Kasus ISPA di Jakarta Belum Darurat, Upaya Mitigasi Tetap Diperlukan
Meski kualitas udara terus memburuk, Dinkes DKI Jakarta mencatat belum ada kenaikan signifikan kasus infeksi saluran pernapasan akut. Upaya mitigasi dengan memakai masker di luar ruangan dan imunisasi tetap diperlukan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebut belum terjadi kenaikan signifikan kasus infeksi saluran pernapasan akut yang dipicu semakin buruknya kualitas udara Ibu Kota. Meski demikian, imbauan mengenakan masker, menjaga kesehatan diri, dan upaya mitigasi lain tetap diperlukan untuk mengantisipasi dampak buruknya udara.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta (Dinkes) Ani Ruspitawati menyatakan sudah mengantisipasi penyakit akibat pemburukan kualitas udara dengan menyiapkan fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta. Sebanyak 196 puskesmas kelurahan, 44 puskesmas kecamatan, 31 rumah sakit umum daerah dan ratusan rumah sakit lainnya membuka layanannya bagi warga.
Buruknya kualitas udara di Jakarta berpotensi memunculkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Berdasarkan data Dinkes DKI Jakarta, angka kasus ISPA sepanjang 2023 relatif sama dibandingkan dengan tahun 2018 dan 2019, atau sebelum pandemi Covid-19. Untuk itu, penyakit yang ditimbulkan karena polusi udara tersebut belum termasuk dalam kategori darurat.
Hingga Juni 2023, pemerintah mencatat jumlah kasus ISPA di Jakarta sebanyak 638.291 kasus. Angka tertinggi tercatat pada Maret 2023, yakni sebesar 119.734 kasus, sempat turun pada Mei 2023 menjadi 99.130 kasus, lalu kembali naik menjadi 102.475 kasus. Dari data tren bulanan, rata-rata kasus ISPA hingga pertengahan tahun 2023 adalah sekitar 146.000 kasus per bulan. Pola itu sama dengan keadaan sebelum pandemi Covid-19.
Adapun pada tahun 2020 dan 2021, atau saat pandemi Covid-19 merebak, angka kasus cenderung menurun.
”Data terhadap penyakit yang berhubungan dengan kualitas udara tidak sehat, yaitu ISPA, pneumonia, asma, dan lainnya, untuk tahun 2023 trennya tidak berbeda dengan jumlah kasus sebelum pandemi. Pergerakan kasus masih relatif normal, belum ada peningkatan signifikan,” ucapnya dalam keterangan tertulis pada Kamis (17/8/2023).
Kasus ISPA di Jakarta belum ada peningkatan signifikan, tetapi upaya mitigasi tetap perlu dilakukan. Diimbau masyarakat menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
Berdasarkan pemantauannya, tren ISPA biasanya meningkat setiap awal tahun. Namun, tahun ini kondisinya sedikit berbeda akibat musim kemarau lebih panjang. Pihak Dinkes DKI Jakarta memiliki sistem pelaporan untuk memantau setiap pergerakan kasus penyakit menular ataupun penyakit tidak menular.
Meski demikian, timbulnya kasus ISPA belum tentu diakibatkan oleh faktor polusi udara saja. Faktor lain, seperti ketahanan tubuh manusia, kondisi lingkungan, dan penyebaran virus ataupun jamur juga menjadi faktor yang dapat menyebabkan timbulnya ISPA. Sebagai upaya mitigasi penyebaran penyakit, pihaknya mengimbau masyarakat untuk kembali menggunakan masker bila harus beraktivitas di luar ruangan.
”Kita imbau masyarakat dalam keadaan tidak sehat, tidak beraktivitas. Kalaupun harus, usahakan menggunakan masker. Mari saling bertanggung jawab untuk kesehatan kita sendiri dan orang lain di sekitar kita,” ujarnya.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama menjelaskan, pola pertumbuhan kasus ISPA mirip dari tahun ke tahun, yakni meningkat pada musim peralihan dari hujan ke kemarau atau pancaroba. Akan tetapi, perubahan iklim di tahun 2023, seperti musim kemarau yang lebih panjang, angin udara kering, serta curah hujan berpotensi minim.
Menurut dia, kondisi musim pancaroba kini sudah semakin berbeda, di mana periode musim hujan dan musim kemarau semakin tidak menentu. Kondisi pancaroba dinilai dapat meningkatkan kelembaban lingkungan sehingga memudahkan virus dan bakteri tumbuh, serta masuk ke dalam tubuh.
Selain dengan memakai masker saat beraktivitas di luar ruangan, masyarakat juga bisa menjaga diri dengan mendapatkan 15 imunisasi untuk mencegah terjadinya ISPA dan pneumonia, seperti haemophilus influenza tipe B (HIB) dan Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV). Pemerintah menyediakan imunisasi rutin ini secara gratis untuk anak-anak.
”Kasus ISPA polanya mirip dari tahun ke tahun. Mulai meningkat pada September, lalu memuncak di Oktober-November. Lalu, kembali turun sesudah bulan Maret,” ucapnya.
Berdasarkan pemantauan di situs IQAir, pukul 08.30 WIB, Kamis (17/8/2023), kualitas udara di DKI Jakarta tercatat dalam kondisi tidak sehat dengan angka 155. Sehari sebelumnya, Rabu (16/8/2023), mengutip situs yang sama, DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor empat di angka 156.
Pemerintah menyebut, menurunnya kualitas udara di ibu kota diakibatkan oleh tingkat gas buang kendaraan yang tinggi, pembakaran sampah terbuka, dan aktivitas industri yang tidak ramah lingkungan.