Pengelolaan Sampah Mandiri di Tangsel Meresahkan Warga
Pengelolaan sampah yang biasa dilakukan sekelompok warga dan pengumpul barang bekas kerap meninggalkan masalah karena hanya memanfaatkan barang bernilai ekonomi, sedangkan sisanya dibiarkan berserakan atau dibakar.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pengelolaan sampah secara mandiri oleh warga di Kota Tangerang Selatan, Banten, menyisakan persoalan. Praktik pengelolaan dengan memanfaatkan lahan kosong sebagai lokasi penampungan justru menimbulkan masalah lain bagi warga sekitar.
Salah satu praktik pengelolaan sampah yang mendapat protes warga di Tangsel berada di lingkungan RT 004 RW 002 Pondok Ranji, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur. Warga meresahkan aktivitas pembuangan dan pembakaran sampah yang menimbulkan bau tidak sedap serta asap yang mengganggu pernapasan.
Lokasi pengelolaan sampah ini terletak di tepat berdampingan dengan Stasiun Pondok Ranji. Pada Selasa (22/8/2023), sejumlah gerobak motor roda tiga pengangkut silih berganti masuk di kawasan tersebut. Sejumlah warga tampak sudah bersiap memilah sampah dari gerobak tersebut.
Di beberapa sisi lokasi pembuangan terlihat sampah yang masih bernilai ekonomi telah terpilah dan terbungkus dalam kantong plastik seukuran karung goni 50 kilogram. Sebagian sampah yang tidak terpilah berserakan. Di sisi lain pembuangan juga tampak asap masih membubung akibat aktivitas pembakaran beberapa hari sebelumnya.
Ketua RT 004 RW 002 Maanih Salamah mengatakan, praktik pengelolaan sampah di kawasan tersebut telah dilakukan bertahun-tahun. Masyarakat kerap memprotes bau menyengat serta asap pembakaran sampah. Akibatnya, sejumlah warga melayangkan protes kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel.
”Minggu lalu kembali ada rapat dari DLH dan beberapa pihak terkait untuk mencari solusi. Kami warga menanti solusi terbaik bagi semua pihak,” kata Maanih.
Lahan yang digunakan umumnya merupakan lahan kosong sengketa dan dikelola sekelompok orang.
Maanih menyebut, warga pengepul sampah di sekitar lokasi penampungan menggantungkan nasib pada aktivitas pengelolaan sampat tersebut. Namun, di sisi lain, aktivitas yang dilakukan secara besar-besaran tersebut meninggalkan sampah yang tidak terpilah.
Ditemui terpisah, koordinator pengelola sampah di kawasan tersebut, Tri Maryono, membantah aktivitas mereka ilegal. Dia menyebut, di lokasi tersebut mereka hanya melakukan kegiatan transit sampah. Sampah-sampah yang masih bernilai ekonomi akan dikelola warga.
”Adapun sisanya akan dibuang ke pembuangan di TPA Bantargebang. Sampah di sini hanya transit untuk dipilah, jika yang masuk sampah tiga truk, biasanya sisa reduksi yang tidak terpilah sebanyak tiga truk bakal ikut keluar juga dibuang ke Bantargebang,” kata Tri.
Seharusnya aktivitas mereka, lanjut Tri, perlu diperhatikan pemerintah karena membantu DLH Tangsel mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang. Apalagi, lahan pembuangan sampah di Tangsel sudah tidak memadai lagi.
Pengelolaan sampah mandiri juga ditemukan di daerah lain, seperti di Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren. Sekelompok masyarakat membuka usaha pengelolaan sampah secara mandiri. Namun, pengelolaan tersebut dilakukan dengan menumpuk sampah di sebuah lahan kosong. Sampah yang telah mengering kemudian dibakar.
Asap dari pembakaran tersebut menyebar ke permukiman yang berada tidak jauh dari lokasi penampungan tersebut. Bahkan, lokasi pembakaran berada persis di sebelah sekolah tersebut sehingga meresahkan para guru dan murid di sekolah tersebut.
”Asap pembakaran sampai masuk ruang kelas sehingga mengganggu proses pembelajaran. Anak-anak bahkan mengalami batuk-batuk dan mata perih,” kata guru SD Negeri Pondok Karya, Muhammad Ikhwan.
Di Tangerang Selatan, sekelompok masyarakat dan pengepul sampah kerap mengelola sampah secara mandiri. Dalam laporannya, Kepala DLH Tangsel Wahyunoto memaparkan, di tujuh kecamatan banyak terdapat lokasi yang menjadi pengelolaan sampah liar.
Dia mengatakan, aktivitas dari pengepul sampah kerap meninggalkan sampah liar. Mereka hanya mengambil sampah yang bernilai ekonomi, sedangkan sisanya dibiarkan berserakan serta dibakar di lahan tersebut.
”Lahan yang digunakan umumnya merupakan lahan kosong sengketa dan dikelola sekelompok orang,” ujar Wahyunoto.
Adapun upaya penanganan dari Pemkot Tangsel saat ini berupa teguran dan sosialisasi sanksi bagi warga yang melakukan pengelolaan sampah secara ilegal.
Sementara itu, Pemkot Tangsel masih berkutat dengan lahan pembuangan sampah yang semakin kritis. Saat ini, lahan pembuangan di TPA Cipeucang hanya menampung 300-400 ton sampah per hari dari total hampir 1.000 ton timbulan sampah per hari di Tangsel. Sampah yang tidak tertangani tersebut sebagian dikelola mandiri masyarakat.
Kepala Unit Pelaksana Teknis TPA Cipeucang Muhammad Firdaus mengatakan, sampah di Tangsel terus bertimbulan. Pertumbuhan jumlah penduduk turut menyumbang timbulan sampah harian. Adapun pengiriman sampah TPA Cilowong di Serang hanya mengangkut sampah yang mengendap di TPA Cipeucang.