Sering Picu Kebakaran, Instalasi Kelistrikan Bakal Dirapikan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta berencana merapikan instalasi kelistrikan di permukiman-permukiman padat dengan frekuensi kebakaran tinggi. Separuh lebih kebakaran tahun ini dipicu faktor kelistrikan.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Instalasi semrawut kelistrikan menjadi momok penyebab utama kebakaran, khususnya di permukiman padat penduduk di Jakarta. Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta akan membantu merapikan instalasi kelistrikan di kawasan dengan frekuensi kebakaran tinggi di ibu kota Jakarta.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, masyarakat yang tinggal di permukiman padat kerap abai dengan instalasi kelistrikan. Penggunaan material kelistrikan yang tidak sesuai standar, penggunaan listrik yang bertumpuk, dan pemasangan listrik secara liar dinilai menjadi kebiasaan buruk masyarakat di permukiman padat.
”Banyak rumah di permukiman padat di Jakarta yang dihuni sejak tahun 1970-an atau 1980-an dengan instalasi kelistrikan yang buruk. Hingga saat ini masih terjadi dan frekuensi penggunaan listriknya masih terus bertambah,” kata Isnawa, di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, 795 dari 1.465 kebakaran di Jakarta selama periode 1 Januari-20 September 2023 disebabkan oleh faktor kelistrikan.
Sementara Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta mencatat, ada sejumlah daerah dengan frekuensi kebakaran tinggi, yakni di atas 18 kali dalam setahun. Selama 2022, kelurahan dengan frekuensi kebakaran tertinggi adalah Cengkareng Timur, yakni dengan 26 kejadian kebakaran, diikuti Kapuk (24), Sunter Agung (21), Kalideres (20), Penjaringan (20), dan Pulo Gadung (18).
”Daerah ini akan kami sasar untuk perbaikan awal kelistrikan. Mulai Kamis (21/9/2023), kami akan mulai melakukan pendataan untuk program ini,” ujar Kepala Satuan Pelaksana Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Michael Octavianes Sitanggang.
Banyak rumah di permukiman padat di Jakarta yang dihuni sejak tahun 1970-an atau 1980-an dengan instalasi kelistrikan yang buruk. Hingga saat ini masih terjadi dan frekuensi penggunaan listriknya masih terus bertambah.
Charles mengatakan, perbaikan instalasi kelistrikan rumah warga akan dilakukan selama periode September-Oktober 2023. Pihaknya akan bekerja sama dengan Dinas Gulkarmat, satuan polisi pamong praja, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), hingga pihak swasta.
”Kami juga membuka untuk kerja sama dari swasta untuk membantu lewat dana CSR (tanggung jawab sosial perusahaan). Dari perhitungan kami, biaya perapian satu satu rumah sebesar Rp 905.000,” ujar Charles.
Kepala Bidang Operasi Dinas Gulkarmat DKI Jakarta Suheri menyampaikan, faktor-faktor penyebab kebakaran akan terus diintervensi. Pihaknya juga akan terus menyosialisasikan hal-hal lain, seperti instalasi kompor listrik dan penggunaan sarana penunjang penanganan kebakaran.
Permasalahan permukiman dengan kelistrikan semrawut banyak ditemui di Jakarta. Permukiman di Cengkareng Timur, misalnya, sejumlah gang rumah warga berdempetan. Kabel-kabel di tiang listrik tampak terurai dan berantakan dengan sambungan dari rumah-rumah di sekitarnya.
Salah satu kejadian kebakaran terbaru, yakni di Cengkareng Timur, terjadi di Jalan Nurul Amal 23, pertengahan Agustus 2023. Rumah yang terbakar merupakan milik Wahyuni (60), warga yang tinggal di RT 015 RW 005. Kebakaran terjadi saat Wahyuni sedang menghangatkan nasi di penanak nasi.
”Untung waktu itu kejadiannya siang hari, banyak warga yang membantu memadamkan. Jadi, api tidak merambat ke rumah lain,” kisahnya sambil memperlihatkan bekas api menjalar yang menghabiskan seluruh perabotan rumah tangganya.
Wahyuni bercerita, dalam kebakaran tersebut dia kehilangan dua televisi, satu kulkas, satu mesin cuci, dan perabotan rumah lainnya yang habis terbakar.
Ketua RW 005 di Cengkareng Timur, Slamet Riyadi, menuturkan, daerahnya memang cukup padat penduduk. Lebih dari 1.000 keluarga tinggal di kawasan tersebut. Satu rumah biasanya ditempati oleh lebih dari dua keluarga.
”Sangat jarang satu rumah ditempati satu keluarga, biasanya lebih dari itu. Penggunaan listrik pun beragam,” ujarnya.