Penerapan WFH bagi ASN Belum Mampu Kendalikan Kemacetan di Ibu Kota
Kebijakan bekerja dari rumah bagi 50 persen aparatur sipil negara di wilayah Ibu Kota ternyata belum mampu mengendalikan kemacetan Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan sistem kebijakan bekerja dari rumah atau work from home bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov DKI mulai Senin (21/8/2023) untuk menekan kemacetan lalu lintas serta tingginya polusi udara di Jakarta. Namun, kebijakan tersebut ternyata belum mampu mengendalikan kemacetan di Ibu Kota.
Pada Senin (21/8/2023) sekitar pukul 09.00 WIB, kemacetan masih terjadi di sepanjang Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Warga Jakarta Pusat, Utari (28), mengatakan, dia tetap merasakan kemacetan meski berangkat kerja menggunakan Transjakarta. Menurut dia, kebijakan bekerja dari rumah (WFH) terhadap aparatur sipil negara (ASN) tidak begitu efektif untuk menangani polusi udara serta mengatasi kemacetan.
Baca Juga: Mulai Senin, 50 Persen ASN DKI Jakarta Bekerja dari Rumah
”Saya dari tadi masih melihat kendaraan tidak bisa bergerak dalam waktu cukup lama,” kata Utari.
Utari juga telah merasakan dampak dari tingginya tingkat polusi udara di Jakarta. Dua minggu yang lalu, ia sempat mengalami gejala flu. Ia berharap pemerintah lebih tegas dalam menangani isu polusi udara dan kemacetan di Jakarta.
”Bukan hanya warganya saja, melainkan pemerintah juga harus terlibat dalam menurunkan angka kemacetan dan polutan. Mereka juga harus mencontohkan bahwa menggunakan transportasi umum lebih baik daripada kendaraan pribadi,” tutur Utari.
Ruas jalan di Jalan KH Mas Mansyur, Jakarta Pusat, juga terlihat masih padat. Kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil, masih menyemuti jalan tersebut, lengkap dengan suara klakson yang bersahutan.
Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Mengancam Kesehatan Warga
Warga Jakarta Barat, Ferdi Tasman (31), menilai bahwa kondisi jalanan itu masih sama seperti hari-hari biasanya. Bahkan, dia belum merasakan efek dari adanya 50 persen ASN Pemprov DKI yang diharuskan bekerja dari rumah.
”Penerapan WFH hanya untuk ASN saja. Masih banyak pekerja yang pergi ke kantor, seperti saya. Jadi, masih wajar jika terjadi kemacetan,” kata Ferdi.
Hal senada diutarakan Suparji (55), pedagang makanan di Pasar Tanah Abang, yang berada di sekitar kawasan tersebut. Dari pagi, ia melihat kendaraan tidak berhenti melewati area itu. Bahkan, beberapa kendaraan menerobos masuk melewati area pasar.
Harus lulus uji emisi
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, uji coba WFH dilakukan dengan persentase kehadiran 50 persen bagi ASN di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang melaksanakan fungsi staf atau pendukung. Kebijakan ini berlaku pada 21 Agustus-21 Oktober 2023.
Namun, kebijakan tidak berlaku pada layanan yang bersifat langsung kepada masyarakat, seperti rumah sakit umum daerah (RSUD), puskesmas, Satpol PP, dinas penanggulangan kebakaran dan penyelamatan, dinas perhubungan, dan pelayanan tingkat kelurahan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, dalam penerapan WFH, para ASN di lingkungan DLH DKI Jakarta dilarang membawa kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) pada setiap Rabu. Kebijakan itu merupakan perintah Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Baca Juga: ASN DKI yang Bekerja dari Rumah Bakal Diawasi Ketat
”Para ASN bisa menggunakan transportasi umum atau kendaraan listrik. Aturan ini merupakan realisasi dari arahan Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono dalam upaya memperbaiki kualitas udara di Jakarta,” kata Asep.
Asep menuturkan, aturan tersebut akan mulai diberlakukan pada Rabu (23/8/2023). Aturan ini berlaku bagi semua karyawan DLH DKI, baik yang bertugas di kantor DLH, suku dinas LH tiap wilayah, maupun kantor unit pengelola teknis (UPT) di bawah DLH.
Selain itu, DLH DKI juga menerapkan peraturan wajib lulus uji emisi terhadap kendaraan pegawai mulai Senin (21/8/2023). Pengecekan kendaraan pegawai, kendaraan dinas operasional (KDO), dan tamu dilakukan oleh pengamanan dalam (pamdal) setempat melalui aplikasi Ujiemisi.jakarta.go.id.
Dinas LH juga memfasilitasi pegawai yang ingin melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara gratis. Asep memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk melakukan uji emisi pada 21-22 Agustus 2023.
Bukan solusi
Kebijakan Pemprov DKI Jakarta memberlakukan WFH bagi para ASN sebagai solusi mengurangi polusi udara Ibu Kota menuai kritik dari beberapa ahli. Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansah, mengatakan, kebijakan itu tidak berpengaruh banyak dalam hal mengurangi polusi udara.
Baca Juga: Jurus Jitu Warga Lindungi Diri dari Kepungan Polusi
Trubus melanjutkan, seharusnya kebijakan menangani persoalan polusi udara tidak berfokus pada penerapan WFH bagi ASN yang dianggap bisa menjadi jalan pintas penyelesaian masalah. Pemerintah bersama Pemprov DKI seharusnya bisa berkoordinasi dengan kepala daerah di wilayah penyangga Ibu Kota. Pasalnya, persoalan polusi tidak hanya berpusat di Jakarta.
”Sumber polusi itu tidak hanya persoalan moda transportasi, tetapi juga dari industri, bahkan PLTU. Jadi, harusnya ada langkah yang lebih komprehensif. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara bersama-sama melakukan sinergitas,” tutur Trubus.
Jika ingin tetap dipaksakan menerapkan WFH bagi ASN, Trubus melihat hal ini justru akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan perekonomian Ibu Kota. Sebab, Indonesia baru saja bangkit dari pandemi Covid-19.
Trubus menuturkan, Pemprov DKI Jakarta sebaiknya mengoptimalkan uji emisi sesuai Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 mengenai Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Menurut dia, uji emisi tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh sampai sekarang.
Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia Riant Nugroho menilai, Pemprov DKI harus membenahi manajemen lalu lintas yang ada untuk mengatasi kemacetan. Jika hal tersebut tidak dibenahi, kebijakan WFH bagi ASN tidak akan memiliki dampak yang signifikan dalam mengatasi polusi udara dan kemacetan di Jakarta.
”Pemerintah DKI Jakarta harus bicara dengan Polda Metro Jaya, terkait bagaimana mengatur manajemen lalu lintas agar jalanan tidak macet,” katanya.