Kematian Grace Arijani Harapan (68) dan David Aryanto Wibowo (38) di Cinere, Kota Depok, pada 7 September 2023 murni bunuh diri. Masalah ekonomi dan rasa depresi jadi alasan mereka bunuh diri.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kematian ibu dan anak, Grace Arijani Harapan (68) dan David Aryanto Wibowo (38), di kawasan Cinere, Kota Depok, pada 7 September 2023 adalah murni bunuh diri. Mereka menderita mati lemas (asfiksia) karena mengurung diri di ruang sempit. Rasa frustrasi dan depresi akibat masalah ekonomi setelah ditinggal sang kepala keluarga menjadi alasannya.
Fakta itu terkuak berkat hasil kolaborasi para ahli inter profesi yang melakukan penyelidikan forensik secara berkelanjutan selama satu bulan. Proses penyelidikan dilihat dari berbagai aspek, baik dari sisi kimia biologi, psikologi, maupun digital.
”Kami sudah tiga kali melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Tujuannya untuk memastikan apakah ada tindak pidana dalam kasus ini,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi, Jumat (6/10/2023).
Dia memastikan tidak ada tindak pidana dalam kasus ini lantaran tidak ditemukannya tanda-tanda kekerasan ataupun bercak darah pada jenazah Grace dan David. ”Bahkan, tidak ada jejak-jejak orang lain di dalam rumah mereka,” katanya.
Di sekitar lokasi kejadian, ungkap Hengki, hanya ditemukan DNA dari kedua korban. Jejak DNA yang paling dominan adalah milik David yang ditemukan di laptop, telepon genggam, serta sejumlah bagian rumah. Hal ini mengindikasikan, sebelum bunuh diri, David telah mempersiapkan semuanya, seperti mengunci semua pintu dan menutup semua celah udara.
Jenazah keduanya ditemukan di kamar mandi yang berada di bagian belakang dapur yang berukuran 1,8 meter x 1 meter dengan ketinggian 2,3 meter. Di dalam ruang tersebut ditemukan bantal yang dijadikan sandaran dan dupa bekas bakaran arang.
Dokter forensik dari RS Polri, Asri Megaratri Pralebda, menjelaskan, setelah mengombinasikan hasil pemeriksaan forensik dari Pusat Laboratorium Forensik Polri dan pemeriksaan histopatologi dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) disimpulkan kematian korban bukan karena kekerasan atau keracunan lantaran tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan atau zat berbahaya di dalam tubuh korban.
Kematian mereka juga bukan karena faktor alami walau Grace menderita sejumlah penyakit bawaan seperti penyakit menahun paru dan jantung. Dari hasil penyelidikan, kuat dugaan mereka tewas karena kekurangan oksigen yang menyebabkan mati lemas (asfiksia).
Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena di sekitar tempat penemuan jenazah tidak ada celah udara lantaran semua ventilasi ditutup plastik. Kondisi ini diperparah dengan kepulan asap yang mengepul hasil pembakaran dupa. Peristiwa bunuh diri diperkirakan terjadi antara 29 Juli dan 1 Agustus 2023.
Mereka seakan menarik diri dari interaksi sosial.
Rekonstruksi pikiran
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Natanael Elnadus Johanes Sumampouw menuturkan, dalam melakukan penyelidikan, timnya menggunakan metode retrospektif, yakni merekonstruksi pikiran, perasaan, dan perilaku, serta memeriksa status mental sebelum orang tersebut meninggal.
Untuk menggali data tersebut, pihaknya telah mewawancarai 13 orang yang pernah berinteraksi dengan korban, seperti kerabat dan orang yang tinggal di sekitar rumah korban. Dari hasil wawancara tersebut ditemukan fakta bahwa sejak ditinggal oleh ayah dan suaminya, Stefanus Lukmanto Wibowo, pada 2011, kehidupan keduanya berubah drastis.
”Mereka seakan menarik diri dari interaksi sosial,” ujar Natanael.
Grace diduga mengalami depresi karena sejak suaminya meninggal, tidak ada lagi yang menyokongnya dari sisi finansial. Dia pun tidak mampu mengatur kehidupan keluarga dan keuangan sepeninggal suaminya itu. Padahal, dari sisi gaya hidup, Grace memiliki sifat suka menimbun barang.
Setali tiga uang, David pun mengalami gangguan mental akibat depresi dan rasa kesepian. Apalagi sampai akhir hidupnya, dia tidak memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan ibunya. Kondisi ini berpengaruh pada perilakunya yang lebih banyak menghabiskan waktu di dunia digital.
Situs yang diakses oleh David juga menggambarkan rasa depresinya. ”Cuplikan yang sering ditonton David adalah cuplikan film Jepang yang cenderung mengarah ke kematian,” kata Natanael.
Ide untuk melakukan bunuh diri, termasuk mempersiapkan segala sesuatunya, diduga terinspirasi dari kebiasaan bunuh diri yang ada di Jepang. Beberapa pesan yang ditulis oleh David di laptop dan telepon genggamnya memperkuat niat bunuh diri tersebut.
Cuplikan yang sering ditonton David adalah cuplikan film Jepang yang cenderung mengarah ke kematian.
Karena itu, Natanael menduga ide untuk bunuh diri datang dari David yang mengajak serta ibunya. ”Karena hubungan keduanya terbilang sangat dekat, mereka pun bersepakat untuk bunuh diri bersama,” katanya.
Dari kejadian ini, Natanael berharap agar masyarakat lebih peka untuk melihat perilaku orang di sekitarnya, terutama mereka yang menarik diri dari relasi sosial.
Hengki menambahkan, motif ekonomi ini juga diperkuat dengan banyaknya barang yang telah dijual. ”Tidak ada barang yang hilang, tetapi banyak barang yang berkurang,” ujarnya. Kondisi ini mengingatkan pada peristiwa kematian satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat, akhir tahun 2022, yang juga dilatarbelakangi masalah ekonomi.