Warga Kampung Bayam Gugat Pemprov DKI ke PTUN Jakarta
Selain mengabaikan tanggung jawab hukum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jakpro juga dinilai melanggar hak warga Kampung Bayam dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga Kampung Bayam menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta karena tak kunjung memberi kepastian bagi warga untuk menghuni Kampung Susun Bayam. Pemprov DKI dinilai melanggar hak warga untuk mendapatkan tempat tinggal.
Pada Senin (14/8/2023) pagi, puluhan warga Kampung Bayam, Jakarta Utara, menggelar unjuk rasa damai di depan Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, di Jakarta Timur. Dalam orasi mereka, warga yang tergabung dalam Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) menyebut kalau Kampung Susun Bayam kini telah dikomersialkan.
”Kami tidak mampu lagi membayar kontrakan, sudah dijanjikan menempati Kampung Susun Bayam. Tetapi, hari ini hanya janji belaka. Kampung susun itu sudah dikomersialkan. Kami butuh dukungan, butuh diskusi,” ucap salah satu warga saat berorasi.
Warga Kampung Bayam yang tak kunjung menempati Kampung Susun Bayam yang berdiri berdampingan dengan Jakarta International Stadium telah mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta sejak Jumat (11/8/2023). Gugatan itu dilayangkan warga setelah upaya administratif yang telah ditempuh warga pada Februari dan Maret 2023 tak digubris Pemprov DKI Jakarta.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jihan Fauziah Hamdi, mengatakan, para pihak yang digugat oleh warga Kampung Bayam yaitu Gubernur DKI Jakarta dan Direktur PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Ada beberapa hal yang melandasi gugatan warga, antara lain Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro mengabaikan tanggung jawab hukum untuk memberikan unit Kampung Susun Bayam.
”Sebetulnya sudah jelas diatur, kalau warga Kampung Bayam termasuk warga terprogram,” kata Jihan, di PTUN Jakarta.
Tanggung jawab hukum itu tercantum dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat serta Kepgub DKI No 979/2022 tentang Lokasi Penataan Kampung dan Masyarakat Tahap II. Bahkan, dalam Kepgub DKI No 979/2022, lampirannya menyebut kalau warga Kampung Bayam merupakan bagian dari penataan kampung.
Tindak lanjut dari dua Keputusan Gubernur DKI itu kemudian diperkuat dengan Surat Wali Kota Jakarta Utara Nomor e-0176/PU.04.00 tentang Data Verifikasi Warga Calon Penghuni Kampung Susun Bayam.
”Surat Keputusan (SK) Wali Kota Jakarta Utara itu ditujukan ke PT Jakpro. Tetapi, sampai hari ini, SK tidak ditindaklanjuti. Padahal, lampiran SK itu jelas ada nama-nama warga yang berhak menempati Kampung Susun Bayam,” ujar Jihan.
Menurut Jihan, selain mengabaikan tanggung jawab hukum, Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro juga melanggar hak warga Kampung Bayam dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pelanggaran hak dimaksud yaitu sejak tak ada kepastian untuk mendapat akses hunian, sebagian warga harus tinggal terkatung-katung dengan berkemah di depan area JIS karena tak lagi memiliki uang untuk mencari rumah kontrakan.
”Pengabaian Pemprov DKI dan Jakpro berdampak pada ketidakpastian pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak. Ini membuktikan tidak hadirnya Pemprov DKI Jakarta dalam pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Bayam,” katanya.
Pemprov DKI dan Jakpro juga dinilai melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas-asas umum yang dilanggar, antara lain, asas kepastian hukum, keterbukaan, kemanfaatan, keberpihakan, dan kepentingan umum.
”Gugatan ke PTUN Jakarta diharapkan dapat menjadi sarana koreksi bagi kekuasaan pemerintah atas sikap abai dalam pemenuhan hak dan tanggung jawab hukum tersebut. Gugatan ini meminta pengadilan untuk dapat menyatakan bahwa tindakan pengabaian tanggung jawab hukum pemerintah dengan tidak memberikan hak atas unit Kampung Susun Bayam sebagai tindakan melawan hukum,” ujar Jihan.
Menanggapi gugatan warga itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta Retno Sulistyaningrum, dihubungi secara terpisah, mengatakan, tugas DPRKP ialah memberikan solusi hunian di Rusunawa Nagrak. Apabila warga bersedia menempati Rusun Nagrak, terkait jarak ke sekolah dan kendala akses, akan dikoordinasikan dengan dinas terkait, termasuk penyediaan feeder Transjakarta.
Sementara itu, PT Jakpro belum memberi tanggapan. Corporate Communication Jakpro Melisa Sjach belum merespons konfirmasi Kompas hingga Senin pukul 16.00.
Polemik di Kampung Bayam bermula saat Warga Kampung Bayam digusur oleh Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) pada 2019. Sebagai gantinya, warga mendapat uang kerohiman dan dijanjikan hunian yang terwujud dalam bentuk Kampung Susun Bayam.
Walakin, sejak pembangunannya rampung Oktober 2022, warga Kampung Bayam tak kunjung menempati hunian tersebut.
Sejak November 2022, sebagian warga Kampung Bayam menempati tenda setelah tinggal di kontrakan. Belum tercapai kesepakatan antara warga dan PT Jakarta Propertindo (Perseroda) sebagai pengelola karena tarif sewa Rp 565.000-Rp 715.000 per bulan.
Bagi warga, tarif itu terlalu mahal dan tidak mempertimbangkan pekerjaan mereka yang mayoritas pemulung, pedagang, dan pekerja serabutan. Penentuan tarif juga dinilai tidak tepat meskipun mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 55/2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan. Sebab, mereka warga gusuran (terprogram) yang harusnya dikenai tarif lebih murah.