Setelah Insiden Perancah Bengkok, Stasiun Manggarai Perlu Berbenah
Meski sudah tidak ada gangguan pada rute KRL Manggarai-Jatinegara, masih terdapat beberapa masalah lain yang dikeluhkan penumpang di Stasiun Manggarai.
JAKARTA, KOMPAS — Setelah terjadi kendala pada Selasa (12/9/2023), rute kereta rel listrik atau KRL Manggarai-Jatinegara dan sebaliknya kini sudah kembali berjalan normal. Meskipun demikian, masih terdapat berbagai masalah lain yang dikeluhkan penumpang, terlebih di Stasiun Manggarai.
Selain perjalanan KRL rute Manggarai-Jatinegara telah berangsur normal kembali, penumpang di Peron 8 Stasiun Manggarai pada Rabu (13/9/2023) siang juga terlihat padat seperti biasanya.
Besi bengkok yang sempat mengganggu perjalanan KRL tujuan Cikarang dari Stasiun Manggarai itu jaraknya sejauh 600 meter dari Peron 8 di Stasiun Manggarai. Jadi, kereta yang melaju masih bisa mengatur kecepatannya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Lihat juga: Pengembangan Stasiun Manggarai Menjadi Stasiun Sentral
Sebelumnya, KRL Jabodetabek lintas Manggarai-Jatinegara tidak bisa melintas lantaran perancah atau scaffolding penyangga beton yang miring. Perjalanan KRL sempat dihentikan dan tidak diperbolehkan melintas sejak pukul 10.10 hingga 14.00 pada Selasa (12/9/2023).
External Relations and Corporate Image Care KAI Commuter Leza Arlan mengatakan, hal tersebut merupakan kendala operasional pada proses pembangunan double-double track (DDT) lintas Stasiun Manggarai-Jatinegara.
Gangguan proses pembangunan ini menyebabkan sejumlah perjalanan KRL Jabodetabek rute Bekasi/Cikarang menjadi terhambat. Hal ini berdampak pada gangguan 16 KRL di Line Cikarang.
Kemiringan penyangga beton tersebut dikhawatirkan dapat membahayakan para penumpang. Oleh sebab itu, perjalanan KRL Jabodetabek dari Cikarang, Bekasi-Angke, dan Kampung Bandan melalui Stasiun Manggarai hanya dapat berhenti di Stasiun Jatinegara.
Setelah kejadian tersebut, petugas gabungan dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, PT KAI Daop I Jakarta, dan KAI Commuter langsung berupaya menangani kendala operasional perjalanan Commuter Line.
Baca juga: Semakin Bersolek, Stasiun Manggarai Kian Ramah bagi Penumpang Musiman
KAI Commuter kemudian memberlakukan sejumlah rekayasa operasional agar perjalanan KRL Jabodetabek rute Bekasi/Cikarang tidak terhambat. Meskipun begitu, keterlambatan perjalanan KRL Jabodetabek tidak bisa terelakkan hingga pukul 11.30.
Lima jam setelah terjadi gangguan, perjalanan rute Jatinegara-Manggarai dapat dilalui dengan kecepatan 20 kilometer per jam. Untuk perjalanan KA Manggarai-Jatinegara dapat dilalui dengan kecepatan 40 kilometer per jam.
”Masih dalam pembatasan kecepatan demi keamanan dan keselamatan perjalanan kereta,” ujar Leza Arlan.
Penumpang KRL, Ayu Azzahra (28), mengatakan, masih banyak masalah keselamatan di Stasiun Manggarai yang perlu dibenahi. Contohnya, tiang besar di peron bawah stasiun yang mempersulit gerak penumpang. Jika tidak hati-hati, penumpang bisa terperosok ke dalam rel kereta.
Selain itu, sebagai stasiun transit, pintu barat pada Stasiun Manggarai tidak memiliki eskalator. Tangga yang disediakan juga kurang ramah bagi ibu hamil, orang tua, dan penyandang disabilitas.
Baca juga: KRL Gangguan, Penumpang Pilih Pindah Moda Transportasi
”Padahal, Stasiun Manggarai selalu ramai penumpang. Apalagi kalau sore hari saat jam pulang kerja,” ujarnya.
Penumpang lain, Vito Anggara (35), juga mengatakan hal serupa. Ia menambahkan, jam kedatangan kereta biasanya masih sering tidak sesuai dengan jadwal yang tertera meski tidak sedang terjadi insiden. Hal ini membuat penumpang semakin sesak karena banyak calon penumpang baru yang berdatangan. Akibatnya, penumpang jadi tidak kondusif.
”Ini bukan hanya di Stasiun Manggarai saja, tetapi juga di stasiun yang lain. Jarak kereta dengan celah peron di beberapa stasiun juga harus diperhatikan demi keselamatan masyarakat,” ujar Vito.
Berbagai insiden
Satu tahun terakhir, terjadi beberapa insiden di Stasiun Manggarai. Pada 24 Juni 2022, seorang penumpang KRL Commuter Line terjatuh ke bawah peron saat hendak masuk ke KRL 5551 relasi Cikarang-Kampung Bandan di peron jalur 6-7 Stasiun Manggarai.
Kejadian tersebut memicu kepanikan seluruh penumpang di Stasiun Manggarai, mengingat kereta sedang melintas saat korban terjatuh. Beruntung, korban selamat dan segera dibawa ke pos kesehatan stasiun untuk diberikan pertolongan pertama.
Baca juga: Investigasi Pemicu Kereta Komuter Anjlok
Pada 8 Juli 2022, dua minggu setelah insiden sebelumnya, seorang anak terperosok ke bawah peron jalur 6 Stasiun Manggarai saat akan naik KRL TM 6000 New Livery bersama dengan ibu dan adiknya. Beruntung anak tersebut langsung diselamatkan oleh petugas keamanan dalam (PKD). Diduga, anak tersebut terperosok karena penuhnya kapasitas kereta akibat penyesuaian pascaperubahan rute.
Terbaru, pada 12 September 2023, pukul 10.15, tiang-tiang perancah besi (scaffolding) yang menopang beton untuk pembangunan lantai atas Stasiun Manggarai terindikasi hampir roboh. Akibatnya, perjalanan KRL Commuter Line Cikarang/Bekasi terhambat.
Perlu berbenah
Pengamat transportasi, Budiyanto, mengatakan, Stasiun Manggarai merupakan stasiun terbesar di DKI dengan luas 2,47 hektar. Bangunan stasiun juga sudah cukup tua sehingga saat dijadikan stasiun transit pada jam-jam sibuk, penumpang akan berjubel. Dari aspek keamanan juga cukup membahayakan.
Fasilitas seperti tangga manual dan lift pada jam-jam tertentu juga sering kelebihan kapasitas sehingga masyarakat kerap berdesak-desakan dan terjadi saling dorong yang berakibat fatal. Selain itu, kursi-kursi tunggu pada jam sibuk juga tidak bisa menampung dan akhirnya masyarakat duduk di akses jalanan.
Sebaiknya jangan semua disentralkan. Semua di sana terlalu berat bebannya. Walaupun itu stasiun terbesar, tetapi bangunannya sudah tua.
Menurut Budiyanto, seharusnya sentralisasi dilaksanakan secara bertahap sambil menunggu tambahan fasilitas, seperti tempat tunggu, tangga, dan lift. Jangan sampai karena beban terlalu berat, bangunan roboh dan sebagainya. Integrasi dengan moda angkutan umum lain juga perlu ditata, termasuk lokasi parkir kendaraan.
”Sebaiknya jangan semua disentralkan. Semua di sana terlalu berat bebannya. Walaupun itu stasiun terbesar, tetapi bangunannya sudah tua. Saat ini perlu rehab dan pengecekan bangunan, termasuk fasilitas tambahan sehingga sirkulasi orang menjadi lancar,” katanya.