sampah dan amuk api.
Seekor merak biru (Pavo cristatus) terkurung di balik jeruji besi berukuran 1 meter x 3 meter di dekat pelataran parkir Kantor Unit Pelaksana Teknis Tempat Pemrosesan Akhir Rawa Kucing, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Merak itu menjadi penghuni terakhir dari kebun binatang mini yang pernah ada di TPA tersebut.
Sekitar tahun 2018, banyak warga yang mengunjungi si merak biru untuk melihat keindahan bulunya. Kini, merak itu hanya dijadikan ”pajangan” tak berharga karena kebun binatang mini itu sudah tenggelam oleh tumpukan sampah yang menggunung.
”Selain merak, sebenarnya ada satwa lain yang ada di kebun binatang mini itu, seperti ular, musang, dan beberapa satwa lain. Namun, yang tertinggal hanya merak biru,” kata Ojenk, seorang petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, Selasa (24/10/2023).
Baca juga: Masih Membara, Pemadaman TPA Rawa Kucing Dioptimalkan
Ojenk yang sudah bekerja di sana sejak 2013 bercerita ketika dibuka sekitar tahun 2015, banyak pengunjung yang menjadikan TPA ini sebagai obyek wisata karena selain terdapat kebun binatang mini, juga rumah edukasi seperti taman pembibitan, rumah kaca (green house) dengan beragam jenis tanaman di dalamnya.
Dalam catatan Kompas (20/2/2019), setelah lima tahun berlalu, Tempat Pemrosesan Akhir Rawa Kucing di Kota Tangerang berubah wajah menjadi taman wisata edukasi, hijau, dan tak berbau. Ratusan tanaman dan pohon berjajar di sekitar taman menarik minat para pengunjung.
Terdapat juga kolam ikan, lapangan sepak bola mini yang saban sore dijadikan tempat bermain bagi warga sekitar. Keindahan taman di TPA ini mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak.
Namun, semua keindahan itu tinggal kenangan kala gunungan sampah menjajah taman TPA. ”Dulu jarak antara sampah dan taman sekitar 500 meter, sekarang semua hanyut termakan sampah,” kata Ojenk.
Opick (39), warga sekitar TPA, sempat berbangga dengan pembangunan itu. Menurut dia, keberadaan taman wisata edukasi itu mengubah wajah kawasan Rawa Kucing dari kawasan kumuh menjadi kawasan wisata.
Ia teringat saat itu ribuan warga dari berbagai daerah berdatangan untuk melihat obyek wisata Rawa Kucing. ”Jalan kami dicor beton dan diterangi banyak lampu. Persis jalan tol,” kata dia.
Kondisi itu sangat jauh dari kondisi awal Rawa Kucing yang dulunya adalah kawasan rawa yang sangat gelap dan menakutkan. ”Sekitar tahun 1980-an kawasan ini masih dianggap angker karena selain ada pemakaman kondisinya juga sangat gelap,” kata Opick.
Baca Juga: Kebakaran TPA Rawa Kucing Meluas, Puluhan Warga Dievakuasi
Namun, saat ini kondisi TPA Rawa Kucing kembali buruk rupa. Kondisi taman edukasi yang sempat membetot perhatian warga kini kondisinya sangat memprihatinkan. Tanaman yang dulu tumbuh subur kini gersang, kolam retensi yang dulu indah, kini hitam berbau sampah.
Lapangan sepak bola mini pun hanya tinggal menyisakan gawang. Hanya gunungan sampah dan bangunan bekas terbakar yang masih menghiasi taman.
Peristiwa kebakaran yang terjadi sejak Jumat (20/10/2023) menghanguskan 80 persen dari total area TPA seluas 34,8 hektar. Sejumlah fasilitas, seperti bekas ruang komposter dan sejumlah kendaraan, hangus terbakar.
Ratusan personel pemadam beserta armadanya dan juga helikopter bom air berjibaku memadamkan kebakaran dari darat dan udara. Ratusan warga yang tinggal di radius 500 meter pun terpaksa diungsikan karena paparan asap yang sudah dianggap membahayakan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Tihar Sopian menjelaskan, keindahan taman itu hilang lantaran untuk menampung sampah dari warga dibutuhkan ruang yang cukup besar. Hingga kini, dari 34,8 hektar luasan TPA, hanya menyisakan 2,5 hektar saja yang belum tertimbun sampah.
Kondisi ini terjadi lantaran sampah yang masuk ke TPA terus meningkat setiap tahun. Di tahun ini, rata-rata kiriman sampah dari warga berkisar 1.600 ton sampai 2.000 ton per hari. ”Pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan menyebabkan produksi sampah meningkat,” katanya.
Beberapa tahun lalu, dalam satu kelurahan hanya butuh satu kendaraan untuk mengangkut sampah dari warga. Kini, harus ditambah menjadi dua kendaraan.
Sayangnya, kesadaran dari warga untuk mengelola sampah dari sumber juga masih rendah sehingga yang diangkut didominasi sampah yang belum diolah. Hal ini terlihat dari kian banyaknya armada yang harus dikerahkan untuk mengangkut sampah.
”Beberapa tahun lalu, dalam satu kelurahan hanya butuh satu kendaraan untuk mengangkut sampah dari warga. Kini, harus ditambah menjadi dua kendaraan,” katanya.
Sebenarnya sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dari sumber sudah digaungkan sejak lama melalui berbagai program. Mulai dari memasifkan keberadaan bank sampah dan menggiatkan program sedekah sampah.
Program bank sampah sempat berjalan baik hingga tahun 2019, sebelum akhirnya kegiatannya terhenti akibat dihajar pandemi Covid-19. ”Sebelum Covid-19 jumlah bank sampah di Tangerang mencapai 100 unit, setelah Covid-19 hanya tinggal 20. Sekarang sedang dikembangkan lagi dan sudah menyentuh 80 bank sampah yang beroperasi,” kata Tihar.
Baca juga: Berjibaku di Tengah Kebakaran TPA Rawa Kucing
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan gunungan sampah adalah dengan merealisasikan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Ramah Lingkungan di Rawa Kucing dan Jatiuwung, Kota Tangerang, yang digarap oleh pihak ketiga, Oligo Infra Swarna Nusantara.
”Harapannya, pada 2025, proyek itu bisa masuk dalam tahapan persiapan konstruksi,” kata Tihar. Menurut rencana, di dalam proyek tersebut akan dibangun pengolah sampah menjadi energi listrik dengan kapasitas 40 megawatt.
Dengan keberadaan proyek ini diharapkan sampah dapat dikelola sehingga tidak ada lagi tumpukan sampah sampai menggunung di TPA.
Harapannya, dengan kejadian ini, program, PSEL bisa lebih cepat terealisasi
Sebelumnya, Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menjelaskan, saat ini, prosesnya masih terhambat izin amdal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pemkot Tangerang terus berkonsultasi agar izin amdal dapat segera diperoleh. Izin amdal menjadi salah satu syarat utama agar perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PLN bisa terselenggara.
”Harapannya, dengan kejadian ini, program, PSEL bisa lebih cepat terealisasi,” katanya.
Ketua Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci) Ade Yunus berpendapat, peristiwa ini menjadi momen bagi semua pihak agar kembali berkolaborasi membenahi TPA mulai dari hulu, yakni warga. ”Jangan asyik dengan program sendiri, tetapi bersama-sama mencapai visi bersama,” katanya.
Menurut dia, pembenahan pengelolaan TPA menjadi sangat penting agar peristiwa kebakaran tidak kembali terulang. ”Pelibatan masyarakat menjadi sangat krusial,” katanya. Memang untuk menyadarkan masyarakat untuk mulai mengelola sampah dari sumber membutuhkan waktu yang panjang.
Ade mencontohkan ketika tahun 2012 masih banyak warga yang membuang sampah di bantaran Sungai Cisadane. Namun, dengan pelibatan masyarakat dalam mengolah sampah, kini kebiasaan itu berangsur hilang.
”Memang belum semua sadar untuk mengelola sampah dari rumah, tetapi setidaknya sudah ada warga yang mau menjalaninya,” kata Ade.