LRT Jabodebek, Suka Modanya tetapi Kurang Suka Tarifnya
”Jika ada yang lebih murah, kenapa enggak?” demikian pendapat sebagian warga mengenai tarif terbaru LRT Jabodebek. Tarif normal LRT dinilai terlalu tinggi.
Kondisi Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Selatan, Rabu (11/10/2023) sekitar pukul 08.30, tetap ramai, tetapi tidak sepenuh bulan lalu. Kebanyakan calon penumpang berpakaian rapi dengan sepatu mengilap dan kemeja berkancing karena hendak pergi bekerja. Petugas yang berjaga mengarahkan warga yang hendak tap-in atau tap-out agar tidak menimbulkan antrean.
Sejak 1 Oktober 2023, PT Kereta Api Indonesia memberlakukan tarif promo kedua LRT Jabodebek dengan tarif minimal Rp 3.000 dan maksimal Rp 20.000. Kebijakan ini akan berlangsung hingga 29 Februari 2024. Sebelumnya, telah diberlakukan promo pertama dengan harga Rp 5.000 untuk semua rute atau flat yang telah berakhir pada Sabtu (30/9/2023).
Setelah 29 Februari 2024, tarif LRT Jabodebek, menurut rencana, akan ditetapkan ke harga normal sebesar Rp 5.000 untuk kilometer perjalanan pertama. Selanjutnya, penumpang akan dikenakan penambahan tarif Rp 700 per kilometer untuk perjalanan berikutnya. Tarif termahal mencapai Rp 27.400 untuk perjalanan Stasiun Harjamukti-Stasiun Jatimulya dengan jarak 33 kilometer.
Baca juga: Jadwal Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah
Formulasi perhitungan tarif LRT Jabodebek ini telah tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kereta Api Ringan (LRT) Terintegrasi Jabodebek dan ditetapkan pada 8 Juni 2023. Selanjutnya, besaran tarif bersubsidi LRT Jabodebek telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 67 tahun 2023 tentang Tarif Angkutan Angkutan Orang dengan Kereta Api Ringan (LRT) Terintegrasi Jabodebek untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik dan ditetapkan pada 14 Juli 2023.
Kebijakan tersebut mengalami pro dan kontra dari warga. Sebagai warga Bekasi yang bekerja di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Jaris Maulana Iskandar (27) merasa tarif yang ditawarkan dalam perjalanan Stasiun LRT Jatimulya ke Stasiun LRT Dukuh Atas masih mahal, yakni Rp 20.000 untuk satu kali keberangkatan.
Stasiun LRT Dukuh Atas memang terintegrasi dengan Halte Transjakarta Dukuh Atas II dan Stasiun KRL Sudirman. Akan tetapi, jika harus mengeluarkan uang Rp 40.000 per hari, Jaris merasa keberatan.
”Kalau tarif maksimal di bawah Rp 15.000, saya rasa itu sudah pas. Jika tarif Rp 20.000 ke atas untuk sekali perjalanan, itu lumayan mencekik,” katanya.
Padahal, saya sudah sangat antusias dengan beroperasinya LRT Jabodebek, tetapi masih tidak sesuai harapan saya.
Jadwal terakhir keberangkatan kereta relasi Dukuh Atas-Jatimulya pada pukul 19.58 juga menurut dia kurang lama. Jika ia ada acara yang mengharuskan pulang lebih malam, Jaris tidak bisa mengandalkan LRT Jabodebek.
”Padahal, saya sudah sangat antusias dengan beroperasinya LRT Jabodebek, tetapi masih tidak sesuai harapan saya,” tutur Jaris.
Jaris pun dalam kesehariannya masih sering menggunakan sepeda motor sebagai transportasi utamanya. Sebab, ongkos per hari jika menggunakan sepeda motor lebih murah, sekitar Rp 14.500 saja. Akan tetapi, ia sesekali juga menggunakan LRT Jabodebek jika sedang malas berhadapan dengan kemacetan.
Lihat juga: LRT Berlakukan Tarif Promo Kedua
Biaya lebih mahal menggunakan LRT Jabodebek daripada transportasi pribadi juga dirasakan Melanie (32). Setiap hari, Melanie pergi ke kantor dari Tapos, Depok, bersama suaminya karena mereka bekerja di satu kantor yang sama. Kantor tempat mereka bekerja berada di Kuningan, Jakarta Selatan.
Mereka menggunakan mobil sebagai moda transportasi sehari-hari. Jika ditotal secara harian, saat menggunakan mobil dari rumah ke kantor, Melanie dan suami membutuhkan tarif untuk bensin sekitar Rp 75.000 dan tarif untuk tol Rp 35.000. Jumlah yang harus dikeluarkan Rp 110.000 per hari.
Baca juga: LRT Jabodebek Bukan Kereta Ringan Pertama di Indonesia tapi Perdana Beroperasi Tanpa Masinis
Saat mereka menggunakan LRT Jabodebek, biaya ongkos untuk LRT ialah Rp 76.400, ditambah bensin sekitar Rp 22.000, biaya tol Rp 15.000, dan biaya parkir di stasiun Rp 15.000. Jika dijumlahkan, biaya yang harus dikeluarkan Rp 128.400.
”Jadi, masih lebih hemat Rp 18.400 jika menggunakan mobil ke kantor,” kata Melanie.
Sejumlah warga yang masih setia menggunakan LRT Jabodebek memiliki cara sendiri untuk menekan pengeluaran mereka. Irwan Fadilla (36), contohnya. Ia rela membawa sepeda lipat sepanjang hari ke dalam kereta.
Dari Stasiun Dukuh Atas, ia melanjutkan perjalanan ke kantor dengan perjalanan lebih kurang 10 menit. Untuk menekan pengeluaran, ia membawa sepeda lipat, sekaligus untuk berolahraga.
Baca juga: LRT Jabodebek Masih Dirundung Kendala Operasional
Tidak hanya penumpang LRT Jabodebek, penumpang KRL juga memiliki cara serupa. Muhammad Amrizal (42) kerap membawa sepeda lipat saat menaiki KRL. Meskipun sedikit ribet karena KRL memiliki jumlah penumpang yang lebih banyak dan berdesakan, ia tidak pernah kapok untuk membawa sepeda lipat kesayangannya.
”Lumayan bisa hemat hingga Rp 30.000 karena tidak perlu pulang-pergi naik ojek daring dari stasiun ke kantor,” katanya.
Penurunan jumlah penumpang
Manajer Public Relation LRT Jabodebek Kuswardoyo mengatakan, terjadi penurunan jumlah pengguna LRT Jabodebek setelah diberlakukannya tarif promo kedua oleh Kemenhub sejak 1 Oktober 2023. Jika sebelumnya rata-rata penumpang harian di angka 47.000 sepanjang September 2023, saat ini (1-10 Oktober 2023) rata-rata penumpang harian menjadi 34.840 penumpang per hari.
Rinciannya, jumlah penumpang LRT Jabodebek pada 1 Oktober 2023 terdapat 30.250 penumpang, 2 Oktober ada 37.458 penumpang, 3 Oktober ada 38.048 penumpang, 4 Oktober ada 37.071 penumpang, dan jumlah penumpang mencapai 37.300 pada 5 Oktober. Kemudian, pada 6 Oktober terdapat 36.449 penumpang, 7 Oktober ada 27.657 penumpang, 8 Oktober ada 28.784 penumpang, 9 Oktober ada 37.552 penumpang, dan jumlah penumpang mencapai 37.833 pada 10 Oktober.
Jika sebelumnya rata rata penumpang harian di angka 47.000 sepanjang September 2023, saat ini (1-10 Oktober 2023) rata-rata penumpang harian menjadi 34.840 penumpang per hari.
”Pada hari kerja (Senin hingga Kamis), jumlah penumpang mencapai 36.000 hingga 38.000. Sementara pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, jumlah penumpang di angka 27.000 hingga 28.000,” ujar Kuswardoyo.
Baca juga: Minimnya Angkutan Pengumpan Picu Rendahnya Okupansi LRT Jabodebek
Kuswardoyo mengatakan, jumlah penumpang saat pagi dan malam hari juga relatif sama karena sebagian besar pengguna LRT Jabodebek merupakan para pekerja. Bukan warga yang memang hendak berwisata seperti kebanyakan penumpang di awal pengoperasian LRT Jabodebek.
Hal ini menunjukkan bahwa benar masyarakat memanfaatkan tarif flat Rp 5.000 pada saat itu untuk berwisata serta merasakan sensasi naik kereta tanpa masinis tersebut. Sebelumnya, sejak adanya penambahan perjalanan, pihak LRT Jabodebek menargetkan setidaknya ada 50.000 penumpang harian yang menggunakan transportasi umum dengan anggaran senilai Rp 32,6 triliun itu.
Jumlah penumpang harian saat ini masih jauh dari kapasitas total LRT Jabodebek, yaitu per rangkaian mencapai 740 penumpang dengan 234 perjalanan setiap hari. Sesuai kapasitas total dan jumlah perjalanan, seharusnya moda transportasi berbasis rel ini bisa mengangkut sekitar 173.160 penumpang per hari.
Meskipun begitu, Kuswardoyo sangat mengapresiasi pengguna LRT, khususnya para pekerja, pelajar, dan mahasiswa yang telah beralih menggunakan transportasi publik LRT Jabodebek sehingga bisa membantu upaya pemerintah mengurai kemacetan dan mengurangi polusi udara.
Baca juga: Belum Sepekan Beroperasi, Layanan LRT Jabodebek Terus Dievaluasi untuk Perbaikan
Saat ini, LRT Jabodebek baru mengoperasikan 16 rangkaian kereta atau trainset dengan 234 perjalanan setiap hari. Jarak waktu kedatangan antarkereta (headway) ialah 15 menit untuk perjalanan relasi Jati Mulya-Cawang (PP) dan Harjamukti-Cawang (PP). Sementara relasi Dukuh Atas–Cawang (PP) ialah 7,5 menit.
Adapun keberangkatan terakhir relasi Dukuh Atas-Jatimulya pukul 19.58 dan relasi Dukuh Atas-Harjamukti pukul 19.57. Sedangkan untuk relasi Jatimulya-Dukuh Atas berakhir pukul 19.00 dan Harjamukti-Dukuh atas berakhir pukul 19.57.
Perlu peningkatan layanan
Sejak diresmikan pengoperasiannya pada 28 Agustus 2023, LRT Jabodebek juga masih beberapa kali mengalami gangguan. Ada beberapa catatan yang perlu dievaluasi terkait operasionalisasi LRT Jabodebek.
”Ada empat gangguan utama yang telah kami terima laporannya, yaitu terkait pintu kereta, layar informasi penumpang, kelistrikan, hingga sistem operasi,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, Kamis (7/9/2023).
Gangguan seperti pintu tidak presisi, entakan akselerasi, dan pengereman yang tajam masih bisa ditoleransi. Namun, gangguan sarana atau sistem operasi yang berpotensi membahayakan, seperti pintu membuka di lintas, bagian roda penggerak berasap, serta pada faktor keamanan, seperti kelistrikan, harus dievaluasi kembali.
Baca juga: Ada Empat Gangguan Utama LRT Jabodebek
Ketua Forum Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana menyebut, penurunan okupansi LRT Jabodebek masih wajar. Tarif normal dan tarif maksimal saat ini cukup terjangkau bagi pengguna dengan catatan tidak naik setidaknya hingga lima tahun ke depan, tersedianya angkutan umum ke stasiun, dan kantong parkir dengan tarif terjangkau dan tetap.
”Ke depan, tarif bisa dipaketkan dengan skema tarif Jaklingko agar lebih ekonomis jika berpindah moda,” ujarnya.
Aditya menambahkan, LRT Jabodebek juga akan tetap diminati warga jika frekuensi perjalanannya meningkat, jeda antarperjalanan (headway) tinggi atau rapat, dan waktu operasional berlangsung dari dini hari hingga tengah malam. Artinya, dengan tarif berlaku normal, tetap ada peningkatan layanan.
”Waktu tunggu bisa lebih singkat, ketepatan waktu terjaga, dan jangan lupa harus tersedia angkutan umum lanjutan yang terjangkau di stasiun LRT Jabodebek,” kata Aditya.
Sejumlah warga memang meninggalkan LRT Jabodebek sebagai moda transportasi harian mereka. Akan tetapi, adanya LRT Jabodebek dengan segala efektivitas dan sensasi yang ditawarkan, niscaya berkontribusi dalam mengurangi kadar polusi dan kemacetan di wilayah Ibu Kota.