Kegembiraan Memudar, Ada yang Hilang di Pasar Gembrong
Kampung Gembira Gembrong di Jakarta Timur tak lagi kumuh setelah penataan pasca-kebakaran. Namun, ekonomi warganya lesu karena penataan mengubah pola penghidupan warga.
Oleh
STEFANUS ATO, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Kebakaran hebat yang melanda permukiman penduduk di Pasar Gembrong, Cipinang Besar, Jatinegara, Jakarta Timur, pada 2022, menampilkan dua sisi berbeda dalam membangun kembali permukiman warga di sana. Masalah pedagang kaki lima dan kekumuhan permukiman penduduk kini sudah teratasi. Namun, warga di sana yang mayoritas pedagang kehilangan jati diri karena mereka kesulitan mendapatkan lapak untuk berdagang.
Kebakaran hebat yang melanda Pasar Gembrong pada April 2022 mengubah 100 persen wajah kawasan itu. Area yang terbakar kini bersalin rupa dan penuh warna setelah 138 rumah warga kembali berdiri di sana. Penataan kembali permukiman warga yang dulunya kumuh itu lalu diberi nama Kampung Gembira Gembrong.
Permukiman yang mulai ditempati warga sejak Oktober 2022 kondisinya pada medio Juli 2023 tak lagi secerah awal Oktober 2022. Cat rumah warga perlahan memudar. Sampah-sampah plastik hingga jenis sampah rumah tangga lain juga berserakan di gang-gang rumah warga.
Sampah-sampah itu berserakan di perumahan warga yang penuh dengan beragam gambar dan tulisan. Beberapa dari gambar dan tulisan itu antara lain mural membuang sampah pada tempat sampah hingga tulisan ajakan ciptakan Jakarta bersih.
Kampung Gembira Gembrong yang kini catnya perlahan memudar itu menggambarkan kondisi warga di sana. Sebagian dari mereka tak lagi antusias karena meski memiliki rumah, nyatanya mereka seret penghasilan.
”Tempat tinggal kami memang nyaman, tetapi ekonomi kami seret. Tidak ada lagi pembeli yang datang ke sini. Dulu kumuh, tetapi ekonomi berputar,” kata Kofifah (45), warga Kampung Gembira Gembrong, Jakarta Timur, Senin (10/7/2023) siang.
Kofifah sebelum rumahnya dilanda kebakaran, pada April 2022, dia bersama suaminya berdagang mainan anak-anak. Omzet yang didapatkan setiap hari minimal Rp 500.000 sampai Rp 1 juta. Namun, sejak kembali ke Kampung Gembira Gembrong pada Oktober 2022, mereka tak bisa lagi berdagang mainan karena sudah tak lagi memiliki modal usaha.
Pedagang mainan di Pasar Gembrong juga dulu kala memanfaatkan rumah mereka untuk menyimpan barang dagangan. ”Sekarang sudah tidak bisa. Rumah kami sempit. Kami dulu, satu rumah ada enam keluarga. Tetapi, ada empat keluarga yang harus keluar dan cari kontrakan karena rumah ini hanya mampu untuk dua keluarga,” kata perempuan asal Jawa Tengah itu.
Terbatas
Di tengah keterbatasan itu, Kofifah memutuskan untuk berdagang aneka jenis minuman di samping rumahnya. Sementara itu, suaminya bekerja serabutan dengan menjadi buruh bangunan.
Aktivitas usaha yang dijalani Kofifah serupa dengan warga lain yang tinggal di kampung itu. Di setiap rumah warga, mereka mengubah rumahnya menjadi kios untuk berdagang barang kelontong hingga menjual kuliner rumahan.
”Mau jual di depan, enggak dibolehin. Tempat ini katanya hanya untuk tempat tinggal. Itu depan trotoar tiap hari dijaga satpol PP,” kata Zainal (50), warga lain yang berjualan barang kelontong di rumahnya.
Dari catatan Kompas, Pasar Gembrong sebelum dilanda kebakaran tergolong unik karena menjadi salah satu pusat grosir mainan di luar kawasan Kota-Pancoran-Pasar Pagi. Bahkan, toko-toko di Pasar Jatinegara pun turut mengambil barang dagangan dari situ.
Pasar itu kemudian berkembang setelah krisis moneter mencapai puncaknya tahun 1998. Orang berdatangan membangun kios lalu berkembang menjadi grosir sampai sekarang (Kompas, 14 Juli 2005).
DPRKP juga perlu bekerja sama dengan badan usaha milik daerah dan perusahaan swasta untuk pendampingan. Tujuannya agar warga bisa membuka usaha industri rumah tangga kampung sesuai potensi penghuni kampung agar mereka menjadi pengusaha yang mandiri.
Meski berkembang jadi pusat grosir, persoalan di Pasar Gembrong selama bertahun-tahun dan selalu jadi sorotan berkaitan dengan penataan PKL. Isu penataan dan relokasi PKL di tempat itu turut terekam dalam catatan Kompas sejak 2010 hingga akhir 20202.
Camat Jatinegara Muchtar mengatakan, usai penataan, lokasi bekas kebakaran atau Kampung Gembira Gembrong diutamakan sebagai kawasan permukiman. Warga yang hidup dengan berdagang, masih boleh berjualan, tetapi bergeser ke tempat lain.
”Ini bagian dari penataan kawasan supaya lebih rapi,” kata Muchtar, Rabu (2/8/2023), di Jakarta.
Kepala Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM Jakarta Timur Derliana Melinda Sagala, dihubungi terpisah, mengatakan, pedagang kaki lima di Pasar Gembrong dialihkan ke Pasar Jaya Gembrong. Suku dinas juga telah menggelar beragam pelatihan kewirausahaan yang turut menyasar warga Kampung Gembira Gembrong agar kian berdaya dan terampil dalam berwirausaha.
Ahli lanskap kota, Nirwono Yoga, mengatakan, pemerintah daerah terutama dinas perumahan rakyat dan kawasan permukiman (DPRKP), perlu memutakhirkan data terkini penghuni Kampung Gembira Gembrong. Tujuannya, untuk memetakan, mengetahui latar belakang ekonomi, serta melihat potensi sumber daya manusia warga setempat.
”DPRKP juga perlu bekerja sama dengan badan usaha milik daerah dan perusahaan swasta untuk pendampingan. Tujuannya agar warga bisa membuka usaha industri rumah tangga kampung sesuai potensi penghuni kampung agar mereka menjadi pengusaha yang mandiri,” ujar Nirwono.