Krisis Berlanjut, Air Bersih di Bekasi Masih Berbau
Akibat air baku yang tercemar dan terpapar kekeringan, sejumlah warga di Kota Bekasi masih merasakan bau dari air yang mereka terima. Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki kualitas air.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Akibat air baku yang tercemar dan terpapar kekeringan, sejumlah warga di Kota Bekasi masih merasakan bau dari air yang mereka terima. Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki kualitas air yang disalurkan kepada masyarakat dengan melakukan sejumlah cara mulai dari merelokasi intake air baku dan membenahi daerah aliran sungai.
Anjar (24), warga Kampung Teluk Buyung, Kelurahan Margamulya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Selasa (19/9/2023), mengatakan sampai saat ini air yang mereka terima dari Perumda Tirta Patriot masih berbau walau tidak separah minggu lalu. ”Minggu lalu, air yang kami terima berwarna hitam dan berbau karat yang sangat menyengat,” katanya.
Akibatnya, banyak warga yang protes dan akhirnya meminta agar pemerintah segera memperbaiki kualitas air sebelum disalurkan kepada masyarakat. Menurut Anjar, sejak 10 tahun terakhir menjadi pelanggan Perumda Tirta Patriot, baru kali ini air yang diterima sangat buruk kualitasnya.
”Memang kondisi Sungai Bekasi saat itu juga sangat parah. Selain debit air yang terus berkurang, kondisi air sungai juga berbau dan hitam,” ujarnya.
Dengan kualitas air yang buruk, Anjar pun tidak berani mengonsumsi air itu. ”Dari warna dan baunya saja tidak layak dikonsumsi. Saya hanya berani menggunakannya untuk mandi,” kata Anjar.
Hal berbeda disampaikan oleh Supri, Warga Bekasi Timur, Kota Bekasi. Sampai saat ini kualitas air yang diterimanya cukup baik dibanding yang diterima warga yang menjadi pelanggan Perumda Tirta Patriot.
”Kondisi air tanah masih cukup baik. Namun, memang saat ini sumur agar surut karena kemarau,” kata Supri. Ia bersyukur, sampai saat ini masih mendapatkan air yang baik.
Berbeda dengan warga yang ada di Kabupaten Bekasi yang sekarang sedang kesulitan air bersih akibat kekeringan. ”Saya melihat di media sosial, banyak warga Kabupaten Bekasi yang menerima bantuan air bersih dari sejumlah pihak.
Siang tadi, memang aliran Sungai Bekasi sangat tidak laik karena air yang telah menghitam dan berbau. Hal ini juga terlihat di anak Sungai Bekasi yang juga tampak surut dan menghitam.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono mengaku telah menerima keluhan dari banyak ”netizen” mengenai air di Kota Bekasi yang tidak laik dikonsumsi. ”Kami menerima keluhan tersebut dan kami berupaya untuk memperbaikinya,” ujar Tri.
Namun, memang kondisi kemarau membuat kualitas air bersih menurun, belum lagi banyaknya limbah yang dibuang ke sungai. Karena itu perlu kerja sama antarpihak untuk memperbaiki kondisi sungai agar kembali layak digunakan masyarakat.
Dengan jumlah penduduk mencapai 2,4 juta jiwa diiringi pertumbuhan pembangunan yang kian pesat, keberadaan air bersih menjadi sangat krusial.
Nyatanya, penyaluran air bersih di Kota Bekasi masih belum optimal. Hingga saat ini total sambungan air bersih hanya sekitar 61.000 sambungan, sangat jauh dari angka 60 persen dari total sambungan yang 750.000 sambungan rumah tangga.
Situasi inilah yang membuat masih banyak warga menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, dengan masifnya penggunaan air tanah dikhawatirkan akan berpengaruh pada penurunan permukaan tanah.
”Kita bisa berkaca pada Kecamatan Babelan yang saat ini airnya telah payau karena telah bercampur dengan air laut,” kata Tri.
Jika tidak segera diantisipasi, bukan tidak mungkin warga Kota Bekasi akan mengalami nasib serupa. Karena itu, ujar Tri, kapasitas sistem pengelolaan air minum (SPAM), perlu ditingkatkan agar dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, keberadaan air bersih dapat terpenuhi.
Di Jakarta mendapatkan jatah jaringan SPAM Jatiluhur sebanyak 4.000 liter per detik, seharusnya jatah kapasitas air yang diterima kota Bekasi tidak jauh dari itu. ( Tjetjep Achmadi)
Untuk mewujudkan hal itu, Pemkot Bekasi sudah menganggarkan Rp 35 miliar untuk relokasi intake Teluk Buyung dari Sungai Bekasi ke Sungai Kalimalang. Relokasi ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas air bersih di Kota Bekasi.
Karena itu, ujar Tri, pihaknya telah menganggarkan Rp 35 miliar untuk membangun saluran. Sebenarnya anggaran itu masih sangat kurang dibanding kebutuhannya.
Untuk pemasangan pipa dengan pengeboran di dalam tanah membutuhkan dana sekitar Rp 60 miliar. Namun, saat ini, pemkot menggunakan konsep campuran antara skema penggalian dan open cut yang membutuhkan dana sekitar Rp 45 miliar.
”Saya berharap ada bantuan dari Kementerian PUPR untuk merealisasikan kebutuhan dana tersebut,” ucapnya.
Direktur Bidang Teknik (Dirtek) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Patriot Tjetjep Achmadi menerangkan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memberikan bantuan penambahan kapasitas air bersih dari jaringan SPAM Jatiluhur sebanyak 300 liter per detik. Jumlah ini sama dengan jatah yang diberikan kepada Kabupaten Bekasi.
Hanya, jumlah itu masih sangat kurang mengingat penduduk Bekasi yang kian padat. ”Di Jakarta mendapatkan jatah jaringan SPAM Jatiluhur sebanyak 4.000 liter per detik, seharusnya jatah kapasitas air yang diterima kota Bekasi tidak jauh dari itu,” ujar Tjetjep.
Dengan penambahan kapasitas air bersih ini diharapkan masalah air bersih di Kota Bekasi tidak lagi terjadi. Tjeptjep berharap, relokasi ini dapat selesai setidaknya sampai Mei 2024 sehingga ancaman dari pencemaran dari Sungai Bekasi tidak lagi menghantui warga Bekasi.
Direktur Jenderal Cipta Karya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti menuturkan relokasi intake ini diharapkan dapat bisa menambah pasokan kebutuhan air minum di Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Utara, dan Medan Satria.
”Relokasi ini juga bisa meningkatkan kualitas air minum dan menambah standar air baku mutu air minum yang aman dikonsumsi oleh masyarakat,” katanya.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, cakupan air minum di Kota Bekasi baru mencapai 91 persen belum menyeluruh. Masih ada ketimpangan sekitar 8,92 persen warga yang belum mendapat akses air minum. Data cakupan perpipaan kota Bekasi pun belum optimal, yakni masih 19,47 persen atau belum menyentuh cakupan ideal sebesar 21 persen.
Kondisi ini diperparah dengan kualitas air yang masih di bawah standar di mana air bersih yang sesuai standar hanya diterima 4,18 persen pelanggan. Melihat data ini, pemerintah perlu bekerja keras agar visi tercapainya universal akses air pada 2024, bisa tercapai.
Ia berharap, pembangunan perpipaan dapat terus berjalan seiring dengan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membenahi lingkungan agar kualitas air baku dapat terjaga. Di sisi lain, penegakan hukum terhadap pihak yang mencemari sungai juga harus diperkuat.