Inflasi Jakarta Terkendali, Kinerja Ekspor dan Impor Turun
Inflasi tahunan di Jakarta untuk pertama kali ada di bawah 3 persen, terhitung sejak Juli 2022.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inflasi tahunan di Jakarta kembali turun ke angka 2,81 persen. Penurunan ini karena terkendalinya harga barang dan jasa. Namun, pada saat yang sama kinerja ekspor dan impor juga menurun.
Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis penurunan inflasi tahunan itu, Selasa (1/8/2023). Inflasi tahunan di Jakarta untuk pertama kali ada di bawah 3 persen, terhitung sejak Juli 2022 (3,50 persen).
Pelaksana Tugas Kepala BPS DKI Jakarta Dwi Paramita Dewi menyebutkan, inflasi tahunan pada awal tahun 2020 berada di kisaran 3 persen, sebelum turun hingga kurang dari 1 persen per April 2021. Inflasi lalu perlahan naik sampai puncaknya 4,61 persen pada September 2022. Selanjutnya inflasi fluktuatif hingga menunjukkan tren menurun empat bulan terakhir.
”Pemerintah daerah harus tetap mengupayakan langkah strategis agar inflasi terkendali,” kata Dwi.
Inflasi tahunan pada Juli ini sebesar 2,81 persen atau turun 0,39 persen dibandingkan dengan Juni yang sebesar 3,20 persen. Tiga penyumbang inflasi ini yaitu kenaikan harga bahan bakar motor non-subsidi, biaya kontrak rumah, dan kenaikan harga beras.
Sementara itu, inflasi bulanan di Jakarta 0,19 persen. Angka ini naik 0,01 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pemicu kenaikan tersebut adalah naiknya tiket pesawat, harga daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Dwi mengatakan, BPS mencatat inflasi bulanan tertinggi hingga Juli ini terjadi pada April sebesar 0,40 persen. Saat itu permintaan barang dan jasa tinggi karena bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri.
”Secara umum inflasi di Jakarta pada Juli ini relatif rendah dibandingkan dengan kota-kota lain,” kata Dwi.
Berdasarkan inflasi tahunan, Jakarta berada di posisi ke-54 dari 90 kota dengan urutan inflasi tertinggi, sedangkan untuk inflasi bulanan, Jakarta berada di urutan ke-50 dari 77 kota yang mengalami inflasi.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengatakan, terkendalinya inflasi tak lepas dari upaya pengendalian pangan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah, perluasan kerja sama antardaerah, program pangan bersubsidi, pemantauan harga dan stok, serta gerakan pangan murah. Upaya-upaya itu mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi yang efektif.
”Pada tahun 2023, inflasi Jakarta diperkirakan kembali dalam target kisaran 3 plus minus 1 persen,” kata Joko seusai kegiatan penghargaan Fiskal Kinerja Pengendalian Inflasi Daerah Tahun Anggaran 2023 Periode Pertama di Kementerian Dalam Negeri, Senin (31/7/2023).
Kinerja turun
BPS DKI Jakarta juga merilis penurunan kinerja ekspor dan impor. Penurunan ini erat dengan perlambatan ekonomi global.
Kinerja ekspor Jakarta pada Juni 2023 sebesar 858,22 juta dollar AS atau turun 10,66 persen dibandingkan dengan Mei sebesar 960,60 juta dollar AS. Sejak Juni 2022 sampai Maret 2023, kinerja ekspor ada di kisaran 900 juta sampai 1 triliun dollar AS sebelum merosot ke 665,05 juta dollar AS pada April dan kembali naik pada Mei.
”Hanya komoditas pakaian dan aksesorinya (rajutan) dan olahan dari tepung yang masih menunjukkan peningkatan kinerja ekspor,” ucap Pelaksana Tugas Kepala BPS DKI Jakarta Dwi Paramita Dewi.
Sama halnya dengan kinerja ekspor tahunan yang turun 13,85 persen dibandingkan dengan Juni 2022. Turunnya sejumlah komoditas unggulan, seperti produk kimia dan lemak, serta minyak hewani atau nabati yang cukup dalam, menjadi pemicunya.
Secara keseluruhan, sektor nonmigas yang memiliki kontribusi tertinggi terhadap ekspor (99,86 persen) turun 10,61 persen. Penurunan disumbang sektor industri pengolahan (minus 11,34 persen), sedangkan sektor pertanian dan sektor pertambangan naik masing-masing 12,06 persen dan 66,40 persen.
Untuk sektor migas, menurun 33,72 persen. Tidak adanya ekspor migas ke China seperti pada bulan sebelumnya menjadi pemicu utama. Turunnya permintaan ekspor ke China disebabkan perlambatan ekonomi yang sedang terjadi di negara tersebut.
Dari sisi komoditas, delapan dari sepuluh komoditas utama turun nilai ekspornya. Komoditas dengan penurunan paling dalam yaitu mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (minus 25,47 persen). Hal itu disebabkan turunnya permintaan ekspor ke negara utama, seperti Filipina (minus 1,29 persen), Malaysia (minus 15,83 persen), dan Thailand (minus 29,29 persen).
Nilai impor Jakarta pun menurun. Pada Juni 2023 tercatat sebesar 6.199 juta dollar AS atau turun 17,06 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan impor dipicu penurunan impor sepuluh komoditas utama sebesar 16,98 persen.
Komoditas utama yang mengalami penurunan terbesar yaitu kendaraan dan bagiannya sebesar 24,72 persen. Jepang sebagai negara pemasok utama komoditas kendaraan dan bagiannya.
Kemudian impor bahan kimia organik sebesar 23,95 persen dan komoditas berbagai produk kimia turun 23,37 persen. Singapura merupakan pemasok utama komoditas bahan bakar mineral itu.