Hirup Asap Pembakaran Sampah, Bocah Raya Jatuh Sakit
Jika pembakaran sampah secara sembarangan sampai mengakibatkan kesehatan warga terganggu, warga dapat menuntut oknum pembakar sampah tersebut.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pembakaran sampah secara terbuka menjadi salah satu pemicu buruknya kualitas udara yang kemudian mengakibatkan infeksi pada pernapasan. Masyarakat terdampak juga dapat menuntut oknum pembakar sampah yang telah membahayakan kesehatannya. Pemerintah daerah sebaiknya lebih ketat mengawasi dan menerapkan sanksi tegas terhadap para pembakar sampah.
Warga Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten, Raya Hari Setyo (8), terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Hal ini disebabkan pembakaran sampah yang dilakukan oleh warga di sekitar rumahnya.
Raya dirawat selama empat hari dari Sabtu (29/7/2023) hingga Rabu (2/8/2023). Saat ditemui di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan, Rabu (2/8/2023), kondisi Raya sudah membaik dan diperbolehkan pulang pada sore hari. Meskipun begitu, Raya masih batuk berdahak sehingga masih perlu beberapa obat dokter dan pengecekan lanjutan.
”Di daerah rumah saya sering ada pembakaran sampah oleh oknum di lahan kosong, tepatnya di belakang Rumah sakit Umum (RSU) Tangerang Selatan. Akibatnya, Sabtu (29/7/2023), anak saya mengalami sesak napas dan harus dilarikan ke rumah sakit,” ujar Bunga Cempaka Wangi Ranna (34), Ibu Raya.
Awalnya, Bunga mengira Raya hanya batuk biasa. Namun, pada Sabtu (29/7/2023), Raya semakin kesulitan bernapas sehingga dibawa ke rumah sakit. ”Napas Raya semakin sulit sampai terengah-engah. Saat kami cek, ada cekukan di bagian dada dan napasnya makin cepat. Jadi, langsung kami bawa ke rumah sakit,” kata Bunga.
Di rumah sakit, Raya diminta pengecekan darah dan rontgen thorax untuk mengetahui kondisi paru-parunya. Setelah itu, Raya dinyatakan mengidap ISPA karena infeksinya cukup berat.
Menurut Bunga, ISPA yang diderita Raya akibat ada orang sengaja membakar sampah di lahan kosong sekitar rumahnya. Bahkan, pembakaran sampah bisa terjadi tiga kali dalam satu minggu. Asap sampah tersebut mengepul di depan rumah dan mengganggu aktivitasnya.
Bunga mengatakan, pemerintah perlu menerapkan sanksi lebih tegas serta mengawasi dengan tertib aktivitas tersebut. Sebab, para oknum tidak akan berhenti jika hanya ditegur oleh warga sekitar.
Sementara itu, studi Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2016 memaparkan, 93 persen (1,8 miliar) anak-anak di dunia berusia di bawah 5 tahun menghirup udara sangat tercemar. WHO juga memperkirakan, sekitar 600.000 anak di dunia meninggal karena infeksi saluran pernapasan bawah akut yang disebabkan udara tercemar pada tahun tersebut.
Bunga menuturkan, udara di wilayah Tangerang Selatan memang kurang baik sejak beberapa bulan terakhir. Dampak polusi udara juga tengah mengancam anak-anak lain di Tangerang Selatan, seperti teman-teman Raya di sekolah.
”Dalam beberapa hari terakhir, teman sekolah Raya secara bergantian tidak masuk sekolah karena sakit akibat polusi udara, seperti batuk dan sesak napas. Saya kira, anak-anak perlu perlindungan lebih, salah satunya tetap memakai masker saat sekolah,” kata Bunga.
Sebelumnya, berdasarkan survei IQ AIR pada tahun 2019, Tangerang Selatan masuk dalam kota dengan udara paling buruk di Indonesia. Kepadatan penduduk, penggunaan transportasi, serta berada di wilayah industri merupakan beberapa faktor penyebab pencemaran udara di Tangerang Selatan.
Dapat dituntut
Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman mengakui pembakaran sampah di Tangerang Selatan memang kerap terjadi. Pihaknya terus menindak oknum pembakar sampah serta memberi edukasi tentang bahaya membakar sampah. Salah satunya ialah oknum pembakar sampah di kawasan RSU Tangerang Selatan.
”Biasanya, warga memanfaatkan lahan yang tidak terurus atau sengketa untuk memilah dan membakar sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang atau tidak memiliki nilai tambah ekonomi,” tutur Wahyunoto.
Wahyu mengatakan, pihaknya hanya dapat memberi sanksi administrasi, mengimbau, mengedukasi, serta memberi sanksi penutupan lahan. Sementara itu, warga yang terdampak bisa menuntut secara hukum oknum pembakar sampah.
”Kami perlu menutup lahan yang memang menjadi sumber pencemaran lingkungan. Kalau ada warga yang dirugikan akibat pembakaran sampah, seperti kerugian kesehatan, dapat menuntut pertanggungjawaban secara hukum,” ujarnya.
Adapun sanksi pidana bagi setiap orang dengan sengaja atau lalai membakar sampah dan mencemari lingkungan diatur dalam Pasal 112 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaku dapat dipenjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.