Puskesmas diperkuat untuk memeratakan layanan kesehatan, mendekatkan akses layanan, mengurangi waktu antrean, menjaga kualitas, hingga mengupayakan agar fasilitas kesehatan terakreditasi.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan puskesmas di Jakarta diperkuat melalui penyesuaian nomenklatur, penambahan puskesmas baru, dan proyek percontohan upaya kesehatan masyarakat yang fokus pada pencegahan dan promosi kesehatan. Penguatan tersebut untuk meningkatkan akses dan standar layanan bagi warga.
Adanya penyesuaian nomenklatur merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas kecamatan menjadi puskesmas dan puskesmas kelurahan menjadi puskesmas pembantu. Penyesuaian ini tidak mengubah pelayanan kesehatan, termasuk status kepesertaan BPJS Kesehatan. Artinya, warga tetap dapat mengakses layanan kesehatan seperti biasanya.
Kini terdapat 44 puskesmas di tingkat kecamatan dan 292 puskesmas pembantu di tingkat kelurahan. Puskesmas tetap beroperasi 24 jam, sedangkan puskesmas pembantu beroperasi sesuai jam kerja yang berlaku. Pengecualian berlaku bagi puskesmas pembantu di Kepulauan Seribu yang menyediakan layanan rawat inap dan beroperasi selama 24 jam.
Saraswati (25) merasakan kemudahan layanan Puskesmas Palmerah ketika hendak melahirkan. Pengurusan berkas berlangsung cepat karena tidak ada perbedaan untuk pengguna BPJS Kesehatan dan bukan pengguna.
”Dirujuk dari Palmerah ke Pelni prosesnya tidak begitu lama. Stafnya ramah-ramah,” katanya pada Minggu (8/10/2023).
Sama halnya dengan Sri Wahyuni yang terbantu layanan poli lansia di Puskesmas Kebayoran Lama. Poli lansia membuatnya tidak perlu mengantre dengan warga umum seperti dulu.
”Tidak begitu lama menunggu untuk menebus obat. Apotekernya sudah banyak,” ujarnya.
Ini transformasi layanan primer untuk meningkatkan akses dan standar layanan bagi masyarakat dalam jejaring layanan di tingkat kecamatan hingga kelurahan.
Plt Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menyebut, warga akan mendapatkan banyak manfaat dengan adanya penyesuaian nomenklatur. Mulai dari layanan kesehatan yang merata, akses layanan kesehatan lebih dekat, berkurangnya waktu tunggu antrean di puskesmas, kualitas layanan kesehatan tetap terjaga, hingga fasilitas kesehatan terakreditasi.
Warga juga dapat mengakses layanan kesehatan melalui pendaftaran daring di JakSehat serta pendaftaran langsung di puskesmas dan puskesmas pembantu.
Misalnya, Puskesmas Pulo Gadung dengan jejaringnya Puskesmas Pembantu Jati dan Puskesmas Pembantu Pisangan. Warga di sana bisa mendapatkan layanan di puskesmas ataupun puskesmas pembantu tanpa ada masalah dengan BPJS Kesehatan.
”Ini transformasi layanan primer untuk meningkatkan akses dan standar layanan bagi masyarakat dalam jejaring layanan di tingkat kecamatan hingga kelurahan,” katanya.
Tambah layanan
Pada saat yang sama, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menargetkan pembangunan dua puskesmas masing-masing satu pada tahun 2023 dan tahun 2024. Pembangunan ini bagian dari pemenuhan di 15 kelurahan yang belum memiliki puskesmas, yakni Duri Selatan, Jembatan Lima, Karanganyar, Tangki, Gambir, Gunung Sahari Selatan, Cikini, Senen, Glodok, Gondangdia, Kebon Kacang, Kemayoran, Cipedak, Karet Semanggi, dan Kebayoran Lama Selatan.
Ani mengatakan, lokasi pembangunan dua puskesmas sudah ditentukan. Segala proses untuk pembangunan akan dimulai secepatnya. Pihaknya juga menyiasati kebutuhan tersebut bekerja sama dengan swasta dan BUMN. Contohnya kolaborasi dengan Klinik Kimia Farma yang berfungsi seperti puskesmas pembantu bagi warga Menteng, Senen, dan Gunung Sahari Selatan.
”Jakarta terbatas lahan, tapi banyak sumber daya. Ada juga layanan kesehatan keliling untuk menjangkau seluruh warga,” katanya.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta turut menjalankan proyek percontohan upaya kesehatan masyarakat di tingkat kelurahan. Fokusnya pada upaya pencegahan dan promisi kesehatan sehingga terpisah dari puskesmas yang melayani perawatan.
Ani menuturkan, proyek percontohan itu berlangsung di Kelurahan Jati, Kelurahan Johar Baru, Kelurahan Kebon Bawang, Kelurahan Pegadungan, dan Kelurahan Lenteng Agung. Pihaknya mengupayakan kantor upaya kesehatan masyarakat berdampingan dengan kelurahan atau memanfaatkan aset pemerintah yang ada di kelurahan.
”Tujuannya menguatkan pelayanan kesehatan berbasis kesehatan masyarakat, seperti stop buang air besar sembarangan, fogging mencegah berkembangnya nyamuk demam berdarah, dan penelusuran tuberkulosis,” tuturnya.
Proyek percontohan ini membutuhkan waktu satu bulan untuk masa transisi. Kemudian dipantau dan dievaluasi secara berkala untuk perbaikan sampai didapatkan satu pemodelan yang tepat untuk diaplikasikan ke tempat lain.