Larangan Parkir Kendaraan Tak Lolos Uji Emisi Harus Diikuti Penegakan Hukum
Pengamat menilai, kebijakan ini harus diikuti penegakan hukum secara menyeluruh bagi kendaraan di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Pemilik kendaraan yang tidak lulus uji emisi dilarang parkir di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk meningkatkan kesadaran menguji emisi kendaraan dan perbaikan kualitas udara Jakarta. Pengamat menilai, kebijakan ini harus diikuti penegakan hukum secara menyeluruh bagi kendaraan di Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI mulai memberlakukan kebijakan ini hari ini, Senin (21/8/2023), di seluruh area perkantoran hingga Suku Dinas Kota Administrasi dan Satuan Pelaksanan Lingkungan Hidup Kecamatan.
”Sebelum kita menuntut masyarakat untuk mengubah perilaku dan membebani mereka dengan berbagai kewajiban, alangkah baiknya kita Keluarga Besar DLH DKI Jakarta memberikan contoh teladan kepada masyarakat,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Uji coba dilakukan dua hari sampai Rabu (23/8/2023). Karyawan DLH DKI yang biasa membawa kendaraan ke tempat kerja diminta melakukan uji emisi di bengkel DLH atau Sudin LH Kota Administrasi. Petugas yang ditunjuk khusus nantinya akan memeriksa seluruh status uji emisi kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, yang hendak masuk ke perkantoran.
Pengecekan status dilakukan dengan memeriksa nomor kendaraan di aplikasi milik Pemprov DKI, yaitu ujiemisi.jakarta.go.id. Pemeriksaan tidak terbatas pada kendaraan milik karyawan, tetapi juga kendaraan dinas operasional dan kendaraan tamu.
”Mulai Kamis, 24 Agustus 2023, dan seterusnya kendaraan yang tidak lulus uji emisi dilarang memasuki kawasan kantor Dinas LH, UPT, dan Suku Dinas LH. Jika akan melakukan uji emisi di Bengkel Prasarana, wajib mendaftar dulu melalui aplikasi JAKI atau di situs web ujiemisi.jakarta.go.id,” lanjut Asep.
Selain menggalakkan uji emisi di lingkungannya, DLH DKI juga menerapkan kebijakan bekerja dari rumah bergantian sesuai kebijakan Penjabat Gubernur DKI Jakarta dan menginstruksikan agar seluruh pegawai naik transportasi umum atau kendaraan rendah emisi, seperti sepeda dan kendaraan listrik, setiap hari Rabu.
Kebijakan-kebijakan ini diharapkan ikut memberikan sumbangsih pada perbaikan kualitas udara Jakarta, yang belakangan kembali menjadi isu hangat di Jakarta. Rata-rata indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada pada level di atas 150 atau kategori tidak sehat. Udara ini mengandung partikel PM 2,5 dan PM 10 yang konsentrasi rata-ratanya baku mutu. Kualitas ini secara langsung dapat dilihat di langit Jakarta yang berkabut gelap pada siang dan malam hari.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin, saat dihubungi, menilai, kebijakan disinsentif parkir seperti ini dinilai baik. Sayangnya, belum masif dan tegasnya pengawasan dan penegakan hukum terkait uji emisi kendaraan akan membuat kebijakan ini lemah.
”Harusnya, aturan uji emisi ditegakkan dulu. Selama ini pemilik kendaraan, kan, jarang menguji emisi kendaraannya. Kalau banyak kendaraan yang belum tes atau lolos uji emisi dilarang parkir, ujung-ujungnya kendaraan akan melipir di kantong-kantong parkir di luar kawasan kantor atau di pinggir jalan sehingga timbulkan kemacetan,” ujarnya.
Baca juga: Blunder Pembatasan Kendaraan Pribadi di Lingkungan Polda Metro Jaya
Data DLH DKI menunjukkan, sampai hari ini, uji emisi dilakukan terhadap 902.286 mobil di 339 lokasi pelaksana uji emisi dan 73.597 motor di 108 lokasi. Jumlah itu hanya berkisar 5 persen dari total perkiraan 18,1 juta kendaraan bermotor di Jakarta.
Adapun menurut Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, motor dan mobil berusia tiga tahun ke atas wajib uji emisi setahun sekali.
Kendaraan yang ketahuan belum melakukan uji emisi atau tidak lulus uji dapat ditindak sesuai Pasal 47 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sesuai aturan itu, pelanggar dapat didenda mulai Rp 250.000 sampai Rp 500.000.
Penindakan aturan ini sempat direncanakan di wilayah Jakarta pada awal 2022 lewat razia kendaraan roda dua dan empat di jalan raya. Sayangnya, rencana itu tidak jadi dilaksanakan. Jumlah dan kesiapan tenaga pengujian diduga menjadi salah satu faktor.
Baca juga: Dukung Perbaikan Kualitas Udara Jakarta, Pemprov dan Swasta Tanam 1.500 Pohon
Ramah lingkungan
Selain mengimplementasikan penegakan hukum terkait uji emisi, Ahmad menilai, penggunaan kendaraan berbahan bakar bersih atau rendah emisi, seperti sepeda dan kendaraan listrik, juga bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas udara di Ibu Kota.
Sayangnya lagi, kebijakan menghadirkan bahan bakar yang lebih bersih belum dimaksimalkan pemerintah pusat. ”Energi bersih masih diproduksi terbatas oleh Pertamina sehingga tidak akan cukup kalau dipakai seluruh masyarakat Jakarta. Lagi-lagi, pemerintah tidak siap menyiapkan bahan bakar ramah lingkungan yang sudah diatur sejak Oktober 2018 lalu,” ujarnya.
Sementara itu, penggunaan kendaraan ramah lingkungan, termasuk kendaraan listrik yang tidak membuang emisi berbahaya, bisa menjadi alternatif untuk mengurangi polusi ke udara Jakarta.
Berdasarkan kajian sumber pencemaran udara, termasuk yang dicatat KPBB pada 2019, transportasi merupakan pencemar terbesar di Jakarta dan sekitarnya. Beban emisi pencemaran udara dengan parameter PM 10 di Jakarta dan sekitarnya mencapai 40.777 ton per hari disumbang oleh sumber-sumber pencemaran udara dari transportasi sebesar 47 persen. Disusul industri 20,24 persen, pembangkit listrik 1,76 persen, rumah tangga 11 persen, debu jalan 11 persen, pembakaran sampah 5 persen, dan konstruksi bangunan 4 persen.Baca juga:Kendalikan Polusi Udara, Pemerintah Uji Emisi Pembangkit Listrik hingga Modifikasi Cuaca
Sementara itu, beban emisi PM 2,5 mencapai 29.336 ton per hari yang disumbangkan oleh sumber-sumber dari transportasi 57 persen, industri 21,16 persen, pembangkit listrik 2 persen, rumah tangga 7 persen, debu jalan 5 persen, pembakaran sampah 5 persen, dan konstruksi bangunan 3 persen.Inventarisasi emisi DLH DKI dan Vital Strategies pada tahun 2020 dengan menggunakan data tahun 2018 menunjukkan, PM 2,5 berada diurutan keempat emisi terbanyak yang berasal dari kendaraan bermotor. Posisi PM 2,5 mengikuti NOx di urutan teratas, disusul CO dan PM 10. Pemerintah Provinsi DKI dalam Strategi Pengendalian Pencemaran Udara pun menargetkan penurunan PM 2,5 hingga 41 persen sampai tahun 2030.