Peraturan Tata Ruang Jakarta Terbaru Buka Ruang Masyarakat untuk Ambil Bagian
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 31/2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang membuka kesempatan bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam pembenahan tata ruang. Aturan ini diharapkan menjawab masalah keterbatasan lahan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang dinilai membuka ruang bagi semua masyarakat, dari setiap tingkatan sosial dan ekonomi, untuk mendapatkan hak terhadap ruang hidup yang layak dan adil. Selama ini, aturan tata ruang di Jakarta bersifat dari atas ke bawah dan kurang memberikan tempat bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam perencanaan.
Dalam acara Sosialisasi Peraturan Gubernur (Pergub) No 31/2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Provinsi DKI Jakarta, di Jakarta, Senin (21/8/2023), Kepala Suku Dinas Cipta Karya Tata Ruang Pertanahan Jakarta Utara Jogi Herjudanto mengatakan, kehadiran aturan baru ini berupaya untuk menyelesaikan masalah tata ruang dengan pendekatan yang lebih realistis.
Peraturan ini menggantikan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1/2014 tentang RDTR dan Pengaturan Zonasi yang mencoba menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan idealis. Salah satu contoh perbedaan mendasar adalah mengenai konsep penataan hunian. Dalam aturan terbaru, terbuka kemungkinan bagi hunian dengan luas di bawah 60 meter persegi untuk diberikan izin dan direnovasi menjadi lebih baik. Hal ini berbeda dengan aturan pada 2014 yang menilai bahwa hunian yang baik harus memiliki luas setidaknya 72 meter persegi.
Pergub DKI Jakarta No 31/2022 tentang RDTR ini pun dianggap lebih implementatif dengan memperhatikan adanya keterbatasan lahan di permukiman padat penduduk di Jakarta.
”Sangat implementatif karena memberikan ruang untuk setiap masyarakat, dari semua strata sosial dan ekonomi, untuk mendapatkan bagian dari penataan kawasan yang baik dan adil. Aturan ini mencoba menjawab keterbatasan-keterbatasan yang ada di lapangan,” ucapnya.
Tidak hanya itu, contoh lain adalah aturan mengenai izin PGB di daerah padat penduduk. Di aturan terbaru ini, masyarakat yang tinggal di gang berukuran 2-4 meter dengan jarak antara rumah atau garis sempadan bangunan (GSB) kurang dari 3 meter tetap dapat mendapatkan izin persetujuan bangunan gedung (PGB). Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni jarak gang yang diwajibkan adalah 6-10 meter, dengan GSB lebih dari 4 meter.
Selain itu, aturan terbaru juga mengatur mengenai kepemilikan lahan apabila lahan tersebut ternyata masuk dalam zonasi ruang terbuka hijau. Agar penataan tetap berjalan baik, dimungkinkan pula adanya pembagian proporsi antara hunian dan ruang terbuka hijau di suatu kawasan. Sebagai informasi, PGB merupakan nomenklatur baru yang menggantikan izin mendirikan bangunan (IMB), sejak disahkan pada Agustus 2021.
Aturan terbaru ini membuat semua masyarakat dari setiap strata sosial bisa mendapatkan hak dalam penataan ruang dan kota yang lebih baik lagi.
”Tetap kita harus mengacu kepada sesuatu yang ideal. Di aturan inilah kita membuka ruang agar yang ideal dan realistis bisa berjalan beriringan,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Suku Dinas Cipta Karya Tata Ruang Pertanahan Kepulauan Seribu Muhammad Herizkianto berharap aturan terbaru ini dapat menjadi awal pengembangan kawasan kepulauan di Ibu Kota. Apabila sebelumnya ketinggian lantai maksimum tiga lantai, dengan aturan terbaru dimungkinkan adanya penambahan hingga empat lantai. Meski demikian, pembangunan tetap harus memperhatikan persyaratan lain, seperti aspek lingkungan dan struktur bangunan.
Hal tersebut diharapkan bisa membantu Kepulauan Seribu terus berkembang, khususnya untuk menarik minat investor menanamkan modal bagi pengembangan pariwisata. Meski demikian, pengembangan Kepulauan Seribu masih menemui sejumlah tantangan, salah satunya koordinasi antarlembaga yang ada di sana.
Meski berada dalam wilayah administratif Jakarta, kawasan tersebut juga berada dalam kewenangan peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ”Setelah ada aturan ini, pekerjaan rumah selanjutnya yang harus diselesaikan adalah duduk bersama instansi lainnya agar investasi ke Kepulauan Seribu bisa masuk dengan lebih lancar lagi,” ucapnya.
Director of Urban Design Pandega Design Weharima (firma arsitektur) Nur Muhammad Gito Wibowo mengatakan, aturan ini diharapkan bisa membantu menyelesaikan permasalahan penataan kota karena menampung keinginan dan menjawab kondisi di lapangan. Selama ini, aturan perencanaan tata ruang masih bersifat top-down (atas ke bawah). Masyarakat belum diberikan tempat untuk merevitalisasi ruang hidupnya sendiri.
Permasalahan menahun seperti yang terjadi di kampung kota pun diharapkan juga bisa terselesaikan dengan pendekatan yang lebih realistis tersebut. Mengatur secara detail mengenai hal tersebut penting karena jumlah hunian kecil di Jakarta cukup besar. Apalagi, kampung kota tidak hanya berbicara soal ruang hidup bagi masyarakat, tetapi juga tempat mereka mencari penghasilan sehari-harinya.
”Dengan adanya aturan ini, upaya-upaya masyarakat kampung kota untuk merevitalisasi diri sendiri ini ada dan itu didukung oleh pemerintah,” tuturnya.