Saat Nadi Ekonomi Leuwiliang Terbakar
Lebih dari 2.000 pedagang terdampak kebakaran yang melanda Pasar Leuwiliang di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penyediaan lokasi sementara untuk berdagang dan revitalisasi pasar krusial bagi pemulihan ekonomi.
Rulan (54) bergegas setelah mendapat kabar Pasar Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terbakar, Rabu (27/9/2023) sekitar pukul 20.00. Meski berupaya secepat mungkin sampai ke lokasi, ia tidak bisa menyelamatkan barang dagangannya di kios Blok A. Ia dan pedagang lain tidak berdaya saat api cepat menyebar dan membesar.
”Habis semua, tidak ada satu pun dagangan pakaian terselamatkan. Saya datang sudah gede apinya. Hanya bisa pasrah,” kata Rulan, Jumat (29/9) di lokasi pasar.
Akibat kebakaran itu, Rulan menaksir mengalami kerugian mencapai Rp 700 juta. ”Mungkin lebih. Yang pasti ini saya rugi besar,” katanya.
Hingga Kamis (28/9) pukul 13.30, asap pekat masih menyelimuti gedung utama di Blok A dan B Pasar Leuwiliang. Bahkan, di beberapa titik masih muncul api kecil. Sejumlah pedagang tampak mengais-ngais barang dagangannya di tengah hawa panas.
Petugas pemadam kebakaran masih berupaya memadamkan sisa api. Setidaknya 66 petugas dan 16 mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api.
Baca juga: Dua Kebakaran Landa Bogor dan Jakarta, Dua Orang Tewas
Di salah satu sudut pasar, Ujang (68), pedagang pakaian di Blok A, hanya bisa berdiri menatap lapaknya yang hangus terbakar. Tidak banyak barang yang bisa ia selamatkan karena api cepat menyebar.
Ujang yang berjualan di Pasar Leuwiliang sejak 20 tahun lalu itu tak tahu persis berapa kerugian yang dialaminya. Ia hanya berharap, pascakebakaran bisa segera berjualan kembali sehingga tak terus merugi. Pemerintah diharapkan juga bisa memberikan bantuan kepada pedagang yang terdampak agar bisa melanjutkan roda ekonomi.
Kesedihan juga dirasakan Nurul (38), pedagang barang kebutuhan pokok di lapak tenda (awning) di sisi gedung Blok A. Nurul baru berdagang di lapak tenda itu sekitar tiga tahun. Di tenda lapak itu, ia berjualan dengan nyaman.
Sebelum menempati tenda lapak itu, Nurul merupakan pedagang kaki lima (PKL) liar di Pasar Leuwiliang. Saat itu ia kerap ditertibkan petugas.
Pemerintah daerah lalu memfasilitasi pembangunan dan pembenahan awning pada 2020 untuk para PKL agar pasar menjadi lebih tertata dan tidak kumuh. Fasilitas itu berdampak positif bagi Nurul karena pendapatannya lebih stabil dan meningkat dibandingkan saat menjadi PKL liar. Namun, kebakaran membuatnya khawatir tidak bisa berjualan dengan nyaman dan berisiko kembali menjadi PKL liar.
”Semoga kami dapat bantuan dan bisa mendapat tempat untuk berjualan segera. Kami menggantungkan hidup di sini. Minta tolong segera ada lokasi agar bisa berjualan,” ujarnya.
Akibat kebakaran itu, dari total 590 kios, sebanyak 550 kios terbakar. Selanjutnya, dari 641 los, 580 los terbakar. Sementara dari total 835 lapak tenda, yang terbakar sebanyak 450 lapak. Di luar itu, ada total 1.619 lapak yang terbakar dan 2.066 pedagang terdampak.
Fauzi Fatur (37), warga sekitar pasar, mendeskripsikan kebakaran hebat yang melanda pasar, Rabu (27/9) malam. Ia menyaksikan kepanikan dan teriakan sejumlah pedagang saat api dari gedung utama dengan cepat menjalar dan membesar. Beberapa pedagang dan warga tampak berlari menuju gedung di Blok B dan A untuk menyelamatkan barang-barang dagangannya.
Fauzi ikut membantu menyelamatkan barang dagangan mereka, tetapi ia menyerah karena api semakin besar dan hawa kian panas.
Tak lama berselang, mobil pemadam kebakaran datang masuk ke area dalam pasar, berusaha meredakan amukan api. Namun, petugas pemadam kebakaran tampak kerepotan karena banyaknya orang memadati area pasar, terutama pedagang yang berusaha menyelamatkan dagangannya.
Petugas tidak hanya berusaha menjinakkan kobaran api yang semakin besar, tetapi juga berjibaku dengan kepadatan manusia untuk membuka jalur evakuasi dan jalur selang.
Revitalisasi
Bupati Bogor Iwan Setiawan menyadari kebakaran Pasar Leuwiliang merugikan pedagang. Insiden itu juga berdampak pada warga yang hendak membeli barang untuk memenuhi kebutuhan hariannya.
Pasar yang berdiri tahun 2004 itu merupakan pasar terbesar di Kabupaten Bogor bagian selatan. Tidak hanya warga Leuwiliang yang merasakan kehadiran pasar itu, tetapi juga warga lainnya di sekitar Cibungbulang dan Leuwisadeng.
Pedagang telah membayar berbagai jenis retribusi. Seharusnya tidak ada alasan pasar tidak terawat dengan baik apalagi sampai terjadi kebakaran sehingga merugikan para pedagang. Pedagang menjadi korban.(Abdullah Mansuri)
Oleh karena dinilai penting dan roda ekonomi harus terus berputar, menurut Iwan, Pasar Leuwiliang perlu segera direvitalisasi. Pasar sementara juga perlu disiapkan agar para pedagang bisa segera berjualan.
Ia pun menginstruksikan Perumda Pasar Tohaga untuk segera menangani dampak kebakaran Pasar Leuwiliang.
”Kami saat ini terus berkoordinasi dengan tim Perumda Pasar Tohaga berkenaan dengan rencana penanganan dampak kebakaran, pengkajian rencana relokasi sementara, dan pengkajian penanganan dampak bencana kebakaran,” kata Iwan.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdullah Mansuri menyatakan, dari beberapa kasus kebakaran pasar di Indonesia, termasuk yang terbaru di Pasar Leuwiliang, penyebabnya selalu saja diduga arus pendek listrik. Faktor arus pendek listrik ini seharusnya tidak terjadi jika pemerintah melihat pasar tradisional sebagai aset berharga untuk ekonomi warga.
”Pedagang telah membayar berbagai jenis retribusi. Seharusnya tidak ada alasan pasar tidak terawat dengan baik apalagi sampai terjadi kebakaran sehingga merugikan para pedagang. Pedagang menjadi korban,” kata Mansuri.
Menurut dia, pemerintah seharusnya menyiapkan infrastruktur dan sarana prasarana pasar, seperti drainase, instalasi listrik, hingga hidran yang baik. Dengan demikian, potensi kebakaran bisa dihindari. Jika terjadi kebakaran, penanganannya pun lebih cepat.
Lamanya pemadaman hingga lebih dari 15 jam memperlihatkan kerapuhan dan ketidaksiapan pemerintah menjaga aset yang menjadi urat nadi perekonomian rakyat kecil. Kebakaran itu bakal mengganggu roda ekonomi daerah sekitar.
Revitalisasi Pasar Leuwiliang ke depan, menurut Mansuri, perlu diawasi. Sebelum revitalisasi, pemerintah daerah dan perumda wajib menggandeng para pedagang dan asosiasi atau kelompok pedagang agar tidak ada pedagang yang dirugikan. Pemerintah juga harus memberikan penguatan dan antisipasi bagi pedagang yang terdampak karena belum bisa berjualan.
”Revitalisasi harus melibatkan para pedagang agar tidak ada pedagang yang dirugikan dari retribusi yang tinggi, pungutan di luar ketentuan aturan, harga sewa yang tidak wajar, dan pengeluaran yang mencekik para pedagang,” katanya.
Baca juga: Pasar Lama Tangerang Terbakar, Pedagang Butuh Bantuan