Perapian Kabel Udara di Jakarta Terhalang Biaya dan Inefisiensi Desain
Perapian kabel udara di Jakarta perlu akselerasi agar tidak lagi memakan korban jiwa. Namun, sejumlah tantangan, seperti regulasi, biaya sewa, dan spesifikasi SJUT, perlu diselesaikan dahulu agar hal tersebut terwujud.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rentetan kasus kecelakaan yang diakibatkan oleh semrawutnya kabel utilitas di Jakarta memerlukan penyelesaian tegas. Beberapa hal, seperti aturan, spesifikasi, dan nilai biaya sewa, perlu kembali dibahas agar merapikan kabel di Ibu Kota bisa berjalan lancar. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta Dinas Bina Marga dan asosiasi untuk duduk bersama memecahkan masalah ini.
Koordinator Wilayah Jabodetabek Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Anton Belnis menjelaskan, pihaknya mendukung upaya tegas Pemprov DKI Jakarta untuk menertibkan kabel jaringan utilitas yang mulai kendur dan membahayakan banyak orang. Kini ada sekitar 80 operator internet yang beroperasi di Jakarta dan masih menggantungkan kabelnya di tiang.
Ia menambahkan, jumlah kabel internet yang terpasang di ruas jalan di Jakarta memang mengalami peningkatan yang cukup tinggi saat kondisi pandemi lalu. Permintaan besar akan kebutuhan internet membuat jumlah kabel yang terhubung antara tiang dan bangunan baik rumah maupun perkantoran terus meningkat.
Di saat yang sama, belum semua ruas jalan di Jakarta memiliki lubang sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT), yang menjadi prasarana tempat kabel tersebut akan ditempatkan.
”Untuk kabel yang sudah crossing atau terbentang dari satu sisi jalan ke jalan lain, lalu posisinya cukup rendah, sebaiknya diputus saja. Apalagi jika sudah diperingatkan, tetapi belum ada perbaikan dari operator karena memang berbahaya,” ucapnya, di Jakarta, Sabtu (5/8/2023).
Masih banyaknya kabel yang bergelantungan di udara salah satunya diakibatkan oleh beberapa hal.
Pertama, belum seluruh ruas jalan di Jakarta memiliki SJUT, sejak program ini pertama kali dimulai tahun 2021. Pada era tersebut proyek SJUT dikerjakan oleh badan usaha milik daerah, yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan PT Sarana Jaya. Masih belum tersedianya lubang SJUT membuat pihak Apjatel menempuh cara grouping atau merapikan seluruh kabel dalam satu ikatan, lalu dijepit ulang agar tidak kendur.
Akan tetapi, menurut Anton, cara ini hanya sementara, mengingat jumlah kabel akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya permintaan pelanggan terhadap layanan internet. Ia pun berharap agar pembangunan SJUT terus diakselerasi agar operator juga bisa memindahkan kabelnya dengan segera. Pada 2023, perapian kabel akan diteruskan ke kawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Barat.
Seharusnya dari awal sudah ada sambungan supaya tidak dua kali pekerjaannya. Ini membuat pekerjaan menjadi lama.
Selain itu, tantangan lain dalam pemindahan kabel di udara adalah minimnya konektivitas antarlubang SJUT. Beberapa SJUT yang dibangun pemerintah hanya berbentuk bak saja, yang nantinya digunakan untuk menaruh kabel. Di dalam bak tersebut belum terdapat sambungan antara satu lubang (manhole) dengan lubang lainnya. SJUT yang dirancang juga tidak memiliki sambungan antara manhole dan bangunan yang menggunakan jasa kabel internet.
Hasilnya, pihak operator pun harus membangun kembali sambungan antarlubang. Tidak hanya itu, operator juga masih harus meminta izin pemilik bangunan untuk membangun sambungan bawah tanah di lahan milik pelanggan.
”Seharusnya dari awal sudah ada sambungan supaya tidak dua kali pekerjaannya. Ini membuat pekerjaan menjadi lama. Belum lagi kita harus meminta izin satu per satu ke pemilik gedung, jadi semakin lama pekerjaannya. Ke depan kami harap agar hal seperti ini bisa diselesaikan, agar proses pemindahan menjadi tidak bertele-tele dan memakan waktu lama. Semoga desain SJUT di masa yang akan datang memperhatikan hal-hal ini,” ucapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Apjatel Pusat Jerry Siregar menjelaskan, pihak asosiasi mendukung penuh upaya Pemprov DKI membangun infrastruktur digital dan mempercantik wajah Jakarta dengan memindahkan kabel fiber optik ke SJUT. Namun, ia memberikan beberapa catatan agar program ini bisa berjalan dengan baik dan transparan, salah satunya mengenai biaya sewa.
Jerry menjelaskan, tarif biaya sewa SJUT masih dibahas secara terpisah antara pemilik kabel dan pihak yang mengelola SJUT dalam hal ini pemerintah. Ia meminta agar penentuan tarif diatur dalam peraturan yang jelas dan baku. Hal ini penting agar aturan ini nantinya dapat dijadikan acuan penentuan tarif biaya sewa. Pihak Apjatel pun sedang membahas mengenai ini bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah lainnya agar ada peraturan daerah yang tegas mengenai hal ini.
”Kami mendukung penuh upaya Pemprov DKI memindahkan kabel ke SJUT, tetapi ada beberapa aturan yang perlu diperjelas, salah satunya soal biaya sewa. Ini supaya negosiasi di antara keduanya bisa berjalan baik dan perapian bisa berjalan lebih cepat. Semangat kami selalu mengedepankan kolaborasi,” ujarnya.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan, pihaknya sudah mengundang para pemilik kabel dan meminta agar perapian kabel di udara bisa dilaksanakan dengan segera. Ia menyebut perapian kabel memang dilakukan secara bertahap di beberapa wilayah. Mengenai biaya sewa yang dinilai terlalu tinggi, pihaknya berharap Dinas Bina Marga bisa bersama-sama duduk kembali dengan Apjatel untuk membahas hal tersebut.
”Mengenai nilai sewa itu sebaiknya diobrolkan lagi dengan Apjatel supaya semua diuntungkan, agar sama-sama kita bisa merapikan Jakarta,” ujarnya.