ASN Jakarta Kerja di Rumah, Kemacetan dan Kualitas Udara Belum Membaik
Aturan ini belum memberikan dampak signifikan pada pengurangan kemacetan dan perbaikan kualitas udara di Ibu Kota.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home bagi sebagian aparatur sipil negara di Jakarta sudah empat hari dilaksanakan. Aturan ini belum memberikan dampak signifikan pada pengurangan kemacetan dan perbaikan kualitas udara di Ibu Kota.
Hal ini ditunjukkan data di situs TomTom Traffic Index. Empat hari kerja, sejak Senin-Kamis (21-24/8/2023), kemacetan Jakarta yang diukur dari waktu tempuh kendaraan dalam 10 kilometer (km) perjalanan menunjukkan pola sama, termasuk pada hari kerja di Jumat pekan sebelumnya (18/8/2023).
Kemacetan tetap terfokus di dua periode, yakni pukul 08.00-09.00 dan 18.00-19.00. Puncak kemacetan terjadi pukul 18.00-19.00 dengan rata-rata waktu untuk menempuh perjalanan 10 km berkisar antara 21-23 menit dengan kecepatan kendaraan maksimal rata-rata sekitar 50 km/jam.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menyampaikan, volume lalu lintas pada hari pertama penerapan work from home (WFH) pada 21 Agustus 2023 justru meningkat 1,34 persen dari pekan sebelumnya. Jumlah kendaraan di jalanan pada 14 Agustus mencapai 6.862.643 unit. Sementara pada 21 Agustus ada 6.954.805 unit atau bertambah 92.162 unit. Penambahan ini diklaim karena adanya kegiatan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
Pada hari kedua WFH pada 22 Agustus, menurut Syafrin, volume lalu lintas turun 4,69 persen atau berkurang 321.787 kendaraan dibandingkan volume lalu lintas sepekan sebelumnya. Secara rata-rata, volume lalu lintas pada 21-22 Agustus 2023 dibandingkan pada 14-15 Agustus turun 1,67 persen.
”Artinya, untuk pelaksanaan WFH ini cukup efektif ditinjau dari pengurangan traffic pada 49 titik yang kami pantau,” kata Syafrin (Kompas.id, 23/8/2023).
Penurunan ini dimungkinkan karena 5 persen aparatur sipil negara (ASN) Jakarta dan pemerintah pusat tidak berangkat ke kantornya karena kebijakan WFH 50 persen, menurut data dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Angka 5 persen itu terbilang sangat kecil dibanding jumlah pegawai pemerintah daerah yang hanya 25.000 orang. Apalagi, jika dibandingkan pergerakan manusia di Jakarta yang mencapai 25 juta per hari.Baca juga: Kemacetan Turun Meski Baru 5 Persen ASN Bekerja dari Rumah
Selain bertujuan mengurangi kemacetan, tujuan dari penerapan WFH ini adalah memperbaiki kualitas udara di Jakarta. CO2 sebagai salah satu kandungan gas buangan yang menyebabkan polisi udara banyak disumbang emisi kendaraan. TomTom Traffic Index juga mencatat, setiap tahunnya Jakarta membuang 961 kilogram (kg) CO2 dengan 263 kg di antaranya disebabkan kemacetan jalan.
Belum signifikannya pengurangan kemacetan lalu lintas dengan penerapan WFH bagi ASN membuat kualitas udara Jakarta juga tidak banyak membaik. Situs pemantau kualitas udara IQAir mencatat, tingkat polusi di Jakarta berkisar 135-158 dengan kategori tidak sehat bagi kelompok rentan hingga tidak sehat. Ini dilihat sejak Senin sampai Kamis.
Jika dilihat dari jenis partikelnya, PM 2,5 sebagai polutan paling berbahaya yang bisa menimbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) hingga kematian, paling rendah terukur pada 21 Agustus. Pada Senin itu, indeks PM 2,5 sebesar 54,1 atau berkategori tidak sehat bagi kelompok rentan. Adapun indeks tertinggi dalam empat hari kerja ini tercatat pada 22 Agustus dengan nilai 68,6 atau berkategori tidak sehat.
Data-data tersebut juga diamini beberapa warga Jakarta yang tidak mendapat kesempatan WFH. Karyawan kantor berita pemerintah pusat, Nirmala Hani (25), masih sering menemukan kemacetan normal di beberapa titik yang ia lalui di Jakarta. Ini ia amati setiap perjalanannya menggunakan sepeda motor.
”Kebetulan beberapa hari ini saya sering berangkat pagi dari rumah saya di Depok. Macetnya masih di mana-mana. Kayak Selasa pagi kemarin waktu lewat Jalan Lenteng Agung ke Ragunan, itu parah banget dan dengar-dengar karena ada perbaikan jalan,” ujarnya.
Karyawan swasta seperti Randy (29), yang bekerja di Jakarta Pusat, juga menilai kemacetan pada jam-jam sibuk masih ia temui ketika bepergian menggunakan bus umum. Ia pun menyiasati hal ini dengan menghindari pulang kerja di waktu puncak arus balik. ”Pulang kantor sekarang juga masih pukul 20.00 malam. Kan, dari kantor bisa lihat ketika jalanan padat. Kalau masih macet, saya lembur di kantor,” kata warga Bekasi itu.
Solusi
Terkait polusi udara, keduanya juga menilai udara di Jakarta masih cukup buruk, bahkan dilihat secara kasat mata.
Saya setelah turun dari motor pun masih enggak lepas dari masker kalau di luar ruangan, soalnya udara keliatan masih berkabut,
ungkap Nirmala.
Adapun Randy mengamati beberapa hari terakhir cuaca di Jakarta cukup berangin dan langit biru masih nampak meski hanya pada sore hari. ”Walaupun langit di atasnya biru, yang di bawah masih abu-abu. Jelas banget, kan, itu polusi,” ujarnya.
Untuk mengurangi dampak polusi udara, Rabu (23/8/2023), Polda Metro Jaya menurunkan empat mobil water cannon untuk menyirami kedua sisi Jalan Jenderal Sudirman hingga Patung Pemuda Membangun, dan Senayan. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo mengatakan, penyemprotan air di jalan protokol tersebut bertujuan mengurangi dampak polusi udara.
”Ini dilakukan berkolaborasi dengan Dinas Operasional Pemadam Kebakaran serta Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta,” kata Trunoyudo dalam keterangannya.
Untuk solusi jangka menengah, Polda Metro Jaya juga bekerja sama dengan Komando Garnisun Tetap I/Jakarta, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan untuk melaksanakan razia kendaraan bermotor yang tidak lolos uji emisi di wilayah Jakarta.Baca juga: Sektor Swasta Tunggu Regulasi dari Pemerintah untuk Penerapan WFH
Razia yang diikuti penindakan ini akan diterapkan mulai 1 September 2023. Ini diawali dengan uji coba mulai 26 Agustus 2023.
Kepala Seksi Tata Terbib Ditlantas Polda Metro Jaya Komisaris Edi Supriyanto mengatakan, mereka akan bersinergi dengan Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan pencemaran udara. ”Peran polisi dalam pemeriksaan uji emisi di jalan, itu kita mem-back up Dinas Lingkungan Hidup. Polisi dari sisi penegakan hukum, sedangkan dari DLH dari segi infrastruktur dan peralatan,” katanya.
Penegakan hukum terkait uji emisi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pihaknya mulai menurunkan satuan tugas ini di berbagai titik wilayah di DKI Jakarta pada Jumat, 25 Agustus 2023, sebagai operasi pra-razia. ”Ada banyak titik lokasi razia di lima wilayah Jakarta. Kita sudah tentukan lokasinya. Semuanya sudah siap,” tambah Asep.
Asep pun mengimbau kepada seluruh masyarakat Jakarta agar segera melakukan uji emisi di bengkel-bengkel yang memiliki alat uji emisi sudah memenuhi standar. ”Di Jakarta sudah ada 341 bengkel mobil dan 108 bengkel motor yang siap melaksanakan uji emisi ini,” katanya.