Mario Dandy dan Shane Lukas Minta Hakim Kesampingkan Biaya Ganti Rugi Rp 120 Miliar
Tim kuasa hukum dua terdakwa kasus penganiayaan David Ozora, Mario dan Shane, menilai tuntutan ganti rugi Rp 120 miliar tidak tepat. Sidang vonis bagi keduanya akan digelar di PN Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2023).
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus penganiayaan David Ozora, Mario Dandy dan Shane Lukas berharap majelis hakim memberikan keringanan serta mengesampingkan tuntutan mengenai biaya ganti rugi yang harus dibayar kedua terdakwa. Sidang vonis kedua terdakwa akan digelar pada Kamis (7/9/2023).
Dalam sidang pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023), kuasa hukum Mario Dandy, Andreas Nahot Silitonga menyampaikan, pihaknya berharap agar majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal-hal yang dapat meringankan dalam memutus perkara yang menyebabkan korban David Ozora mengalami kerusakan fisik tersebut.
Pada pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Selasa (15/8/2023), lalu, Mario dituntut dengan pidana 12 tahun penjara, dan membayar biaya ganti rugi atau restitusi sebesar Rp 120 miliar, tetapi bila tidak dibayar, akan diganti dengan pidana 7 tahun penjara. Melalui tuntutannya, JPU menilai tidak ada satu pun hal yang bisa meringankan hukuman terdakwa.
Adapun beberapa hal yang dinilai dapat meringankan putusan bagi terdakwa, salah satunya ialah kondisi Mario yang harus hidup layaknya narapidana, dan juga kondisi keluarga, khususnya sang ayah, Rafael Alun, yang kini menjadi tersangka di KPK. Selain itu, terdakwa belum pernah dihukum dan masih berusia muda, yakni 19 tahun sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Tim kuasa hukum pun berpendapat bahwa terlepas dari adanya penganiayaan, tidak ada unsur perencanaan dalam tindakan tersebut. ”Terdakwa juga sudah terus terang mengakui perbuatannya dan menyesalinya,” kata Andreas.
Pihak Mario juga berharap agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengesampingkan tuntutan JPU mengenai kewajiban restitusi bagi korban David Ozora sebesar Rp 120 miliar, sesuai penghitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kuasa hukum berpendapat, dalam penghitungannya, LPSK menggunakan acuan biaya pengobatan korban David per bulan sekitar Rp 180 juta, lalu dikalikan sebanyak sekitar 50 kali, sesuai dengan perkiraan umur korban hingga memasuki masa tua. Padahal, kondisi David kini dinilai berangsur pulih dan telah berada di rumah sehingga penghitungan biaya tersebut kurang tepat dan dapat dikesampingkan oleh majelis hakim.
Selain itu, hukum yang mengatur mengenai tambahan pidana penjara bila seseorang tidak mampu mengganti restitusi masih minim. Hal ini ia dasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1/2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana, yang lebih detail mengatur mengenai penggantian untuk tindak pidana terorisme dan perdagangan orang.
Penghitungan LPSK kami nilai tidak tepat, dan berharap bisa dikesampingkan oleh hakim dalam putusan nanti.
”Kami berharap dalam putusan nanti, majelis hakim bisa mengesampingkan tuntutan mengenai restitusi dan pidana tambahan bila tidak mampu memenuhinya,” ujarnya.
Sementara itu, terdakwa lain kasus penganiayaan David Ozora, Shane Lukas, juga menyampaikan tanggapan mengenai tuntutan restitusi yang disampaikan JPU. Kuasa hukum Shane Lukas, Happy Sihombing menjelaskan, kondisi orang tua yang tidak memiliki pekerjaan membuat pihak keluarga tidak mampu membayar biaya tersebut.
Tuntutan restitusi ini juga dinilai tidak adil. Happy berpendapat, JPU tidak menuntut terdakwa lain, anak AGH, dengan tuntutan yang sama, padahal tindak pidana yang diduga terjadi serupa dengan yang dilakukan oleh kliennya yakni tindakan penganiayaan dengan rencana. Pasal yang didakwakan pun sama, yaitu Pasal 355 ayat 1 junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu, kuasa hukum juga berharap agar adanya keringanan pada sidang putusan Shane nanti dengan berpegang pada fakta bahwa kondisi korban David Ozora berangsur pulih.
Adapun dalam sidang tuntutan, JPU menuntut Shane Lukas dengan pidana 5 tahun penjara, serta harus membayar biaya ganti rugi atau restitusi sebesar Rp 120 miliar. Namun, bila tidak dibayar akan diganti dengan pidana 6 bulan penjara. ”Berapa pun biaya restitusi yang harus dibayar, Shane Lukas dan keluarganya tidak akan mampu membayar karena sang anak tidak bekerja, dan orang tua juga pengangguran,” tutur Happy.
Sebelum persidangan ditutup, ayah korban David Ozora, Jonathan Latumahina sempat menginterupsi dengan maksud ingin menyampaikan dokumen tambahan bagi majelis hakim. Dokumen dengan sampul merah berjudul ”Rapor Merah” itu disebut berisi perjalanan persidangan kasus penganiayaan anaknya sehingga diharapkan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam sidang putusan kasus tersebut pada Kamis (7/9/2023).
”Izin majelis hakim, harapan kami dokumen ini bisa menjadi pertimbangan dalam sidang putusan nantinya,” ujarnya singkat.